Meski belum tentu benar, wajar saja kalau Ahok jadi sasaran kemarahan umat islam, terutama oleh kelompok garis keras. Betapa tidak, bukankah islam mengharamkan perjudian, perzinaan, penyalahgunaan narkotika, korupsi dan segala bentuk ma’siat dan kejahatan yang seharusnya menjadi kewajiban umat islam untuk memberantasnya, sebagai ladang jihad demi membela dan menegakkan ajaran islam? Kok berani2nya seorang Ahok yang Cina lagi Kristen menutup tempat2 ma’siat seperti Kalijodo dan lain2. Bukankah berarti Ahok telah merampas wilayah jihadnya umat islam yang dapat mengurangi pahalanya umat islam? Belum lagi menormalisasi sungai dan menertibkan pemukiman kumuh ke rumah rusun yang lebih manusiawi sebagai bentuk amal saleh yang sepantasnya juga dilakukan umat islam. Lantas apa dasarnya umat islam harus memusuhi Ahok kalau bukan karena rasa dengki dan iri hati yang dilarang oleh islam dan mudah2an diampuni Tuhan.
Dengan kebakaran jenggotnya umat islam atas keberhasilan Ahok selama ini, dan kesibukan umat islam mencari2 kesalahan Ahok untuk menjatuhkan kedudukannya sebagai gubernur, siapa tahu (hikmahnya) justru akan mempercepat proses pembangunan Jakarta oleh seorang Ahok sebagai jawaban atas kemarahan umat islam meskipun akan mempermalukan umat islam yang tak mampu menyaingi prestasi Ahok dalam membangun Jakarta dibandingkan gubernur2 sebelumnya selain Ali Sadikin?
Mudah2an umat islam diberi kekuatan iman, ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi ujian berat dari Tuhan, berupa keberanian untuk sekali2 berkurban perasaan (perasaan malu yang merupakan bagian dari iman) demi keberhasilan pembangunan oleh siapapun, daripada mengurbankan pembangunan hanya demi gengsi dan pencitraan yang belum tentu meraih pahala akherat, pahala dunia apalagi. Yang penting umat islam bisa salat di Masjid, tak peduli siapa yang membangun masjid, banjir dan macet di Jakarta bisa berkurang, tak peduli siapa gubernurnya, sepak bola Indonesia bisa maju, tak peduli Menteri Olahraganya muslim atau non muslim.
Tugas seorang Gubernur (eksekutif) sebenarnya tak lebih sebagai pelayan masyarakat, sekedar melaksanakan Undang2/menjalankan perintah yang dibuat dan diawasi oleh DPRD (lembaga legislatif), bagaikan hubungan antara majikan dan pelayan. Maka akan lebih tepat jika persyaratan beragama islam dikenakan kepada para anggauta DPRD, para pembuat Undang2 yang mewajibkan pemimpin harus islam. Ironisnya, anggauta DPRD sendiri yang mayoritas muslim kurang mendapat kepercayaan dari rakyat yang telah memilihnya, karena konon katanya banyak yang terlibat kasus korupsi. Suatu bukti, sekedar label islam bukan jaminan bagi segala2nya. Jujur saya yakini, sebenarnya masih banyak orang islam yang jauh lebih baik dari Ahok.
Masalahnya, kapan ia bisa muncul kalau kesadaran politik umat/partai islam masih sebatas: “memilih yang bayar daripada yang benar asalkan beragama islam”. Jika umat islam menginginkan berlakunya hukum islam dalam memilih pemimpin yang sesuai dengan pesan Al-Qurán Surat Al-Maaidah 51 yang telah dikritik dan dihina, tapi sekaligus diingatkan dan dipopulerkan oleh Ahok, mengapa umat islam tidak berjuang secara konstitusional mengusulkan diamandemen kembali Undang2 Dasar 45 dengan rumusan misalnya: “Kepala Negara (Presiden/wakil Presiden) dan Kapala Daerah/wakil Kepala Daerah terdiri dari warganegara Indonesia dan PEMELUK AGAMA MAYORITAS dari penduduk daerah masing2”. Tanpa menonjolkan label islam, tapi menjadi daya tarik bagi da’wah islam bukan?
Meski terkesan kurang demokratis, masih lebih baik dari pada ribut2 mengibarkan bendera islam segala, tanpa menyadari bahwa sebenarnya umat islam sedang diadu-domba untuk saling menyalahkan, saling mencari kambing hitam, saling memfitnah, saling memunafikkan, bahkan saling mengkafirkan, hanya gara2 sekedar berbeda pandangan politiknya yang semuanya dilarang oleh Al-Qurán antara lain Surat Al-Hujurat 11: “Hai orang2 yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok2 kaum yang lain, ( padahal) boleh jadi mereka (yang diolok2) lebih baik dari pada mereka (yang mengolok2)….”. Jika ajaran toleransi antar sesama muslim saja (seperti ayat tersebut) umat islam masih sulit mengamalkan, betapa lebih sulitnya mengamalkan ayat berikutnya Al-hujurat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki2 dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa2 dan bersuku2 supaya kamu saling kenal mengenal….” (toleransi antar manusia).
Wallaahulmuwaffiq ilaa aqwamiththariiq. Den Haag, 25-02-2017.