Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seputar Fakta di Balik Kegiatan Pramuka di Sekolah

10 Maret 2020   07:43 Diperbarui: 10 Maret 2020   07:38 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiruk-pikuk pemberitaan tragedi susur sungai di SMP Negeri 1 Turi secara perlahan menghilang. Dengan cepat isyu-isyu lain mulai mengisi ruang publik kita. Sementara pihak-pihak yang dianggap bertanggungjawab tengah berhadapan dengan masalah hukum, masyarakat sudah tidak peduli lagi. Begitu mudahnya masyarakat kita membangun dan melupakan sebuah isyu. Ataukah ini yang sering dinamakan konsep forget and forgive?

Tulisan saya kali ini tidak akan membahas tragedi tersebut. Penekanan tulisan lebih tertuju pada kegiatan Pramuka itu sendiri. Dimana semua ini saya dasarkan pada pengalaman menjadi pembina Pramuka selama hampir 20 tahun. Dan fakta-fakta yang tersaji mungkin tidak pernah ada dalam benak kita semua.

Pertama, keberadaan para alumni dalam kegiatan Pramuka. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para alumni sering terlibat dalam kegiatan Pramuka di sekolah. Dan biasanya mereka muncul pada kegiatan di luar sekolah, seperti dalam hiking maupun perkemahan. Hal ini sebenarnya wajar-wajar saja. 

Sebab merupakan bukti ikatan batin antara mereka dengan almamaternya. Sekaligus kegiatan ini menjadi ajang silaturahmi atau nostalgia bagi mereka. Hal ini menjadi tidak wajar ketika mereka terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Dan tidak jarang mereka justru yang mendominasi kegiatan yang ada. Aspek senioritas yang membuat adik-adik kelas tidak berani melawan atau menegur sekalipun. Dan terkadang para pembinapun merestui keterlibatan mereka.

Kedua, pelanggaran terhadap SOP. Sebuah kegiatan yang telah rutin dilaksanakan sering membuat pihak pelaksana melangkahi prosedur yang ada. Sebagai contoh adalah pernyataan kepala SMP Negeri 1 Turi yang mengatakan bahwa dia tidak mengetahui kegiatan tersebut. Dan dikatakan pula tidak ada yang memberitahukan padanya akan kegiatan ini. 

Ucapan yang selanjutnya menjadi bahan hujatan berbagai pihak ini bisa jadi benar. Karena betapa sering kita temukan di lapangan prinsip tahu sama tahu (TST) lah yang mengemuka. Panitia kegiatan terkadang tidak memberitahukan secara resmi kegiatan tersebut, dalam benak mereka terpatri anggapan, pasti kepala sekolah sudah tahu akan kegiatan tersebut.

Ketiga, sebagian besar pembina Pramuka tidak memiliki kualifikasi yang memadai. Fakta ini dengan mudah dapat ditemukan di lapangan. Pada beberapa sekolah, biasanya tugas pembina Pramuka diberikan pada beberapa guru yang kekurangan jam, dan juga pada guru-guru muda. Sehingga keberadaan mereka dalam kegiatan tersebut adalah sebagai pemenuhan jam belaka. Sementara urusan kompetensi dikesampingkan.

Padahal, seharusnya seorang pembina pramuka seharusnya memiliki kualifikasi yang memadai. Kualifikasi tersebut ditunjukkan dengan sertifikat pelatihan yang sering dikenal dengan nama Kursus Mahir Dasar (KMD), Kursus Mahir Lanjut (KML) dan lain-lain. dimana sertifikat tersebut diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Kwartir Cabang (Kwarcab)

Dampak dari kompetensi yang tidak mereka miliki tampak dalam kegiatan di lapangan. Pengampu kegiatan biasanya diserahkan pada para senior, Dewan Galang untuk SMP dan Bantara untuk tingkat SMA dan SMK. Sedangkan para pembina cukup duduk manis di ruang guru atau di pinggir lapangan. Keberadaan mereka hanya tampak di upacara pembukaan dan penutupan saja. Sungguh sebuah ironi.

Ketiga fakta tersebut tidak akan terungkap ke permukaan saat semua baik-baik saja. Namun saat muncul kejadian luar biasa seperti apa yang menimpa anak-anak kita di SMP Negeri 1 Turi, semua tercengang dibuatnya. Sikap saling menyalahkan dan mencoba untuk cuci tangan akhirnya justru menjadi tontonan yang memiriskan. Bagaimana tidak, jika kompetensi yang seharusnya dimiliki tidak mereka punyai. Sementara dalam situasi darurat hal tersebut sangat diperlukan.

Pada akhirnya hal ini menjadi satu bahan renungan untuk siapapun yang memegang kegiatan Pramuka, baik dari tingkat sekolah hingga Kwarcab. Bagaimanapun juga hendaknya kompetensilah yang diutamakan untuk menunjuk seorang pembina.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun