Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Matahari adalah Ibu bagi Bumi

16 Maret 2020   05:27 Diperbarui: 16 Maret 2020   05:52 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Cahaya lembayung senja menghiasi langit di ufuk barat. Menyampaikan pesan bahwa sang surya segera pamit menuju ke peraduan. Tapi bukan untuk tidur dalam lelap dan melupakan bumi. Apalagi meninggalkan bumi untuk selamanya. Dia pergi untuk kembali ,besok hari bersama pagi.

Dia pergi tapi tidak membiarkan bumi berjalan melewati malam sendirian. Dia sudah berpesan kepada bintang, bulan dan embun untuk menjaga bumi sementara waktu sampai dia kembali , dan memberi kesempatan gelap malam menyapa, datang memeluk bumi, memberinya selimut dan mengalirkan ketenangan. Mengantarkan bumi beristirahat dalam dekapan kehangatan tangan tanganya yang kuat mendekap setengah lingkaran permukaan bumi.

Cahaya sang surya , yang semburat kemerahan menjangkau langit seolah memangil bintang gemintang untuk datang menghiasi malam dan meninabobokan bumi dalam lelapnya. Sambil sekali-kali membentuk rasi yang memandu para nelayan pulang setelah berjuang mengarungi lautan mencari penghidupan.

Sadar, bahwa bintang gemintang belum bisa membuat bumi terlelap, maka dipanggilnya sang rembulan. Di atas cahaya nya yang lembut di titipkannya ucapan " Selamat Malam. Tidurlah dan bermimpilah yang indah...".

Sang waktu terus mengalir pelan, memaksa semua yang dilewati untuk tunduk dan diam tanpa bisa melawan, memberi jalan sang waktu berlalu , dan menyentuh ujung malam untuk turun beringsut menjemput fajar.

Butir butir embun pun perlahan turun dari langit dan menyentuh pucuk pucuk pepohonan yang menjuntai ke awan . Lalu butiran-butiran kecil , bening dan lembut itu menggantung di ujung dedaunan menunggu pagi.

Dan, ketika semburat merah merekah di ufuk timur , itulah saatnya bagi sang Surya untuk kembali dan menyapa bumi. Awan awan yang berbaris , sambung menyambung seolah tak mau ketinggalan ikut menemani.

Bersamaan kilatan kilatan sinar yang berwarna kekuningan yang menyentuh pucuk pucuk pepohonan, dengan suka cita sang surya mengucap " SELAMAT PAGI BUMIKU "

Sambutlah hari ini dengan senang hati .karena hari ini milikmu Dan aku akan menemani kemanapan kamu akan pergi, bumiku. Sepanjang hari. Tidak perlu takut awan awan yang dibawa angin akan datang dan menutupi sinarku.

Yakinlah Dia tidak akan bisa menghilangkan sinarku, dan menafikan kehadiranku. Justru dia memperkuat kehadiranku, serta membuka tabir keindahanku yang tersembunyi dalam pendar cahaya pelangi tujuh warna yang menghias langit dan memperindah bumi.

Dan bila kamu , bumiku , merasa takut untuk melangkah, maka bayanganku akan selalu menyertaimu ke manapun kamu menuju,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun