Mohon tunggu...
Afif Naufal
Afif Naufal Mohon Tunggu... Penulis - Afif

Hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analisis Klientelisme di Indonesia

19 Juni 2019   15:12 Diperbarui: 19 Juni 2019   15:26 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Analisis Politik Klientelisme di Indonesia

Setelah berakhirnya pemilu 2019 ada yang menarik untuk kita bahas yaitu mengenai "klientelisme politik". Karena Indonesia sebagai negara yang menjalan demokrasi secara setengah-setengah atau semi demokrasi, maka klientelisme politik sudah menjadi hal yang telah mengakar sejak dahulu hingga sekarang. 

Menjelang pemilu tidak heran banyak para penggiat kampanye, atau aktor-aktor lain menyediakan dukungan elektoral bagi para politisi dengan menggunakan imbalan berupa bantuan atau manfaat secara material. Esensi politik klientelistik yaitu quid pro quo, sesuatu untuk sesuatu, atau sebagaimana sering digambarkan dalam pustaka keilmuan "pertukaran yang kontingen (Stokes et al. 2013:7; Hicken 2011: 291).

Selama ini kita mungkin hanya memahami politik atau pemilu hanya dengan melihat dari institusi-institusi formal atau bahkan dari kita hanya melihat dari apa yang diberitakan oleh media-media mainstream. Bahwa sesungguhnya politik elektoral merupakan pertarungan di antara partai-partai politik, gerakan-gerakan politik dan pemimpin-pemimpin karismatik yang menawarkan visi ataupun program dalam kontestasi politik secara elektoral. 

Di Indonesia khususnya kita bisa melihat secara interaksi antara rakyat biasa, pengurus partai, pemimpin masyarakat dan tokoh-tokoh politik hanya memfokuskan pada "politik perut". Di mana para aktor politik dari berbagai kalangan mencoba menyuling keuntungan material dari sistem politik yang ada (Bayart 1993).

Untuk menganalisa klientelisme politik maka disini saya lebih memfokuskan kepada politik informal. Karena sesungguhnya yang menjadi permasalahan dalam politik di Indonesia yaitu jalannya politik informal. Kita bisa melihat jalannya politik informal yang masih pada tahap relasi dan jejaring politik yang terpersonalisasi, kesepakatan yang dilakukan secara rahasia, jual beli bantuan, serta korupsi yang telah meraja lela di Indonesia. Hal-hal tersebutlah yang menjadi budaya yang telah mengakar dari tingkat masyarakat hingga pejabat-pejabat publik di Indonesia.

Untuk mengetahui klientelisme politik di Indonesia kita bisa melihat secara historis sejak Orde Baru, Orde Lama, hingga reformasi yang saya kutip dari buku "Democracy for Sale" karya Edward Aspinall dan Ward Berenschot. Pada masa Orde Lama diawali oleh demokrasi parlementer (1950-1957), terlihat bahwa Indonesia pada masa itu berkembang ke arah sistem klientelisme yang berbasis secara partai. 

Menurut Aspinall bahwa dengan banyaknya partai politik pada masa Orde Lama bahwa ini merupakan sistem klientelisme berpilar. Karena pada masa itu setiap partai besar memiliki serangkaian afiliasi ataupun underbow. Maka inilah yang menjadi cikal bakal klientelisme politik di Indonesia.

Pada masa Orde Baru arah klientelisme politik berubah dari yang awalnya dipegang oleh banyak partai berubah menjadi ke arah patronese satu partai yaitu golkar dan militer sebagai pelindungnya. Rezim Orde Baru membangun sistem korporatisme, membatasi partai-partai politik dan perkumpulan-perkumpulan independen dengan cara penindasan. 

Politik klientelisme semakin terlihat pada masa Orde Baru khususnya ketika politik mendapatkan karakter oligarkisnya, dengan elite menggunakan kontrol mereka terhadap institusi-institusi negara untuk membangun kekuasaan ekonomi mereka (Hadiz & Robinson 2004). 

Sedangkan klientelisme politik rezim orde baru terlihat pada tingkat akar rumput (grass root) seperti melibatkan elite-elite kecil di wilayah pedesaan dan kampung-kampung kecil di perkotaan. Lalu pada rezim Orde Baru juga melibatkan organisasi-organisasi sosial yang terkoneksi langsung untuk memperlancar politik klientelisme ke seluruh lapisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun