Mohon tunggu...
Adi Wursito
Adi Wursito Mohon Tunggu... -

try to feel the euphoria of technology in parallel society

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Weh-wehan Khas Kaliwungu

23 Desember 2015   23:05 Diperbarui: 24 Desember 2015   11:42 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi sepulang kerja di rumah sudah ada banyak jajanan tersedia, aku pikir itu jajanan yang dibeli ibu dan istriku dari pasar... mhhmm... banyak yang asing namun tetap menarik. Ternyata hari ini ada weh-wehan aku lupa itu oh tidak! wewehan yaitu tradisi yang sudah sejak lama ada di Kaliwungu dan konon kata ibuku hanya ada di Kecamatan Kaliwungu. Pelbagai penganan tradisional yang khas meski ada juga yang ala kekinian seperti kue tart kecil, brownies dan sebagainya.

Buk yah ibuku, dengan menggebu dan berapi-api bercerita ditemani istriku menceritakan ada yang paling khas dan termasuk kuno, yaitu sumpil berbentuk segitiga terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun bambu kemudian dikukus dinikmati dengan sambel docang, yaitu kelapa parut yang kemudian disambal kalau di tempat asalku di solo disebut sambel kambil.

Ada lontong sayur dengan sambal goreng atau sambal telur. Ketan salak tak boleh dilupakan, yaitu beras ketan putih yang dikukus kemudian diberi gula merah sebagai pewarna coklat... ada lagi ketan srundeng, yaitu kukusan beras ketan putih yang disajikan dengan srundeng; kelapa parut yang digoreng dengan bumbu manis. Oh iya ada bubur mote yang lembut. Nah, untuk minuman yang berbau masa lalu adalah es kopyor dan es dawet yang segeer. Penganan yang mengingatkan masa kecil kata istriku hehe... seharusnya masuk dalam daftar makanan yang akan punah pikirku... tadi aku ngasih ini ke tetangga dan kita dikasih ini kata istriku. Bambang tadi juga ngasih ciki-ciki lho.

Siapa Bambang tanyaku kepada istri, dan dia menjawab pemilik grosir sebelah Indo*** itu lho... wow ternyata bukan saja orang Kaliwungu yang notebene etnis Jawa yang menjalankan tradisi itu namun juga dari etnis TiongHoa yang sudah lama menetap di Kaliwungu. Sungguh indah ya saling menghormati itu -benakku.

Kecamatan Kaliwungu berada di sebelah timur Kabupaten Kendal Jawa tengah, letaknya berbatasan dengan Kecamatan Mangkang Kota Semarang. Kaliwungu mendapatkan julukan sebagai kota santri. Kota kecamatan yang penuh sesak dengan anak-anak yang nyantri di pesantren-pesantren tradisionalis khas salafi. Cikal bakal Kaliwungu sendiri menurut cerita dari ibuku dahulu kala Sunan Katong dan Sunan Pakuwojo adalah guru dan murid yang berbeda pendapat. Karena perbedaan itu mereka berdua bertarung hingga wafat.

Darah yang keluar dari Sunan Katong berwarna biru dan darah dari Sunan Pakuwojo berwarna merah. Darah tersebut tumpah di kali sehingga berwarna ungu maka daerah itu disebut Kaliwungu. Kampung istriku sendiri berada persis di bawah bukit makam kedua sunan tersebut yang merupakan kompleks pemakaman atau orang setempat termasuk istriku menyebutnya dengan jabal di situ juga bapak mertuaku dimakamkan ..duh jadi ingat bapak. Kembali ke tradisi weh-wehan -saling memberi dalam bahasa Jawa atau sebutan lain tradisi ini adalah Ketuwinan dalam bahasa Jawa berarti adalah bertemu. Saling memberikan jajanan kepada tetangga sekitar atau dan saling menjaga bersilaturahmi kerabat dan handai taulan. Dimulai sejak ashar sampai maghrib.

Tradisi ini diadakan setahun sekali, yaitu pada bulan mulud dalam penanggalan Jawa dan tanggal 12 Rabbi'ul Awwal menurut kalender Hijriyah. Weh-wehan adalah puncak perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di kaliwungu setelah 7 hari sebelumnya pada setiap malam ada pembacaan syair-syair Berzanji atau berjanjen -kitab yang mengisahkah kelahiran sampai wafatnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW di masjid-mushola dan sebagainya. Secara makna tradisi tersebut adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tradisi lain yang dulu pernah ada dan meramaikan muludan di Kaliwungu menurut buk yah adalah teng-tengan yaitu hiasan lampu sentir lampion dari bambu dengan bentuk kapal, atau bintang dan yang dipasang di depan rumah. Istriku terakhir masih mengalami masa teng-tengan tahun 1997-an. Sekarang di kampung istriku sudah tidak ada lagi tapi masih ada sebagian yang membuat teng-tengan yang lebih modern -dengan lampu listrik, di kampung sebelah seperti Krajan atau Sarimanan.

 

doc.fahmi_ardi

Tradisi-tradisi adalah produk budaya, dan keduanya saling mengisi dan membentuk makna. Koentjaraningrat mendefinisikan tradisi sebagai konsep serta aturan yang mantab dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya yang menata tindakan manusia dalam sosial budaya. Dengan terjaganya tradisi maka dengan sendirinya menjadi benteng arus perubahan zaman yang terus menggempur. Tanpa dipungkiri tradisi weh-wehan sebagai salah satu tradisi yang masih ada di Kaliwungu akan semakin menghilang. Makna yang terkandung dalam tradisi tersebut di atas bukan saja bermakna dari segi religiositas namun juga dari sisi pluralisme yang menjaganya dari ketertinggalan zaman..semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun