Mohon tunggu...
Agung Gintu
Agung Gintu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pertanian dan Hujan Asam

22 September 2018   04:12 Diperbarui: 22 September 2018   04:18 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peningkatan populasi penduduk disuatu daerah mengakibatkan kebutuhan akan pangan meningkat, peningkatan kebutuhan pangan menyababkan inovasi dibidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi mesin-mesin bermotor untuk mempermudah dan mempercepat proses pertanian dan distribusi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Akibat inovasi ini banyak pekerjaan di bidang pertanian sudah digantikan oleh mesin misalnya membajak, untuk mempercepat dan mempermudah manusia sekarang membajak telah menggunakan mesin traktor yaitu suatu pembajak mekanis bermesin disel yang menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya(Kindersley, 2009). 

Semakin hari semakin banyak mesin-mesin dioperasikan sehingga kebutuhan akan bahan bakar fosil meningkat. Peningkatan penggunaan bahan bakar fosil diikuti oleh meningkatnya polutan yang disebabkan oleh gas buangan sisa pembakaran bahan bakar pada mesin. 

Peningkatan polutan ini juga mengakibatkan efek samping yang berbahaya selain polusi yakni hujan asam (Kindersley, 2009).

Peningkatan kebutuhan pangan juga diikuti meningkatnya kecepatan siklus tanam dan panen serta meningkatnya kebutuhan akan lahan. Setelah panen, petani umunya memilih untuk membakar sisa panennya untuk mengurangi tumpukan massa agar lahannya dapat cepat ditanami lagi (untuk mempercepat siklus tanam dan panen) (bbpadi.litbang.pertanian.go.id). 

Perilaku ini didorong oleh pemenuhan kebutuhan primer (pangan) dan kebutuhan ekonomi (untuk dijual). kemudian saat membutuhkan lahan pertanian baru, maka petani perlu membuka lahan baru atau memperluas lahan yang sudah ada. 

Ditengah tuntutan ekonomi yang meningkat maka muncullah gagasan untuk membakar hutan untuk dijadikan lahan, membakar dianggap lebih praktis dan dapat menekan biaya pembukaan lahan. Aktifitas pembakaran di bidang pertanian baik pembakaran hasil panen dan pembakaran untuk pembukaan lahan merupakan hal yang umum dikalangan petani di Indosesia (bbpadi.litbang.pertanian.go.id) namun tanpa disadari, proses pembakaran juga dapat melepas polutan yang selain bersifat mencemari udara juga berpotensi menyebabkan hujan asam

Hujan asam di daerah pertanian dianggap sangat merugikan bagi daerah pertanian karena dapat merusak tanaman di ladang. Tubuh tanamat dapat dibuat cacat oleh hujan asam. Selain tehadap tanaman budidaya, hujan asam juga mengganggu kesetimbangan pH tanah, air dan air tanah di ladang pertanian.

Tujuan dariartikel ini adalah memaparkan tentang aktifitas pertanian yang berpotensi menyebabkan hujan asam. semogabermanfaat bagi pembaca

Berikut dijelaskan tentan Penyebab hujan asam akibat aktivitas pertanian

  • Gas Sulfur dioksida dalam udara ambien dihasilkan dari pembakaran bahan bakar oleh mesin-mesin bermotor dan juga dihasilkan dari pembakaran seperti pembakaran arang dan/atau kayu. Setelah berjam -- jam atau berhari -- hari tercampur dengan udara, gas Sulfur Dioksida membentuk partikel yang sangat halus disebut Sulfat (SO4) dan dapat menembus bagian terdalam paru -- paru dan bercampur dalam air dalam paru -- paru membentukasam belerang, tapi bila di udara Sulfat ini akan bereaksi dengan air dan mengakibatkan hujan asam. Selain berpengaruh pada kesehatan manusia, Sulfur dioksida juga berpengaruh pada  hewan dan tumbuhan. Pengaruh Sulfur Dioksida pada hewan hampir sama dengan pengaruh pada menusia, sedangkan pada tumbuhan adanya pengaruh Sulfur Dioksida mengakibatkan perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning dan juga menimbulkan bercak putih pada daun yang terpapar (Sugiarta, 2008; Daud dan Blego, 2010; Susanto, 2005).
  • Aktivitas pertanian yang menghasilkan polutan SO2 adalah asap mesin bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan/atau solar (Sugiarta, 2008; Daud dan Blego, 2010; Susanto, 2005), juga dari pembakaran limbah pertanian seperti sekam padi, jerami padi, tongkol jagung dan batang jagung. Struktur tubuh tumbuhan umumnya mengandung Sulfur atau Oksida Sulfur pada selulosa dan lignoselulosanya, ketika tumbuhan dibakar maka Sulfur dan Oksida Sulfurnya akan terlepas ke lingkungan bersama asap pembakaran (Dobermann and Thomas, 2000).
  • Adanya konsentrasi gas Nitrogen Dioksida di udara selain diakibatkan oleh mesin bermotor bermotor (39%), juga diakibatkan oleh pembakaran arang kayu. Konsentrasi gas Nitrogen Dioksida setiap daerah bervariasi sepanjang hari tergantung pada sinar matahari, mobilitas kendaraan bermotor dan aktivitas penduduk. Dari perhitungan kecepatan emisi NOx, diketahui bahwa waktu tinggal rata -- rata NO2 di atmosfir kira -- kira 3 hari sedangkan waktu tinggal NO adalh 4 hari. Gas ini bersifat akumulatif dan bila bercampur dengan air di udara akan mengakibatkan hujan asam (Sugiarta, 2008; Susanto, 2005). Konsentrasi NO2 dalam udara ambien dapat dianalisa dengan metode spekrtofotometrik menggunakan pereaksi Griess-Saltzman (SNI 19-4841-1998 dan SNI SNI 19-7119.2-2005). Reaksi penjerapan Reagen Griess-Saltzman terhadap NO ditunjukkan pada Gambar 1.
  • Gambar 1. Reaksi Penjerapan NO oleh Pereaksi Griess - Saltzman (SNI 19-7119.2-2005).
  • Waktu sampling NOx dengan menggunakan pereaksi Saltzman yang paling optimum adalah 1 jam. Pereaksi Saltzman menunjukkan perubahan warna setelah bereaksi dengan NO, warna ini berasal dari senyawa kompleks azo dan warnanya akan stabil setelah 15 menit bereaksi sementara waktu yang dibutuhkan untuk munculya warna pertama kali adalah 5 -- 10 menit setelah udara dialirkan melewati pereaksi Saltzman sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu sampling yang optimum untuk pereaksi Saltzman adalah 1 jam. Struktur senyawa kompleks Azo yang berwarna merah muda hasil dari reaksi antara pereaksi Saltzman dan gas NOx ditunjukkan pada Gambar 2 (SNI 19-7119.2-2005).

  • Gambar 2 Senyawa Azo dye hasil akhir reaksi penjerapan NO
    • Sama halnya dengan SO2, aktivitas pertanian juga menghasilkan polutan NO2 dari asap mesin bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan/atau solar (Sugiarta, 2008; Daud dan Blego, 2010; Susanto, 2005), juga dari pembakaran limbah pertanian seperti sekam padi, jerami padi, tongkol jagung dan batang jagung. Struktur tubuh tumbuhan umumnya mengandung Nitrogen atau oksida pada selulosa, lignoselulosa, dan protein nabatinya, ketika tumbuhan dibakar maka Nitrogen dan Oksida Nitrogennya akan terlepas ke lingkungan bersama asap pembakaran (Dobermann and Thomas, 2000).
  • Hujan asam merupakan efek dari terkondensasinya anion-anion polutan seperti Cl-, SO42- dan NO3- di atmosfir kemudian berikatan dengan hirdogen lalu membentuk asam halogennya seperti H2SO4 dan HNO3. Asam-asam tersebut kemudian turun bersama hujan sehingga air hujan memiliki pH rendah di kisaran asam. Untuk daerah pertanian, hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak struktur tubuh tanaman budidaya, juga dapat mengganggu kesetimbangan pH tanah, air dan air tanah. Tubuh tanaman yang paling rentat terkena hujan asam adalah daun karena pada daun konsentrasi selulosa cukup rendah dibanding batang sehingga daun akan berlubang atau tepiannya sobek-sobek karena terhidrolisis oleh hujan asam. Hujan asam di daerah pertanian juga akan merugikan karena askan membuat perkaratan jika terkena alat-alat pertanian yang berbahan logam (Chang, 2010; Kindersley, 2009; Petrucci, 1987).
    Seiring berkembanggnya teknologi, dunia pertanian juga ikut terjamah oleh kemajuan tersebut. Banyak pekerjaan yang sudah menggunakan tenaga mesin bermotor dan kendaraan bermotor, diantaranya adalah membajak, merontokan padi dari batang, dan pengangkutan hasil panen. Di jaman dahulu, ketiga pekerjaan tersebut dilakukan menggunakan tenaga manusia dan hewan, sekarang sudah digantikan oleh mesin seperti traktor dan mobil pengangkut. Namun kemajuan teknologi ini juga menghasilkan dampak terhadap lingkungan karena penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energy penggerak motornya. Bahan bakar fosil menghasilkan beberapa gas buangan seperti CO2, Pb, NO2 dan SO4, diantara polutan-polutan tersebut NO2 dan SO4 sangat potensial menimbulkan hujan asam. Kendatipun demikian, kebutuhan akan pangan terus meningkat mengikuti pertumbuhan penduduk disuatu wilayah sehingga lahan pertanian diperluas, perluasan lahan pertanian diikuti dengan meningkatnya kebutuhan mesin-mesin pertanian serta peningkatan konsumsi bahan bakar fosil. Peningkatan konsumsi bahan bakar fosil mengakibatkan peningkatan konsentrasi polutan di udara ambien. Untuk mencegah masalah polutan dari bahan bakar fosil maka digagaskan penggunaan bahan bakar nabati seperti Biodisel, Biosolar dan Bioetanol sebagai bahan bakar mesin-mesin pertanian tersebut. Bahan bakar nabati lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil, dan pertanian Indonesia sangat potensial untuk menghasilkan bahan bakar nabati tersebut.
    Aktifitas pertanian lain yang menyebabkan polutan dan hujan asam adalah pembakaran lahan dan pembakaran sisa panen (umumnya padi, jagung dan tempurung kelapa). Tubuh tumbuhan tersusun dari selulosa dan lignoselulosa yang mengikat S, SOx, N dan NOx sebagai gugus fungsinya (Harborne 1987), dan tanaman pertanian yang paling sering dibakar adalah jerami padi. Komposisi kimia jerami padi ditunjukkan pada Tabel 1.
    Tabel 1. Komposisi Kimia Jerami Padi (Karimi et al, 2006)

    Kandungan

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Nature Selengkapnya
    Lihat Nature Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun