Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersama Mempropagandakan Perdamaian

14 Juli 2017   07:43 Diperbarui: 14 Juli 2017   07:48 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damai dalam Perbedaan - liputan6.com

Hidup damai tanpa ada tekanan merupakan harapan semua orang. Khususnya, bagi masyarakat yang hidup di daerah konflik, seperti Suriah dan beberapa negara timur tengah, kedamaian tentu menjadi hal yang sangat diharapkan. Di Indonesia memang bukan negara konflik. Namun potensi terjadi konflik masih terbuka lebar. Apalagi Indonesia mempunyai tingkat keberagaman yang tinggi, dengan berbagai ragam suku, budaya, tradisi dan kepercayaan. Jika keberagaman itu tidak dijaga, tidak menutup kemungkinan konflik akan terjadi di negeri yang damai ini.

Saat ini, upaya untuk mengganggu persatuan dan kesatuan Indonesia sudah terlihat. Kelompok radikal terus saja menebarkan sentimen sara, yang berujung pada masifnya ujaran kebencian. Dan kebencian ini pun akhirnya berdampak pula pada terus meningkatnya tindakan intoleran. Tindakan ini bentuknya berbagai macam. Ada yang melalui aksi main hakim sendiri untuk menyelesaikan persoalan. Atau menggalang dukungan publik, dengan menyebarkan berita bohong dan kebencian. Dan semuanya itu, sengaja disebarluaskan dengan menggunakan kemajuan teknologi melalui internet.

Mungkin kita tidak percaya, apa benar narasi propaganda radikal bisa mempengaruhi daya pikir seseorang? Mulyadi, pemuda yang nekad melakukan penusukan anggota polisi di Masjid Falatehan, Jakarta beberapa waktu lalu, mengaku mengenal paham radikal melalui internet. Melalui media sosial itulah, dia mencerna dan mengartikan sendiri. Hasilnya, polisi yang bertugas sebagai pelindung masyarakat justru dianggap sebagai thogut, dan harus diperangi. Banyak juga pelaku tindak pidana terorisme, terpapar radikalisme dan belajar cara merakit bom dari internet.

Kelompok intoleran juga begitu masif menebar kebencian, berdasarkan asumsi-asumsi yang mereka bangun sendiri. Misalnya, ketika Rizieq Shihab ditetapkan sebagai tersangka dalam beberapa kasus, dimaknai sebagai upaya untuk mengkriminalkan ulama. Masyarakat terus diprovokasi untuk menggalang dukungan, karena ulamanya sedang dikriminilaisasi. Pertanyaannya kemudian, sampai kapan kita mau diadu domba seperti ini? Semestinya kita sudah kenyang dengan politik adu domba, yang kerap ditunjukkan di era penjajahan dan orde baru ini. Jika kita masih menerapkan hal yang sama demi mewujudkan kepentingan pribadi, tentu menjadi sebuah kemunduran.

Mari membiasakan diri dengan budaya literasi. Bekali diri kita dengan ilmu pengetahuan, pemahaman agama yang benar, dan kritislah terhadap informasi yang berkembang. Jika kita bisa membentengi diri dengan hal tersebut, kita tidak akan mudah terpengaruh informasi yang menyesatkan. Dan jika nalar kita sebagai manusia terus dijaga, akan banyak pesan damai yang berkembang di dunia maya. Karena propaganda radikal yang saat ini memenuhi dunia maya, harus dilawan dengan ideologi perdamaiani. Dan ideologi perdamaian itu, ada di dalam Pancasila, ada dalam Al Quran, ada dalam kitab suci, dan ada juga dalam adat istiadat kita.

Terus sebarkan konten yang menyuarakan pentingnya menghargai perbedaan dan toleransi. Terus ajaklah semua orang untuk saling peduli, bukan untuk saling mencaci dan membenci. Dan terus suarakan pesan damai, agar pesan negatif yang selama ini mengotori pikiran sebagian orang, kembali ternetralisir dengan pesan damai. Harapannya, Indonesia akan terjaga menjadi negara dama dan tidak berubah menjadi negara konflik, seperti yang diinginkan oleh kelompok radikal dan teroris.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun