Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Istri Bekerja atau Menjadi Ibu Rumah Tangga, Bagaimana Pandangan Suami?

21 Juli 2017   04:07 Diperbarui: 21 Juli 2017   21:11 33932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pandangan Suami terhadap Pilihan Istri Bekerja atau Jadi IRT| Sumber: Rex Features

Pada forum diskusi atau beranda media sosial, kerap saya mendapati dua kubu  berseberangan pendapat. Polemik antara istri bekerja atau menjadi ibu rumah tangga (IRT), rasanya ibarat lingkaran tak memiliki ujung dan atau pangkal.  

Karena opini ini dilihat dari dua sudut pandang berbeda, masing masing orang (maunya) membenarkan pendapat sendiri. Padahal apa guna dipertentangkan, toh resiko pilihan dirasakan sendiri oleh si pembuat keputusan.

"Sayang banget dong, sudah sekolah tinggi tapi ujungnya jadi IRT" ujar wanita karier

Sudut pandang ini bisa saja benar, tentu menurut pendapat istri yang memilih bekerja. Dengan aktivitas ibu yang pekerja kantoran, sebagai cara menerapkan disiplin ilmu selama di bangku sekolah. Benefit yang didapatkan berupa gaji bulanan, sangat bisa untuk mendukung keuangan keluarga.

Logikanya juga sangat masuk akal, kalau pasangan suami dan istri bekerja maka akan memiliki double income. Alhasil pengeluaran keluarga disokong berdua, tentu bisa memenuhi lebih banyak kebutuhan rumah tangga.

Sumber: tebarhikmah(dot)com
Sumber: tebarhikmah(dot)com
"Saya ingin fokus merawat dan membesarkan anak-anak, perhatian ibu tidak bisa digantikan dengan uang" sahut Ibu rumah tangga.

Pandangan ini juga tidak bisa disalahkan, si ibu bisa meringankan beban suami dengan caranya sendiri. Mengurus rumah dan mengasuh anak sendiri, sehingga budget untuk asisten rumah tangga dan baby sitter bisa dipangkas atau ditiadakan.

Toh kalaupun suami memberi uang lebih atas totalitas istri di rumah, yang dikasih istri sendiri alias bukan orang lain.

Sebaiknya  pilih yang mana?

Pilihan mana saja silakan, karena tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar, ini bukan tentang salah dan benar. Hukum kehidupan sangat adil, apa yang didapatkan seseorang sejajar dengan yang diperbuat.

Mau jadi istri yang pekerja, monggo silakan saja bebas tidak ada yang salah dengan istri yang berkarier. Atau mau menjadi ibu rumah tangga, sangat diperbolehkan karena itu hak asasi yang tak bisa diganggu gugat.

Semua pilihan membawa resiko sendiri sendiri, tak perlu ada yang dipertentangkan. Masing-masing kita membawa akibat sendiri sendiri, pertentangan akan menghabiskan energi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun