Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sampai Rasa Sayang Itu Berubah Menjerumuskan

2 April 2019   03:37 Diperbarui: 2 April 2019   05:47 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki usia dewasa (sekira umur 18), saya pernah merasa seperti "dibuang" ibu dan ayah. Pasalnya, beberapa hari setelah kelulusan SMA, saya berangkat merantau ke Jogjakarta sendiri. "Bismillah," berbekal selembar tulisan alamat kost kakak kelas, tekad yang belum bulat dan kaki didera gamang ini terpaksa melangkah.

Kepergian itu, menjadi pengalaman pertama bepergian jarak jauh seorang diri. antara yakin dan bingung, saya duduk di kursi bus jurusan kota gudeg. Ketika roda bus perlahan bergerak, dada ini bergemuruh, hati semakin ciut dan terpaut apalagi saat beranjak meninggalkan terminal.

Saya berusaha menguasai diri, meyakinkan bahwa ini adalah jalan terbaik,  sudah waktunya saya meninggalkan kampung halaman untuk pencapaian lebih.  "Tapi nggak gini juga caranya" protes batin ini.

sepanjang perjalanan saya merutuk "ayah ibu tega banget, diantar kek" dua bola mata basah tak berkesudahan -- hahaha lucu kalau ingat ini. Tidak seperti bepergian biasanya, saya sama sekali tidak menikmati perjalanan, mata tidak bisa merem meski kepala pusing (akibat kelamaan nangis)

Sampai di Jogja menjelang senja, saya membuka kertas catatan, merunut rute dan kendaraan harus dinaiki menuju daerah Wirobrajan. Siapa nyana, langkah-langkah kecil itu menjadi tonggak, kini menjelma untuk langkah lebih jauh bahkan sampai negeri seberang.

Tanpa terasa masa lewat seperempat abad (duh makin tua saja umur nih), mengenang kejadian awal merantau, selalu saja mengembangkan bibir ini. Saya mensyukuri apa yang telah saya lalui, pahit dan getir sebagai perantauan, setidaknya telah membentuk diri sampai seperti sekarang.

Kalau dulu ayah dan ibu memberati langkah (atas alasan sayang), mungkin sampai sekarang saya masih berdiam diri di kampung halaman. Enggan bepergian jauh seorang diri, ragu mengambil keputusan, tak gegas berinisiatif dan jangan-jangan tidak punya mimpi.

-------

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Melepas anak pergi, nyatanya memang bukan hal yang mudah bagi orangtua, setidaknya Itu sudah saya rasakan, setelah menjadi ayah yang anaknya tidak di rumah. Saya belajar mengesampingkan ego (atau tepatnya mengelola ego), membiasakan diri tidak melihat dan bertemu anak saban hari.

Sungguh, cara mengungkapkan rasa sayang memang unik dan komplek. Ada saatnya, kita dihadapkan pada situasi yang dilematis. Bahwa sayang bisa saja berwajah tega (kalau tidak mau dibilang kejam),  sekilas terkesan tak punya hati, padahal semua demi kebaikan yang disayangi.

"Ayah selalu sayang kakak, sampai kapanpun" saya meyakinkan anak lanang. Sebagai orangtua, saya tetap menyayangi anak, bahkan sampai kelak anak dewasa, berkeluarga dan menjadikan saya seorang kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun