Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Upaya Mengelola Sumber Daya Manusia (II)

8 Agustus 2019   02:00 Diperbarui: 8 Agustus 2019   08:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Air masih tergenang di bak kontrol."
"Iya. Sudah dua kali aku suruh mereka perbaiki."
"Ah, mereka tidak usah kita pakai lagi!"

Penggalan obrolan itu berdasarkan sebuah kisah nyata ketika saya diminta oleh Elcid memberi instruksi sekaligus pengawasan terhadap pekerjaan pemasangan jaringan air kotor di permukaan tanah sebuah bangunan. Saya baru pertama kali bertemu sekaligus bekerja dengan tukang beserta empat rekannya.

Selain di lokasi itu, di kantor IRGSC pun sedang diadakan perbaikan pada rangka dan penutup plafon, serta talang air hujan pada atap di ruang terbuka antara ruang pertemuan dan dapur. Tim tukang di kantor IRGSC berbeda dengan tim tukang di lokasi itu.

Pada waktu pemasangan talang di kantor IRGSC, saya ikut mengawasi pekerjaan tukang yang hanya dua orang. Saya sempat menyuruh tukang untuk memperbaiki kemiringan talang setelah saya mengujinya dengan menggelontorkan air sebanyak satu ciduk, dan air terhenti (mampat) pada pertengahan talang yang panjangnya lima meter.

Melalui tes sepele itu saya pun membagikan pengetahuan kepada rekan-rekan di IRGSC mengenai talang air. Saya berharap bahwa rekan-rekan bisa lebih mudah mengawasi perbaikan talang di rumah mereka masing-masing tanpa perlu meminta bantuan saya.

Pekerjaan Sepele di Tangan Tukang yang Memble
Sebenarnya kedua pekerjaan tadi (jaringan air kotor dan jaringan air hujan) merupakan pekerjaan yang sepele pada satu alur, dan menggunakan bahan yang mirip (plastik/PVC). Hanya di bangunan berlantai satu. Hanya pada satu arah luncuran air.

Ilmu atau prinsip dasarnya pun sepele. "Air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah". Tidak perlu menggunakan alat bantu, semisal pompa air.

Belum lagi mengenai dampak genangan air, yaitu malaria. Bak kontrol dan jaringan sanitasi dibuat bukanlah untuk tempat budidaya nyamuk malaria.

Lha, apa persoalannya?

Persoalannya hanya pada sumber daya manusia alias tukangnya. Kedua tim "mengaku-aku" sebagai "tukang", tetapi sebenarnya kapasitasnya belum sepadan alias memble -- istilah yang trendi pada 1980-an.

Seseorang yang benar-benar tukang, menurut saya, bukanlah karena "pengakuan pribadi" lantas tidak memahami persoalan sepele dalam lingkup ketukangannya. Kalau memang sudah sampai taraf "tukang", tentu saja, ujian (tes) sepele tidak perlu saya lakukan, saya ajari tentang kemiringan, perilaku air umumnya, dan saya suruh mereka perbaiki, 'kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun