Pikir-pikir tentang terorisme dan kebencian atas nama agama seru juga.
Semuanya bicara tentang bagaimana menghalau radikalisme berkembang dan sisi lainnya berjuang memperkenalkan agamanya kembali, meyakinkan bahwa tidak ada unsur kekerasan dan teror yang harus ditakuti.
Sebagian memang takut karena tidak tahu, sebagian sibuk menyebarkan cerita horor dan lainnya menderita karena tuduhan asal-asalan.
Seperti saat dua anak kecil ribut tentang Bapak siapa yang lebih hebat, semua tutup telinga tak mau dengar dan pulang dengan kesimpulan sendiri-sendiri.
—
Sedikit yang bicara tentang kenapa mereka beragama. Mungkin lebih sedikit lagi yang menerapkan ajaran agamanya karena sibuk membuktikan bahwa ribut-ribut tentang dampak agama abcd.
Kenapa kamu beragama? Kalau saya karena saya jatuh cinta dengan sosok yang diperkenalkan dengan saya dan seluruh ajaran dan anjuran yang diberikan. Saya membayangkan baiknya dunia ketika kita akan membagi roti pada yang kelaparan, memberi baju untuk yang telanjang, perlindungan bagi yang ketakutan. Saya membayangkan nyaman-nya dunia apabila semua sepakat kalau mencuri itu buruk dan mengasihi itu baik.
Saya gak muluk-muluk juga tentang bagaimana harus beragama. Konsepnya satu, saya mau mengasihi orang lain sebagaimana saya mau dikasihi.
Kamu karena apa?
Sebagian besar dari kita tidak memilih atau menemukan agama kita sendiri. Banyak yang dipilihkan lalu diperkenalkan. Mungkin sedikit dari kita yang benar-benar punya alasan sendiri kenapa yang A lebih baik dari B.
Saya gak compare juga. Yang penting saya mau jadi orang baik. Dan ribet kalau nentang orang tua. Alasan lainnya, karena sudah terbiasa. Tau kan susahnya rubah kebiasaan?