Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Bom Sarinah] Spiritualitas Sebagian Orang Indonesia Soal Hidup-Mati

16 Januari 2016   02:23 Diperbarui: 16 Januari 2016   22:14 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aparat kepolisian berusaha mendekati tempat terjadinya ledakan dan penembakan di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1). (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Sejak tragedi “Bom Sarinah 14 Januari 2016” saya dihujani berita, foto, video, komentar, dan meme seputar itu. Sangat melelahkan, kalau saya sengaja memenuhi kepala dengan hujan “Sarinah”. Mujurnya, pagi sampai sore saya mengerjakan tugas-tugas saya sendiri sehingga tidak perlu 8-10 jam dibombardir satu tragedi.

Saya tidak terlalu menggubris ketika muncul komentar bahwa sebagian orang Indonesia kehilangan kepekaan terhadap krisis (sense of crisis) atau kewaspadaan terhadap teror. Sebagian lainnya memasang tagar “SaveIndonesia”, “PrayforIndonesia”, “Kamitidaktakut”, dan seterusnya. Ada juga yang malah membahas harga pakaaian yang dikenakan oleh beberapa aparat.

Saya berada nun di Balikpapan, manalah merasakan kepanikan atau kekagetan sampai menjadi kesempatan menyaksikan aksi aparat keamanan Indonesia di kawasan Sarinah, Jakarta. Saya tidak bisa berpura-pura untuk bersolidaritas sehingga seolah-olah peka terhadap suatu situasi nasional. Sebaliknya, justru kebingungan yang kian menjadi-jadi.

Hanya saja, yang sangat mengusik saya adalah suasana di sekitar kejadian teror tersebut. Ada foto-foto yang ‘ganjil’ dalam pandangan saya. Misalnya oknum membeli kudapan berlatar tank berderet, pedagang sate tenang mengipasi satenya, masyarakat sekitar asyik menonton seperti film-film laga, dan lain-lain.

Apakah mereka tidak takut? Apakah mereka tidak tegang? Apakah mereka tidak khawatir apabila terjadi peluru nyasar atau bom keliru korban?

Hal-hal yang menjadi pertanyaan saya itulah yang kemudian muncul, dan mengulik pemikiran paling mendasar, yang menjadi batas nadir sikap orang Indonesia. Batas nadir inilah yang pasti sangat mencengangkan para teroris made in asing, dan dunia internasional.  Apakah itu?

Filosofis spiritual paling mendasar, yaitu “sesungguhnya hidup sekadar singgah minum” (sejatine urip mung mampir ngombe), lahir-rezeki-jodoh-mati itu kewenangan Tuhan, nasib orang siapa tahu, pasrah pada takdir, dan lain-lain. Sangat mendasar, dan bersahaja. Tetapi justru hal itulah yang saya tangkap dari sikap orang-orang pada “Tragedi Bom Sarinah” itu.

Seandainya terkena peluru atau bom nyasar, bagaimana? Jangankan peluru atau bom nyasar, mobil nyasar saja bisa terjadi tanpa aba-aba. Jangan mobil nyasar lantas membunuh orang, rumah bisa mendadak kejatuhan pesawat terbang atau asteroid.

Jadi, bagaimana mewaspadai hidup? Hidup yang bagaimana harus diwaspadai karena segala sesuatu tergantung takdir atau “masa kontrak hidup”. Nah, alasan paling polos inilah yang membuat saya tidak heran melihat situasi masyarakat di sekitar Sarinah pada saat terjadinya pengeboman dan baku tembak.

Hidup tergantung takdir. Tidak ada kotbah atau dakwah apa pun yang berisi “waspadailah takdir Anda” atau “jangan takut terhadap takdir”. Takdir adalah mutlak kekuasaan Tuhan; Tuhan Maha Takdir. Bukankah demikian?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun