Mohon tunggu...
NIA
NIA Mohon Tunggu... Penulis - Finding place for ...

- Painting by the words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kisah Seorang Pelukis

15 Februari 2020   11:46 Diperbarui: 28 November 2020   07:51 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar matahari menembus bingkai kaca besar berbentuk persegi, terpantul tak terarah ke segala penjuru, menerangi ruangan berukuran 15 x 10 meter. Empat sisinya dipenuhi pajangan lukisan. Beberapa lukisan tertata dengan rapi di lantai bersama kumpulan kaleng cat kosong. Sementara pemiliknya sedang fokus menyelesaikan satu karya baru. Tangan kurusnya sangat terampil memadukan warna-warni cat dan menggoreskannya pada kanvas. Dare merampungkan satu gambar lagi. Lelaki yang nyaman mengenakan kaos oblong dan jeans itu menatap pemandangan danau berwarna hijau di hadapannya. Sorot matanya meredup dalam keheningan hingga suara kaleng berjatuhan memecah lamunannya.

"Berapa kali saya bilang, jangan beri tanda kehadiranmu dengan suara itu, " ucap Dare.

"Dan seperti yang selalu saya katakan, saya tidak menemukan cara lain untuk memberitahu bahwa saya datang, " jawab Andika sambil bersandar di pinggiran pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Senyuman terbentuk ketika kedua netranya menangkap lukisan yang baru jadi. "Tempat itu lagi." Suaranya bernada bosan.

"Saya hanya ingin melukis kenangan saya." Dare bangkit dari kursi kayu dan berjalan ke arah tamunya, bukan untuk menyapa Andika tapi untuk membereskan kaleng-kaleng yang berserakan.

"Kenangan yang selalu enggan untuk diceritakan." Andika menebar pandangan ke seluruh ruangan. Mengamati satu per satu lukisan bertema danau yang menggantung di dinding. Perbedaannya hanya terletak pada dominasi warna, ukuran, latar waktu. "Saya sungguh penasaran, seindah apa kenangan di danau itu sehingga teman saya tidak bosan untuk melukisnya walau telah ratusan kali." Pria berwajah oriental itu menggumam dan melirik Dare.

"Kamu bilang akan mengenalkan tunanganmu hari ini, di mana dia?" balas Dare dengan pertanyaan. Andika menghembuskan napas dalam, menyadari temannya kembali mengalihkan pembicaraan.

"Dia mendadak ada urusan," jawab Andika. Dare mengangguk.

"Kita lanjutkan ngobrolnya di bawah?"

Andika menggeleng.

"Saya hanya mampir untuk memastikan teman saya baik-baik saja. Berharap hari ini saya melihat lukisan pegunungan, mungkin." Pria itu terkekeh, lalu menyodorkan sebuah kartu nama.

Dare membaca kartu nama tersebut. Sebuah restoran klasik di pusat kota. "Hari Minggu jam 8 malam." Ia mengangguk mendengar penjelasan Andika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun