Mohon tunggu...
Cerpen

Aru-aru

20 Maret 2017   20:23 Diperbarui: 21 Maret 2017   06:00 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Stttt… kau tanang di siko ya! Aku akan mengecek keadaan di lua” bisik Buyung.

Dengan rasa cemas di hati, Buyung mencoba pelan-pelan  keluar untuk mengintip keadaan di luar.

“Aman-aman, pak Subeb alah pulang, Sal kaluar lah !” teriak Buyung dari luar memanggil Mursal

       Begitulah Buyung dan Mursal, letih sudah pak Subeb menghadapinya. Cabut dari sekolah seakan menjadi budaya di hidupnya. Tak jarang juga buyung mengajak temannya yang lainnya, seperti halnya hari itu. Ia mengajak Mursal untuk pergi ke kampung sebelah, menonton adu ayam katanya. Buyung memang suka cabut dari sekolah, tapi tak seperti biasanya, hari ini dia malah mengajak temannya ke kampung sebelah. Terasa ada yang berbeda.

      Buyung, anak tak berayah. Ayahnya menghilang sejak 4 tahun yang silam, dan kini pun Buyung sudah berumur 12 tahun. Mande, tempat buyung bergantung. Di nagari Garangmano, Buyung sangat terkenal lincahnya. Tak ada yang tak tau dengan nakalnya Buyung. Kalau tiba tiba ada ayam yang  hilang, pasti tahulah siapa pelakunya. Buyung amat suka malala (pergi main ke sana sini), bahkan ia bisa tak pulang semalaman. Mande yang sudah lelah menghadapinya seakan tak peduli lagi dengan kenakalan anaknya. Sudah hambar lidah mande menasehatinya. Buyung tampaknya memanglah anak yang masih belum tahu akan apa yang terjadi pada keluarganya. Ia selalu mengeluh akan keberadaan ayahnya. Tak jarang mande dibuat menangis olehnya. Memang terasa aneh anak umur 12 tahun sudah berani melawan ibu sendiri sampai dibuat menangis, namun itu lah yang terjadi.

      Setiap tiga kali seminggu ,Buyung akan menemani makdang Sutan untuk berjualan di hari pakan (hari jual beli ,biasanya pada hari selasa,jumat dan minggu). Makdang Sutan, kakak lelaki tertua mande. Hal ini tentu baik untuknya, Buyung jadi ada pekerjaan dan tidak malala terus. Namun, seringnya Buyung pergi ke pasar menjadi bala baginya. Buyung jadi kenal dengan yang namanya maampok (berjudi) dan adu ayam. Makdang yang sibuk dengan dagangannya kadang terkecoh oleh Buyung . Tiba-tiba hilang dari kedai. Saat ditanya, jawabnya bermacam-macam saja. Tak jarang, uang di laci makdang juga hilang tiba tiba. Ayam pak Didin yang hilang kemaren, itu ulahnya siapa? Ayam pak Mukhtar yang hilang tiga minggu yang lalu itu ulah siapa pula? Memang begitu lincahnya Buyung.

      Setelah cabut dari sekolah, Buyung dan Mursal pun pergi ke kampung sebelah. Paginya Buyung sudah bilang pada mande ingin pergi ke rumah nyiak Malin untuk belajar silek (pencak silat). Tapi mande tak tahu kalau ternyata ia kabur dari sekolah. Sifat tak jujur ini tampaknya memang melekat dalam darah dagingnya. Bukannya belajar, ia malah kabur dari sekolah. Katanya ingin latihan silek, malah pergi ke kampung sebelah menonton adu ayam.  Kampung sebelah tentu lebih jauh dari pada rumah nyiak Malin. Buyung tentu harus pulang pada sore hari. Padahal mande sudah katakan kepadanya agar tak pulang sore-sore. Sepertinya Buyung lupa akan pesan mande. Selalu melawan saja kerjanya.

“Nak, kau jangan pulang sore ya nak, dengarkan mande sakali ko” tegas mande

“Iyo mande, denai hanyo akan pergi ke rumah inyiak Malin, jangan kau atur-atur denai” jawab Buyung dengan nada tinggi

“Ingek nagari kito sadang dalam keadaan indak aman, kau bisa saja hilang” ucap mande dengan mengutuk.

     Seperti yang mande katakan kepada Buyung, nagari Garangmano sedang dalam keadaan tidak aman. Sudah sejak satu tahun belakangan ini,begitu banyak anak anak yang hilang tiba-tiba. Tak seperti biasanya, anak-anak selalu  bermain bersama dari siang hingga sore hari. Namun kini banyak ibu yang lebih memilih mengurung anaknya di dalam rumah. Para ibu begitu takut dengan keamanan anak- anaknya. Ketakutan tentu juga dirasakan oleh mande. Meskipun Buyung anak yang nakal, namun mande tentu tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya,si bungsu tak beradik, si sulung tak berkakak itu. Kepala nagari pun, Datuk Basa masih bingung dengan kejadian apa yang terjadi. Setiap sore hari, ada saja yang teriak kehilangan anak. Beberapa warga ada yag curiga bahwa anak-anaknya diculik oleh pemilik rumah ujung nagari. Mereka adalah beberapa bule yang baru tinggal beberapa bulan di nagari ini. Datuk Basa pernah bilang bahwa mereka adalah warga negara asing yag akan mengelola sumber air panas di daerah Bulakkan. Karena tuduhan tak berbukti ini, Datuk Basa menghimbau warga agar tetap jernih dalam berfikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun