Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuhan, Apakah Aku Mencintaimu? (10)

5 Juni 2017   11:33 Diperbarui: 5 Juni 2017   11:38 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(artikel rutin Ramadhan yang di posting setiap waktu Sahur)

Ada sebuah kejadian aneh di sebuah desa. Ada seorang remaja putri di desa ini yang menjalankan ibadah dalam tata cara agama Islam. Keluarganya Islam dan dapat dikatakan taat dalam menjalankan agama. Remaja putri ini belum pernah keluar desa karena kondisi perekonomian orang tuanya yang menyebabkan remaja putri ini menikmati hari-harinya hanya membantu berjualan ibunya ke pasar dan sore harinya menghabiskan waktu sampai waktu sholat untuk mengaji. Bahkan remaja putri yang bernama Siti ini tidak mengenyam bangku pendidikan dasar karena bapaknya ingin ia membantu ibunya berjualan dengan sepenuh waktunya. Satu-satunya pendidikan yang ia dapat hanyalah mengaji di sore hari.

Pada satu waktu di bulan Puasa, Siti tak ketinggalan untuk selalu berpuasa penuh seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan pada bulan puasa seperti ini, Siti selalu menambah amalan ibadahnya. Jam mengajinya ditambah.

Setelah melampaui hari ke lima belas puasa, Siti masih berdiam diri di Surau (masjid kecil di kampungnya) setelah sholat tarawih selesai. Siti melakukan dzikir dan berdoa kepada Allah dengan khusyuknya malam itu. Hingga tiba-tiba, langit-langit surau itu terang benderang. Siti melihat sekeliling dan para ibu-ibu yang masih ada di surau diam saja seakan-akan tidak melihat apa-apa. Dari sinar yang terang di langit-langit surau kemudian munculah sebuah tanda yang membuat Siti sangat kaget. Siti segera pulang dan membawa pengalaman malam itu di surau bagi dirinya sendiri tanpa bercerita kepada siapapun juga termasuk bapak dan ibunya.

Beberapa hari setelah itu, Siti tidak pergi ke surau karena takut akan mengalami hal yang sama. Apabila orang tuanya menanyakan mengapa Siti tidak pergi tarawih ke surau maka Siti beralasan bahwa ia tidak enak badan. Sebuah sinar terang dan munculnya sebuah tanda dari sinar  itu benar-benar mengganggu pikiran Siti. Apa itu sinar terang? Tanda apakah yang muncul itu?

Melewati hari ke dua puluh satu, karena semakin mendekati hari Lebaran maka Siti memutuskan untuk memberanikan diri kembali ke surau. Kebetulan di atas hari ke duapuluh satu, surau tambah ramai karena banyak yang menghabiskan malam di surau untuk mengaji karena bertepatan dengan ‘malam lailatul qadar’.

Malam itu Siti duduk dan mulai mengaji layaknya yang lain di surau itu.  Entah sudah berapa lama Siti duduk di surau itu, tiba-tiba sinar terang kembali muncul di langit-langit surau. Dan kali ini tidak disertai munculnya sebuah tanda melainkan munculnya sosok manusia yang tidak dikenalinya. Wajahnya bercahaya dan senyumnya sangat mendamaikan. Siti makin ketakutan karena ia benar-benar tidak tahu apa cahaya dan siapa sosok manusia itu. Seketika itu juga ia pulang ke rumah membawa segudang tanda tanya dan rasa takut.

Mengapa cahaya terang, sebuah tanda dan sosok manusia bercahaya muncul di surau? Apakah ada hubungannya dengan kegiatan mengaji yang dilakukan banyak orang di surau itu? kalau iya apa itu?

Siti benar-benar memendam semua yang dialaminya karena ia takut disalahkan ketika bercerita kepada orang lain. Dan sejak itu ia benar-benar takut untuk pergi ke surau di desanya itu.

Sehabis Lebaran, ada tawaran dari keluarga bapaknya Siti berkunjung ke rumah orang tuanya tentang lowongan pekerjaan sebagai buruh pabrik di kota. Tawaran itu langsung diterima oleh Siti karena ia ingin keluar desanya yang disebabkan oleh pengalaman aneh di Surau tersebut. Orang tuanya juga menyetujui mengingat Siti yang tidak menyenyam pendidikan namun diusahakan dapat bekerja sebagai buruh pabrik. Akhirnya diputuskan bahwa satu bulan setelah lebaran, Siti ikut keluarga dari bapaknya pindah ke Kota dan bekerja sebagai buruh pabrik.

Di kota, Siti tinggal di rumah kontrakan keluarga dari bapaknya yang tidak jauh tempatnya dari pabrik tempat Siti bekerja. Jadi apabila akan ke Pabrik maka Siti cukup berjalan kaki saja. Siti sebagai perempuan yang taat beragama selalu melakukan ibadah yang tidak pernah ditinggalkannya dan tepat waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun