Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rambut Nenek

1 Mei 2017   21:31 Diperbarui: 1 Mei 2017   22:32 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar: tokopedia.com"][/caption]

Aku tidak mengetahui apa makna pentingnya rambut bagi wanita. Yah bagaimana aku tahu... Karena aku dilahirkan sebagai seorang laki-laki. Bagi kami, rambut adalah hal yang biasa yang tidak lebih berharga dari sebuah kuku di jari kami. Ketika sudah merasa gatal, kami para lelaki akan segera ke tukang pangkas, untuk memotongnya sesuai keinginan. Tak peduli itu hanya potongan tipis maupun potongan yang benar-benar menghilangkan semuanya dan menyisakan kulit kepala yang bersinar ketika terkena pantulan cahaya. Tak masalah bagi kami untuk kehilangan seluruh rambut kami.

Tapi bagi wanita - atau jangan-jangan ini hanya pemikiran nenekku saja, yang kugeneralisasikan menjadi pemikiran umum - rambut memiliki arti yang sangat mendalam. Entah sedalam apa... apakah sedalam hati wanita yang tak pernah mampu kupahami itu atau tidak

Ah, aku tak tahu....

Yang jelas ketika aku memotong rambutku secara keseluruhan dan menyisakan beberapa mili saja di atas kepala, nenek akan marah besar.

"Awas ya... Kalo sampe dibotakin lagi, mending nggak usah pulang sekalian." Kata Nenek marah kala itu. Atau kadang-kadang mengancam, 'tidak akan dibukakan pintu', jika aku datang dalam keadaan tak berambut.

Ah tapi ancaman itu, selalu menjadi ancaman belaka. Nenek tak benar-benar berniat mengusirku atau menghardikku dari rumahnya. Aku sudah seringkali menggunduli rambutku - karena aku nyaman dengan itu. Dan Nenek masih mengijinkanku masuk, meski di sertai omelan-omelan yang kadang membuat panas telinga.

"Lha kenapa sih dipotong gundul? Wong gantengan kalo dipotong biasa aja."

"Ah, nggak ah. Gantengan gini kok, Nek."

"Hih... Kalo dibilangin sama orangtua kok nggak ada percaya-percayanya."

Aku kemudian menunjukkan gambar pemain-pemain bola klub favoritku kepada Nenek.
"Tuh kan Nek. Walaupun gundul tapi ganteng-ganteng, kek Willy kan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun