Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kekerasan Itu Membuatku Putus Kuliah

21 Juni 2012   03:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13402470871466070011

[caption id="attachment_183793" align="aligncenter" width="600" caption="http://www.tribunnews.com/2010/03/16/lagi-nyepi-kok-malah-pukuli-istri"][/caption]

Pacaran adalah tahap pendekatan sebelum adanya sebuah ikatan yang dinamakan perkawinan. Biasanya di tahap awal baik pihak laki – laki maupun perempuan akan menunjukkan banyak hal – hal positif dalam dirinya. Baru kemudian hal buruk akan terkuak dengan sendirinya. Mulai dari kebohongan, tingkat kesabaran yang menurun, sampai kekerasan fisik. Disinilah proses penilaian dimulai, apakah masing – masing siap menerima itu bila menikah nanti, atau tidak.

Ini pengalaman pribadi saya. Tahun 2007 saya berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah di sebuah universitas swasta.  Minggu pertama mama masih menemani saya karena saya memang tidak terbiasa hidup di kota orang. Setelah mama sudah mempercayakan saya tinggal sendiri disana, maka beliau kembali ke Jakarta. Disinilah kisah cinta saya dimulai. Saya berkenalan dengan seorang mahasiswa senior, sebut namanya Bram. Selain berwajah tampan, ia juga pintar dalam bidang akademis. Usia kami terpaut hampir 6 tahun. Di awal hubungan, Bram selalu menunjukkan hal – hal yang amat mengesankan. Ia rajin membawakan makanan hasil olahannya sendiri, antar – jemput tiap hari ke kampus, bahkan dia juga berperan mengenalkan saya dengan beberapa teman – teman di Jogja. Bram sangat familiar di komunitasnya. Saya pun semakin bangga memiliki pacar seperti dia. Sampai akhirnya saat saya pulang ke Jakarta, saya mengajak ia turut serta untuk saya kenalkan pada kedua orangtua saya.

Masuk ke satu tahun hubungan, Bram mulai menunjukkan taringnya. Ia yang selalu bersikap manis kini berubah menjadi sosok pria galak dan kerap berkata kasar. Dia pernah mabuk pada suatu malam, ia terlibat masalah dengan salah seorang rekannya. Saya berusaha menasehati, namun yang saya dapatkan adalah sebuah hantaman helm tepat di kepala saya. Softlens saya sampai copot. Ada beberapa org melerai tapi Bram semakin menjadi. Dan itu terjadi berkali – kali. Namun saya tidak berani mengadu pada orangtua saya. Karena saya tidak mau mereka khawatir.

Masuk ke 1,5 tahun hubungan, saya kerja partime di sebuah Event Organizer. Biasanya EO itu mayoritas berisi laki – laki. Dan Bram sepertinya kurang menyukai hal tersebut. Lama – lama saya pun muak dengan sikap Bram yang sudah keterlaluan. Maka saya pun mengajak Bram untuk mengakhiri hubungan kami. Bram (awalnya) setuju. Lalu kami tak saling bertemu selama hampir seminggu. Saya pun mulai membuka hati untuk orang lain. Sebut namanya Alex. Dan hubungan antara saya dan Alex pun sampai di telinga Bram. Ia sepertinya msih belum rela membiarkan saya menjalin hubungan dengan orang lain.

Sampai pada sebuah peristiwa yang tak pernah saya bayangkan seumur hidup terjadi, saat itu pukul 10 pagi. Saya sudah standby di kantor. Tanpa saya duga Bram menghubungi saya. Nada suaranya seperti orang mabuk. Dia memerintahkan saya kembali ke kos saat itu juga. Jelas saya katakan tidak bisa karena itu jam kerja. Dia mengancam, jika saya tidak pulang ke kos maka barang – barang yang ada di dalam kamar saya akan dibawa pergi. Saat itu yang saya pikirkan adalah barang – barang elektronik yang baru saja papa belikan. Maka saya pun meminta izin pada atasan untuk pulang sebentar. Untungnya beliau mempersilahkan. Maka secepat kilat saya kembali ke kos.

Sesampainya di kos, pintu kamar saya sudah di dobrak, Bram sudah duduk di lantai kamar. Matanya merah. Sepertinya dia bukan mabuk minuman. Mungkin obat – obatan. Tanpa menunggu lama dia menjambak rambut saya yang saat itu sepinggang, dia memelintir rambut saya lalu ditarik kelantai hingga kepala saya memar. Saya sudah berteriak ampun – ampun, tapi Bram seakan tidak mau mendengar, dia membangunkan saya, lalu dia menendang perut dan wajah saya. Rahang saya pun tak lepas dari pukulan tangannya.

Bibir saya pecah, kepala saya memar, dan saya akhirnya muntah darah. Saya berusaha memanggil teman – teman  kos saya namun nampaknya tidak satupun ada yang mendengar. Dengan sisa kekuatan yang ada saya pun berlari kea rah kamar salah satu rekan saya. Ternyata dia ada di dalam kamarnya. Dia lalu memeluk saya, sembari melemparkan umpatan – umpatan pada Bram. Tak lama kemudian suami dari rekan saya itu datang, dan dia terkejut melihat kondisi saya. Dia menarik Bram dan mengajak Bram bicara empat mata.

Akhirnya kejadian itu diketahui mama, karena teman kos saya diam – diam menelepon mama. Mama pun menarik saya kembali ke Jakarta. Saya tidak diizinkan kembali ke Jogja untuk melanjutkan kuliah saya dengan alasan keselamatan. Mama menyesalkan mengapa saya tidak melapor pada pihak berwajib. Jujur saat itu saya takut. Saya tidak berani melakukan apapun, saya tidak mau Bram akan jauh lebih jahat bila urusannya sudah sampai ke ranah hukum. Kejadian tersebut sempat membuat trauma namun bisa sembug seiring waktu.

Beberapa sahabat saya yang melarang saya menceritakan ini karena dianggap ini sebagai aib. Tapi disini saya hanya ingin berbagi pengalaman, berbagi kisah, memberikan pandangan bahwa hal itu benar ada di luar sana, serta mengajak kaum perempuan untuk lebih waspada. Kenali kekasih anda. Jangan sampai kebaikannya di awal membuat anda kehilangan akal sehat hingga membiarkan kekerasan menimpa anda.

Salam Waspada

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun