Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Diterima di PTN Karena "Hoki?"

17 Mei 2017   08:23 Diperbarui: 17 Mei 2017   09:00 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana ujian sbmptn 2017 (sumber: https://sgimage.detik.net.id)

Kemarin sebanyak 797.023 siswa mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri alias SBMPTN. Berdasarkan data yang saya peroleh dari laman detik.com, jumlah tersebut melonjak sebesar 10% dari tahun sebelumnya.

Biarpun jumlah peserta ujian mengalami peningkatan, kursi yang “diperebutkan” hanya tersedia 128.085 saja. Itu artinya akan ada enam ratus ribu lebih peserta yang pulang dengan “tangan hampa” lantaran gagal lulus ujian tersebut.

Ketatnya persaingan itu mengingatkan saya pada tes yang pernah saya ikuti hampir sepuluh tahun yang lalu. Dulu namanya bukanlah SBMPTN, melainkan SNMPTN alias Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Pada saat itu, saya ingat bahwa untuk memperebutkan satu kursi di kampus yang saya tuju, saya harus bersaing dengan “sedikitnya” seratus orang lebih. Persaingan itulah yang “memacu” saya untuk belajar lebih keras, lebih lama, dan lebih getol agar bisa diterima di kampus yang diinginkan.

Jika “berkaca” pada pengalaman itu, ternyata persaingan pada tahun ini pun sama ketatnya dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, boleh dibilang “tantangan” yang dihadapi setiap peserta saat ini jauh lebih berat. Buktinya, semakin sulit saja siswa lulus tes tersebut. Apalagi waktu pelaksanaan tesnya kini sudah banyak berubah.

Misalnya, kalau dulu tes dilangsungkan dua hari, kini hanya dilaksanakan satu hari saja. Hal itu tentu membikin beban siswa lebih berat. Stamina fisik dan pikiran sudah pasti akan banyak “terkuras” karena siswa harus mengerjakan soal-soal yang sukar dalam satu hari.

Makanya, kalau tidak pintar-pintar menyusun strategi, siswa yang bersangkutan bisa “kehabisan” energi sebelum mengerjakan semua soal yang tersedia. Pikiran dapat keburu “blank”, mumet, dan pening dalam menyelesaikan soal. Kalau sudah terjadi demikian, hasilnya terbaik tentu sulit diperoleh.

Belum lagi, kini format tesnya terbagi atas Tes Potensial Akademik dan tes sesuai jurusan. Pada zaman saya, Tes Potensial Akademik alias TPA belum diberlakukan. Saat itu hanya tersedia soal untuk Matematika Dasar, Bahasa Indonesia Dasar, dan Bahasa Inggris Dasar. Semua soal tersebut dikerjakan pada hari pertama. Hari berikutnya barulah siswa menyelesaikan soal sesuai jurusan masing-masing.

Biarpun disebut sebagai “tes dasar”, tetap saja soal-soal yang disajikan sulit dan rumit dikerjakan, terutama soal Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang jawabannya “mirip-mirip”. Jadi, kalau kurang cermat menjawab soal, bisa-bisa kita terkecoh memilih jawaban.

Kalau sudah demikian, kita berisiko mendapat pengurangan nilai -1, dan hal itu tentunya akan berdampak pada jumlah skor yang akan diperoleh setelah tes selesai dirampungkan.

Biarpun saya sudah melaluinya dan akhirnya mendapat “jatah” kursi PTN yang diinginkan, perasaan “tegang” sewaktu saya mengerjakan soal tersebut masih samar berdesir di hati saya, apalagi ketika saya berkesempatan menjadi pengawas ruang ujian sekitar dua tahun yang lalu.

Saat menyaksikan siswa dari sekolah lain duduk “berpikir keras” untuk memecahkan soal-soal, sambil duduk di kursi pengawas yang empuk, saya merenung, “Dulu gue juga merasakan hal yang sama kayak begitu, tapi untungnya itu sudah lama lewat. Hahahahaha.”

Serius. Tegang. Kaku. Itulah wajah-wajah yang tampak saat saya mengawasi mereka. Apalagi jelang bel tanda selesai sudah berbunyi, wajah-wajah yang awalnya kalem itu mulai menyiratkan kepanikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun