Mohon tunggu...
Agus Hermawan
Agus Hermawan Mohon Tunggu... -

Pendidik di SMA Negeri 26 Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Bekukan Otak Sendiri

1 Maret 2011   05:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:10 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Boleh jadi bila salah seorang sahabat, Kompasianer, mas Harrys Simanungkalit, tidak meminta untuk melengkapi tulisan berjudul “Kelahiran Buku Pertamaku” dengan ditampilkan cover bukunya, bisa jadi tulisan ini tidak bakalan mewujud dan tidak dapat dinikmati Kompasianers—GR nich yeeee.

Di bawah komentar panjang mas Harrys tertulis, “Btw, tampilkan dong Pak cover bukunya tulisan Bapak ini. Kami jadi ingin sekali melihatnya.” Dengan permintaan ini saya merasa perlu untuk menampilkan cover buku saya yang pertama, “Agar Otak Tidak Beku Ajaklah Berselancar”. Berkat permintaan ini pula saya tertantang untuk menulis sebuah artikel. Itulah yang terjadi pembaca, mas Harrys telah memancing saya agar segera menulis kembali, sekalipun permintaanya hanya menampilkan cover. Terima kasih mas Harrys.

Oh ya Kompasianers, mengenai sejarah kelahiran buku tersebut dapat dibaca di artikel saya sebelumnya dengan judul di atas. Sekarang mumpung saya lagi mengetik, ijinkanlah memperkaya tulisan ini, mengapa saya memilih judul tersebut?

Saya pernah ngobrol dengan seorang doktor yang sangat memahami bidang pendidikan. Beliau pernah mengatakan bahwa bila seorang doktor tidak membaca buku dalam sebulan minimal sebuah maka dapat diartikan orang ini telah kehilangan gelar doktornya, demikian juga bila seorang lulusan pasca sarjana yang melakukannya maka hilanglah gelar S2 yang disandang, dan bila seorang sarjana pun demikian, hilanglah gelar sarjana alias gelar S1 di belakang atau depan namanya.

Jadi kalau seorang doktor tidak membaca buku satupun dalam tiga bulan berturut-turut diibaratkan bak anak lulusan SMA yang masih memiliki pengetahuan sempit? Begitulah ungkap beliau. Sahabat boleh percaya, boleh juga tidak.

Nah, “agar otak tidak beku” saya ibaratkan dengan orang yang sudah kelamaan meninggalkan buku. Jadi pengetahuan di otak perlahan-lahan berkurang kadarnya sehingga jiwa inovatif dan kreatif yang dimiliki perlahan nyaris padam. Sehingga “agar otak tidak beku” diibaratkan sebagai seseorang yang jarang menyentuh apalagi membaca buku.

Bagaimana “agar otak tidak beku”? Jawaban saya dalam buku ini adalah “ajaklah berselancar”. Kok berselancar? Tentu saja berselancar disini bukan berarti kita harus pergi ke pantai kemudian melengkapi diri dengan segala alat berselancar di lautan. Namun, berselancar dapat diartikan menjelajah atau mencari atau menemukan, singkatnya membaca. Membaca dari berbagai sumber khususnya buku-buku. Buku-buku ini dapat dibeli dari toko buku atau sekedar meminjam dari perpustakaan. Bahkan yang lebih heboh, sekedar nimbrung membaca buku-buku baru di toko heheheh....

Setelah melakukan kegiatan membaca dapat dipastikan pengetahuan dalam otak bertambah. Ketika otak sudah begitu banyak menampung pengetahuan biasanya seseorang mulai gelisah. Gelisah ingin berbagi pengetahuan yang dimiliki. Dia mencari cara bagaimana menyalurkan keinginan ini? Dan, tentu saja cara yang paling banyak dipilih adalah menulis. Ya menulis, seperti para Kompasianer yang kerap menulis. Bagaimana rasanya Kompasianer setelah menuntaskan sebuah artikel? Plooooong....

“Agar Otak Tidak Beku Ajaklah Berselancar” inilah yang saya coba paparkan kepada orang-orang yang “nyaris” otaknya mem”beku”. Lalu, dipersembahkan juga buat orang-orang yang baru mulai mau menulis. Harapan saya orang yang membaca buku ini beberapa menit setelah tuntas atau ditengah-tengah membaca segera mengambil alat tulis menulis atau menghidupkan PC/laptop untuk segera menulis. Karena jaminanya, “Buku ini membuat Anda berani menggoreskan kata pembuka untuk memulai sebuah tulisan.” Seperti tertulis dalam anak judul buku ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun