Mohon tunggu...
Alby Syafie
Alby Syafie Mohon Tunggu... lainnya -

Terus ingin belajar menulis untuk berbagi senyuman

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Aku Hanya Ingin Jadi Warga Negara Yang Baik!

31 Agustus 2013   13:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:34 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ini kisahku dan pengalaman yang baru saja kualami. Beberapa waktu kemarin, aku mengirimkan naskah tulisan ke beberapa penerbit. Alhamdulillah, kemujuran berpihak padaku. Hampir semua naskahku lolos dan di ACC. Tentu saja kebahagiaan aku rasakan. Serta tak hentinya sujud syukur kuhaturkan pada Sang Ilahi yang telah meridhoi dan mengabulkan setiap doa-doaku.

Bayangan jika bukuku terbit dan dibaca oleh semua masyarakat Indonesia, membuatku berharap, buku itu laris manis dan menjadi pencerahan untuk seluruh umat.

Sambil menunggu buku terbit, aku tanya teman sana-sini bagaimana cara membayar pajak sebagai penulis. Tentu saja sebagai penulis yang bukunya akan terbit haruslah sadar untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara Indonesia yang baik, yaitu harus wajib bayar pajak. Semua menyarankan agar aku membuat NPWP. Saran dari teman membuatku bersemangat untuk segera memiliki NPWP. Segera kupersiapkan foto copy KTP yang merupakan syarat untuk membuat NPWP.

Singkat cerita, aku sudah berada di kantor pajak. Berhadapan dengan petugas pajak dan sedikit melakukan wawancara denganku. Ini kutipan wawancara yang dilakukan petugas pajak terhadapku :

Petugas 1   : “Ada yang bisa saya bantu, Mbak?”

Aku             : “Saya mau buat NPWP, Mbak.”

Petugas 1   : “NPWP pribadi atau kelompok.”

Aku             : “Pribadi.”

Petugas 1   : “Pekerjaannya apa?”

Aku             : “Penulis.” (Di sini aku menyebutkan pekerjaan sebagai penulis, karena aku memang hanya seorang penulis dan tidak memiliki pekerjaan sampingan)

Petugas 1    : “Hm..., penulis, ya.”

Aku              : “Iya, Mbak.” (Kuperhatikan petugasnya seperti orang kebingungan)

Petugas      : (Dia mengecek syarat-syarat untuk membuat NPWP yang memang ada di atas meja. Karena bingung, akhirnya si Mbak bertanya pada petugas di sebelahnya)

“Pak, kalau penulis itu masuk kategori apa, ya?”

Petugas 2   : “Itu masuk ke kategori usaha sendiri.”

Petugas 1   : “Mbak sebagai penulis itu usaha sendiri, ya?”

Aku             : “Iya.” (Heran dan timbul tanya. Kok, bisa petugas pajak tidak tahu. Yang namanya penulis, ya sendiri. Satu orang)

Petugas 1   : “Kalau begitu Mbak harus memenuhi syarat sebagai berikut. Foto copy KTP, Foto Copy SIUP.”

Aku             : “Lho, Mbak. Kok, harus pakai SIUP? Saya tidak punya perusahaan.” (Dalam hal ini aku kaget dan seperti terkena sengatan listrik dengan voltase tinggi)

Petugas 1   : “Iya, Mbak. Penulis itu masuk kategori usaha sendiri. Dan syarat untuk itu seperti yang tertera di sini.” (Sambil menyodorkan syarat dan ketentuan membuat NPWP)

Aku             : “Mbak, saya itu penulis. Semua teman saya membuat NPWP tanpa harus memakai SIUP?”

Petugas 1   : “Mbak, memang penulis itu apa, sih?”

Aku             : (Hah!! Dia malah tanya penulis itu apa? Duh, ini petugas bloon atau emang bego, sih. Gerutuku dengan hati yang mulai panas)

“Mbak, penulis itu adalah pengarang. Orang yang menulis tentang fiksi atau non fiksi. Seperti menulis esai, novel, cerpen, artikel, dan sebagainya.”

(Berusaha menekan perasaan kesal untuk tetap sabar)

Petugas 1   : “Iya, kalau begitu Mbak harus memenuhi syarat-syaratnya dulu, ya. Atau mbak bisa daftar langsung lewat internet dengan cara on line. Ini alamatnya http//ereg.pajak.go.id.”

Aku             : “Maaf ya, Mbak. Apakah syarat foto copy SIUP itu memang wajib? Sementara saya tidak memiliki usaha atau perusahaan yang harus menggunakan SIUP. Dan teman-teman penulis saya, membuat NPWP, tidak menggunakan SIUP.”

Petugas 2   : “Penulis itu namanya usaha sendiri. Dan itu memang sudah menjadi ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi untuk bisa membuat NPWP.” (Kali ini petugas yang laki-laki ikutan juga)

Aku             : “Tapi, Pak. Mengapa harus pakai SIUP? Saya buat NPWP hanya untuk pemotongan dari royalti buku saya buat bayar pajak.”

Petugas 2   : “Royalti itu Mbak dapat dari mana? Dari perusahaan yang membayar Mbak, kan? Nah, untuk buat NPWP, Mbak harus memakai SIUP.”

Tanpa harus berdebat lagi, aku pamit. Semakin aku berdebat, mereka tetap akan ngotot yang akan memperburuk suasana hatiku yang makin kesal dan panas. Sungguh, aku heran dengan petugas pajak tersebut. Aku hanya ingin menjadi warga negara yang baik. Memenuhi kewajibanku untuk membayar pajak dari hasil kerjaku, tapi kok, malah dipersulit.

Hingga tulisan ini di publish, aku belum dapat membuat NPWP karena berpikir tentang syarat membuat SIUP itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun