Mohon tunggu...
Tubagus Adi
Tubagus Adi Mohon Tunggu... -

belajar hidup lebih baik dari hari ke hari..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Arti Miskin Sebaiknya

31 Agustus 2010   07:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:34 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ada banyak sekali definisi dan penjelasan yang akan anda dapat bila mencari arti miskin, kemiskinan, hingga faktor-faktor penyebabnya, baik dari sudut pandang ilmiah maupun populer, baik dari sudut pandang ilmu ekonomi hingga antropologi, baik menurut Habibie, Gusdur, Megawati SBY ataupun Bung Karno (semuanya beda menurut saya). Semua memiliki pendapat yang sah selama didasari argumen kuat.

Oleh karenanya kita pun sah-sah saja memberi definisi sendiri pada kata ‘Miskin’, asalkan orang lain mengakuinya.

Saya pun ingin berargumen, pernahkah kita sebagai pribadi sadar, betapa bangganya setiap kita bisa memberikan sesuatu bagi orang lain, meskipun hal itu sangat kecil, yah katakanlah 100 perak atau segelas air. Apalagi jika disaksikan orang lain. Betapa kita setelah memberi merasa kaya dan hebat, dan betapa orang yang kita berikan itu seperti nya sangat membutuhkan meskipun hanya untuk detik itu.

Mungkin pada waktu yang bersamaan sebenarnya kita juga sedang tidak memiliki apa-apa, mungkin yang bisa kita beri hanya air, dan mungkin pula secara kebetulan itu pula yang dibutuhkan seorang kaya yang sedang kehausan mau berbuka puasa. Tapi betapa bangganya kita dan betapa kesusahannya ia dimata kita, disatu detik itulah kita merasa kaya dan orang lain merasakan miskin (Meskipun terkesan sombong, disini kita asumsikan kesombongan itu sebagai sesuatu yang alamiah).

Pernahkah anda merasa demikian? Jujur, saya sih sering.

Disini sementara bisa saya simpulkan bahwa orang kaya adalah siapapun orang yang bisa memberikan sesuatu yang ia miliki untuk orang lain yang membutuhkan.

Sekarang kita lihat dari sisi sebaliknya, pernahkah kita sebagai manusia biasa sadar, seringkali kita mati-matian menjaga materi-materi yang kita miliki? Pernahkah anda ingat betapa susahnya kita memilih hanya satu baju dari ratusan baju di lemari untuk diberikan pada orang lain? Betapa seringnya kita ingin memilih makanan yang enak untuk kita makan sendiri dan memilihkan makanan yang tidak enak untuk pembantu kita, untuk bawahan kita? Atau terkadang, berapa banyak diantara kita yang lupa berterima kasih atau mengucap maafpada cleaning service di mal yang sedang mengepel lantai terus-terusan karena memang terus-terusan pula kita injak.

Mungkin sebenarnya dari ratusan baju itu, tidak lebih dari setengahnya yang rutin kita pakai setiap hari. Dari banyaknya makanan enak yang bisa kita makan, seringkali kita tidak enak hati memakannya di depan orang lain yang hanya bisa melihat kita makan, akhirnya? Tidak nikmat juga kita memakannya. Dar lantai-lantai yang kita injak, terkadang kita tahu dan sebenarnya tidak tega di hati, tapi apadaya mulut ini gengsi minta maafnya. Dan jujur itu sering juga saya rasakan.

Hebatnya, seringkali mereka yang makan makanan tidak enak itu, para cleaning service itu, orang yang kita beri baju itu, tidak merasa keberatan dengan keadaan itu, bahkan terkadang mereka tidak peduli dan tetap tersenyum ramah.

Dari contoh ini, sementara bisa saya simpulkan bahwa orang miskin adalah orang yang memang tidak bisa memberi apa-apa meskipun hanya satu kata maaf. Sementara orang kaya adalah orang yang bisa menerima keadaan apapun yang harus dialami dengan ikhlas.

Bila dua kesimpulan diatas disintesiskan, maka saya berpendapat seperti ini:

orang kaya adalah siapapun yang dengan ikhlas menerima keadaannya dan memberi setiap kelebihan yang ia miliki, sementara orang miskin adalah siapapun yang tidak ikhlas menerima keadaannya dan selalu merasa kekurangan atas apa yang ia miliki.

Sulit hal itu dilakukan. Seringkali saya merasakan hal itu, selalu saja saya merasa kurang atas apa yang sudah saya dapat, selalu saya sulit menerima keadaan saya sekarang yang begini-begini saja. Maka bolehlah saya dikatakan masih miskin. Malu saya pada supir ojek langganan saya, yang pernah mengatakan: "Pak, kalau bapak lagi gada uang gapapa ko pak, bilang aja sama saya, pasti saya anter.”

Lalu, anda sendiri? masuk manakah anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun