Mohon tunggu...
Politik

Demam Allodoxaphobia Pengadilan Ahok

31 Januari 2017   11:16 Diperbarui: 31 Januari 2017   11:25 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.warta.co/2017/01/peradilan-ahok-jauh-fakta-dari-saksi.html

Jalannya proses peradilan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sepertinya akan terus berkepanjangan. Hal tersebut terjadi dikarenakan banyaknya opini dan pendapat orang terkait kasus tersebut. Adakalanya pendapat dan opini tersebut menyudutkan Ahok adapula yang justru membela sikap Ahok tersebut.

Kini sang pengadil pun dituntut harus kredibel dan transparan serta adil agar kasus yang mendera Ahok tersebut dapat segera divonis. Namun hal tersebut tentunya akan membelah sebuah pemikiran peradilan yang menjadi petugas di meja hijau tersebut. Rasa ketakutan mendengar opini dan pendapat orang lain terhadap kasus Ahok sepertinya telah menghinggap di otak dan pemikiran sang pengadil tersebut.

Barangkali ini yang dinamakan Allodoxaphobiaperadilan kita. Nama tersebut mungkin asing ditelinga kita sebagai orang awam. Menurut hasil penelusuran dunia Internet, Allodoxaphobia adalah rasa takut akan mendengar opini dan pendapat orang lain. Sedangkan Allodoxaphobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Alloberarti berbeda, doxberarti pendapat dan phobosyang diambil dari nama Dewa Ketakutan dari Yunani. Sedangkan fobiamemang tergolong sebagai fobia langka.

Jika ditelaah kembali orang yang menderita Allodoxaphobia akan merasakan ketakutan konstan dan ketidaknyamanan ketika orang lain memberikan saran ataupun opini terhadapnya. Ketika Allodoxaphobia menghinggap ke individu tersebut sebenarnya ada beberapa gejala yang dapat terlihat. Salah satunya adalah ketika rentetan saran dan opini kritik tajam dari orang lain mengarah pada orang tersebut.

Dalam analisanya dapat terlihat bahwa biasanya penderita gejala ini tidak menyadari bahwa mereka menderita fobia jenis ini. Menariknya lagi adalah jenis fobia tersebut ternyata dapat menjalar kedalam institusi, lembaga maupun negara. Nah ketika rezim otoriter menghinggap pada sebuah negara, biasanya hal tersebut akan sangat berpengaruh sekali. Segala kecaman, kritikan, opini dan saran orang lain cukup menggugah mereka alami fobia tersebut.

Berkaitan dengan perkara Ahok, penulis akan sedikit mengulas fobia yang dimaksud tersebut. Institusi sekelas pengadilan sepertinya memang hinggap rasa ketakutan akan kritikan dan opini masyarakat kali ini. Beragam hunusan tajam tentang hukum di Indonesia sepertinya tidak ada habis-habisnya untuk diulas maupun dikritik.

Netralitas dan keadilan hukum yang ada di Indonesia belum sempurna, apalagi terkait kasus pejabat yang punya kekuasaan yang tinggi. Dimata hukum Indonesia yang mengatakan semua orang sama derajatnya, tidak kurang itu hanya slogan biasa saja. Uang dan kekuasaan pun menjadi jawaban dari semua itu, artinya hukum dapat diperjual belikan.

Berkaitan dengan perkara Ahok seharusnya penegak hukum terutama hakim yang kelak memutuskan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa, idealnya harus bebas dari intervensi opini dan pengaruh yang berkembang diluar sidang. Namun hal itu ternyata tidak terjadi, rasa fobia kecemasan terkait opini dan pendapat publik terhadap jalannya proses hukum di institusi peradilan kita memang cukup terlihat secara nyata.

Padahal kemerdekaan hakim telah dijamin melalui UUD 1945 Pasal 24 Ayat 1 yaitu :

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Dan tidak menjadi alasan bahwa hal tersebut harus lebih baik lagi untuk rasa keadilan dinegeri ini. jika institusi peradilan Indonesia peragu dan rawan di setir oleh faktor di luar persidangan sudah pasti institusi tersebut mengalami fobia tersebut. Dan sudah sepatutnya kita merenungkan kembali makna kemandirian dan indepedensi para penegak hukum di Indonesia ini. Khususnya para hakim yang memproses kasus Ahok, karena hakim merupakan benteng terakhir (laatste toevlucht) bagi semua pencari keadilan yang ada di Indonesia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun