[caption caption="Gambar : kompas.com"][/caption]
Berbohong dalam politik itu sudah dianggap biasa, sehingga kebohongan bukan lagi dianggap dusta, dan berdusta tidak lagi dianggap perbuatan dosa. Yang lebih parahnya lagi karena kepentingan politik, kekuatan koalisi kompak mendukung pendusta, kesalahan pendusta dicarikan penbenarannya. Bisa dibayangkan kalau orang-orang seperti itu yang diberikan wewenang dan kekuasaan, seperti apa jadinya negara ini.
Bagaimana mungkin transkrip pembicaraan yang bisa dijadikan alat bukti dari sebuah kesalahan, dimentahkan hanya untuk dijadikan pembenaran. Kekompakan mengatakan kebenaran sebagai sebuah kebohongan adalah kejahatan bersama, yang akan merusak tatanan kehidupan berpolitik, bernegara, untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Mempercayai kebohongan sebagai pembenaran adalah kebodohan yang masif.
Ketika Tuhan menentukan sebuah pilihan manusia, itulah sejatinya pilihan yang sebenarnya. Hanya saja kesetiaan manusia pada pilihannya akan terus diuji lewat apa yang sudah menjadi pilihannya. Kecerdasan akal adalah anugerah yang harus disyukuri, mata hati adalah kejujuran untuk melihat kebenaran yang hakiki. Manusia yang menggunakan akalnya, tidak akan mengandalkan emosi dalam melihat kenyataan kebenaran.
Bagi seorang politisi masa kini, kebohongan harus dipertahankan untuk membenarkan kesalahannya, dan itu hal yang biasa terjadi. Yang luar biasa itu adalah orang-orang yang secara kompak mempercayai kebohongan tersebut, hanya demi untuk melindungi politisi sipendusta. Yang seperti inilah dipercayai sebagai utuhnya sebuah kekompakan koalisi. Kalau sebuah koalisi tujuannya sekedar kompak dalam kebersamaan, maka kebenaran akan dikalahkan.
Inilah realitas politik kekinian. Kebohongan bisa menjadi pemenang, ketika didukung secara kompak oleh orang-orang yang Nirkebenaran. Mana bisa membangun bangsa secara utuh dari kekompakan menafikan kebenaran. Karena konotasi kekompakan tidak lagi dekat kepada kebenaran, sejaka kekompakan itu dijadikan alat untuk menjarah negara, lewat korupsi berjama’ah. Kekompakan menjadi kata yang hilang dari perbuatan baik.
Membangun bangsa dengan Kekompakan adalah sebuah kebohongan, karena pada praktiknya, kekompakan hanya terjadi disaat melakukan kejahatan berjama’ah, terutama didalam politik. Makanya para pendiri bangsa ini lebih memilih kata persatuan dan kesatuan, dibandingkan menggunakan kata kekompakan, karena kekompakan lebih dekat kepada persekongkolan dan Konspirasi.
Â