Mohon tunggu...
Politik

Waspada Skenario "Perampasan" Hak Rakyat

20 Juli 2017   03:21 Diperbarui: 20 Juli 2017   08:39 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RUU Pemilu akan memasuki fase akhir, isu strategis yang selama ini selalu menemui jalan buntu akan diputuskan 20 Juli di DPR RI, apapun keputusannya. Salah satu yang paling besar menyedot perhatian adalah presidential threshold (PT). Pemerintah bersama beberapa partai koalisinya ngotot tetap diangka 20 persen, sedangkan partai diluar pemerintahan bertahan diangka 0 persen.

Mungkin masih banyak masyarakat yang belum memahami secara detail kenapa PT ini sangat penting dan harus dikawal. Harus diketahui, PT ini menjadi tiket bagi partai atau seseorang untuk mencalonkan diri menjadi calon Presiden. Jika tidak dikawal bisa saja nanti ada skenario yang memunculkan calon tunggal untuk Pilpres mendatang.

Apakah kemungkinan itu ada?. Jawabannya tentu saja, karena dengan pelaksanaan Pileg dan Pilpres serentak tentu partai-partai akan melakukan lobi politik sejak awal. Dengan komposisi yang dimiliki partai pendukung pemerintah yang mencapai 60 persen, maka sudah ada satu tiket. Seharusnya kan bisa tersisa dua tiket, tapi berhubung tiket yang dipakai adalah tiket usang pada Pileg 2014, tentu hal itu sulit terwujud. Karena partai lain tidak mendapatkan jumlah yang merata, sehingga hanya ada kemungkinan hanya satu pasangan.

Jika dalam perjalanan dua tahun menjelang Pilpres ini terjadi lobi politik lainnya dengan iming-iming jabatan. Tidak tertutup kemungkinan akan ada partai yang merapat ke pemerintah dan peluang untuk kandidat penantang akan semakin kecil. Jikapun ada kandidat yang memenuhi syarat, tentu pilihannya tidak banyak dan seperti sudah diskenariokan calon itu siapa.

Atau yang lebih tragis lagi adalah terulangnya kejadian konflik internal partai. Sehingga mereka bisa ribut sendiri dan berpotensi kehilangan hak untuk mencalonkan kandidat berpotensi.

Apa ruginya bagi masyarakat jika pilihan Capres terbatas?. Tentu saja kita akan disuguhi kandidat yang sebenarnya tidak layak dan terbukti tidak berpihak kepada rakyat terutama rakyat kecil. Jika kita hanya diam, tentu kondisi akan semakin jauh dari kata sejahtera. Dengan penetapan Capres tunggal bisa juga berpotensi menjadikan penguasa nanti jadi otoriter dan diktator. Kritik dikit bisa dianggap makar, ditangkap polisi meski bukti tak kunjung cukup.

Padahal semangat penetapan Pileg dan Pilpres adalah munculnya banyak pilihan nama Capres. Sehingga rakyat dapat membandingkan siapa calon yang akan mereka pilih. Jika hanya ada satu, mau tidak mau tentu akan memilih kandidat itu. Dimana demokrasi yang merupakan buah dari reformasi tersebut, hak kita sebagai rakyat telah dirampas.

Kalau mau menyederhanakan partai, naikkan parlementary Treshold. Dengan begitu partai akan semakin sedikit dan berkualitas. Kenapa parlementary treshold tidak diusik?. Apakah koalisi pemerintah takut jika anggota koalisi mereka tidak lolos ke DPR dalam Pileg mendatang. Kenapa harus PT yang diminta tinggi, apakah Presiden bisa menyederhanakan partai?. Logikanya tentu tidak, yang ada malahan matinya demokrasi.

Kita apalagi yang dari kalangan pemuda harus bersikap kritis. Masa depan Indonesia bisa ditentukan dari UU ini, jika kita tidak mengawalnya maka akan muncul rezim yang otoriter dan hak kita akan dirampas. Sekarang ada kemungkinan skenario calon tunggal, berikutnya bisa saja akan muncul skenario presiden seumur hidup. Karena Indonesia punya sejarah Presiden seumur hidup, tepatnya pada era Soekarno. Namun era itu berakhir seusai pemberontakan PKI 1965.

Orde baru juga pernah mencatatkan Soeharto bisa memimpin Indonesia hingga 32 tahun. Seperti yang dikatakan Bung Karno, jangan melupakan sejarah. Jadi kita harus mewaspadai dan bersikap kritis.

 sumber foto: liputan6

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun