Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Yakin, Mau Selamanya Melajang?

18 Januari 2017   21:59 Diperbarui: 19 Januari 2017   05:19 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kali pernah saya mendengar, kalimat yang menjurus pada nada patah semangat  atau apapun istilahnya. Utamanya untuk satu urusan, yang terkait dengan belum ada tanda-tanda kehadiran pasangan jiwa.

Apalagi, bagi orang dengan usia sudah pantas menikah. Setelah berbagai usaha diterapkan, mencari calon suami/ istri baik dengan mandiri atau minta dicomblangin. Sengaja memperluas pergaulan, demi mendapat lingkungan pergaulan baru. Atau menitip pesan pada teman atau sahabat, kalau saja ada kenalan yang memiliki misi sama yaitu mencari pendamping hidup.

"Saya pengin mencari suami/istri ya, bukan pacar !" pesan disampaikan

Seperti bekejaran dengan waktu, diri sendiri seperti ditempeli label tanggal expire sudah mendekati atau melewati masa kedaluwarsa.

Sungguh seperti berada di ujung tanduk, benar-benar pada situasi tidak mengenakkan. Terlebih kalau ada orang di lingkungan terdekat, tanpa sungkan kerap melontarkan pertanyaan "mana calonmu". Pasti sangat menyebalkan, menganggap saudara ini tidak peka dengan perasaan orang lain.

Alhasil yang ditanya jadi baper, berusaha menghindari pertemuan keluarga besar dengan aneka alasan. Pada acara kumpul-kumpul, berubah menjadi acara yang menyiksa batin. Entah perasaan yang dibuat sendiri atau apalah, seolah setiap tatapan mata, ucapan sapa, senyuman atau tawa dari lawan bicara, baik terselubung atau terang-terangan seolah begitu berpotensi menjatuhkan diri.

Pertanyaan "Lho kok sendiri saja", dianggap sebagai sindiran, padahal bisa jadi maksudnya tidak. Bahasan tentang kelahiran anggota keluarga baru, adalah kabar gembira sekaligus "menyiksa" batin. Pun ketika ada perundingan rencana lamaran keluarga jauh, menjadi semacam perundingan yang berakhir memojokkan.-- susah benar hidup, saya pernah mengalami hehehe.

Yakinlah, bahwa setiap manusia diberi ujian berdasarkan kekuatan si manusia itu sendiri. Ketidakberdayaan atau perasaan menyerah, bisa jadi perasaan yang terbangun karena belum menyadari dan mengenali kekuatan sendiri-- jadi kalimat filsuf gini ya hehe.

-0oo0-

Seharian ada acara di kawasan kota tua, lalu lintas menuju Semanggi butuh waktu hampir dua jam. Rute kami tempuh menggunakan bus badan besar, kebetulan bebarengan dengan jam pulang kantor.

Bisa dibayangkan betapa padatnya lalu lintas, setiap kendaraan mampu bergeser dari meter ke meter. Lebih banyak berhenti dari pada bergerak, harus berbagi bahu jalan dengan kendaraan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun