Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jakarta Banjir Besar, Bencana atau Efek Politik yang "Terlalu"?

2 Januari 2020   08:03 Diperbarui: 2 Januari 2020   08:05 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Jakarta salah siapa? | Sumber gambar : cnnindonesia.com

Memasuki pergantian tahun 2020 kawasan Jabodetabek diguyur hujan lebat sepanjang malam. Efeknya bisa ditebak, banjir besar menggenangi kawasan ibukota dan sekitarnya. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, banjir yang terjadi pada awal tahun 2020 ini bisa dibilang masuk kategori paling parah. Khususnya jika dikaitkan dengan jangkauan banjir yang lebih luas dari biasanya.

Warga yang bertempat tinggal di wilayah Pulo Cempaka, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta selatan misalnya yang mengatakan bahwa sudah pulah tahun mereka tidak "terpapar" banjir dan baru kali ini mengalami kembali. Beberapa pihak terkesan memandang sinis bencana banjir yang melanda wilayah ibukota dan sekitarnya. Dan satu orang yang biasanya menjadi "kambing hitam" persoalan banjir Jakarta tidak lain dan tidak bukan adalah gubernurnya, Anies Baswedan. Tidak sedikit yang membandingkan kinerja Anies dengan gubernur era sebelumnya dalam menangani banjir.

Banjir kali ini memang bisa dibilang luar biasa. BBC Indonesia melansir ada sekitar 9 orang meninggal dunia dan lebih dari 19.000 orang mengungsi. Jakarta dan sekitarnya yang biasanya dipenuhi oleh manusia dan kendaraan bermotor kini seakan "terusir" oleh kepungan air dari segala penjuru. Gembor-gembor langkah pencegahan banjir yang sebelumnya dikemukakan seolah tidak berguna sama sekali. Sumur resapan tidak terlihat berkontribusi sama sekali.

Entah karena jumlah sumurnya yang terlalu sedikit atau karena debit air yang memag luar biasa besar. Sungai-sungai di wilayah Jakarta dan sekitarnya yang semestinya menjadi sarana pengalir air agar tidak banjir justru "berkontribusi" besar sebagai sumber banjir ibu kota. Air dari sungai meluap dari jalur alirannya dan beranjak memasuki rumah warga bahkan hingga ke tengah kota. Apakah ini karena ketidakmampuan pemerintah daerah serta pemerintah pusat dalam membuat tata kelola kota yang baik atau memang karena alam yang semakin tidak bersahabat dengan kita?

Jakarta, wilayah yang menjadi otoritas Gubernur Anies Baswedan memang memiliki "keunikan" tersendiri. Entah keunikan yang sudah dari "sono"-nya seperti itu ataukah karena perencanaan kota yang tidak terskema secara rapi sejak dulu. Dalam suatu pemberitaan di salah satu televisi nasional disampaikan bahwa 80% waduk Jakarta mengalami kerusakan hingga hanya tersisa sekitar 200 waduk saja dari sebelumnya ada 800 waduk.

Belum lagi wilayah Jakarta yang berbentuk seperti mangkok sehingga menjadi kawasan yang menampung air dari wilayah-wilayah di sekitarnya. Hal ini diperparah dengan banyaknya gedung-gedung tinggi menjulang yang menekan tinggi lapisan tanah. Diperkirakan selama beberapa tahun terakhir tanah Jakarta mengalami pemapasan sekitar 4,1 meter lebih rendah dari sebelumnya.

Selain itu, kawasan Jakarta secara geografis berada pada posisi lebih rendah dari permukaan air laut yang berdampak terjadinya banjir kala air laut pasang. Beberapa hal ini sudah cukup memberi gambaran bahwa kawasan Jakarta memang memiliki potensi yang lebih dari cukup sebagai kawasan langganan banjir.

Terkait hujan besar diawal tahun 2020 ini, seorang pakar cuaca dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, menyatakan adanya fenomena "Cold Surge" yang menyebabkan terbentuknya awan hujan dengan lebih mudah. Akibatnya intensitas hujan pun mengalami peningkatan termasuk di wilayah-wilayah seperti Bogor yang menjadi "penyuplai" utama banjir Jakarta. Menilik fenomena ini, masihkah kita patut mempersalahkan pemerintah beserta jajarannya atas banjir besar ini?

Sebenarnya sebagai warga negara yang mengharapkan layanan dan perlindungan terbaik dari pemimpinnya, bencana banjir ini sudah sepatutnya menjadi alasan melabeli mereka tidak becus dan membuat tata kelola wilayah yang baik. Akan teapi hal itu sekarang tidak akan mampu menghapus fakta bahwa banjir besar telah terjadi. Untuk saat ini kita berharap agar pihak-pihak berwenang segera bergegas memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak banjir ini.

Apalagi mengingat fakta bahwa sudah ada korban jiwa akibat hal ini. Menuduh satu pihak atau pihak lain bertanggung jawab sementara bisa ditangguhkan terlebih dahulu. Keselamatan jiwa warga korban banjir adalah yang utama. Nanti, jikalau saatnya tiba yaitu ketika banjir sudah usai barulah kita mempertemukan pandangan agar bagaimana kondisi seperti ini tidak terulang lagi. Sedari dulu wacana pembahasan antar beberapa wilayah yang "bersinergi" terkait banjir seringkali dikemukakan.

Namun sayangnya tidak pernah terwujud secara nyata. Bogor yang katanya menjadi sumber air banjir katanya akan diajak "bicara". Apakah sudah dilakukan? Sepertinya kita semua tahu apa dan mengapa banjir besar ini terjadi. Diluar mungkin ada fenomena alam seperti cold surge itu tadi. Akan tetapi hal itu apakah juga tidak bisa diperkirakan lembaga terkait?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun