Mohon tunggu...
Adi MC
Adi MC Mohon Tunggu... Administrasi - Lectio contra est

''Mahasiswa tingkat akhir yang menjadi Pecandu Kopi"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Otoritas Kampus dan Tumpulnya Budaya Kritis Mahasiswa

26 April 2019   07:56 Diperbarui: 26 April 2019   13:37 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku di perpustakaan kampus (Sumber: ukwms.ac.id)

Pendidikan merupakan salah satu alat dalam kehidupan manusia yang digunakan untuk menyadarkan dan membuat manusia menjadi manusia seutuhnya yang sadar dan peka terhadap lingkungan sosial (humanisasi), melalui pendidikan seseorang dapat mengenal, merumuskan sesuatu hal urgen yang terjadi di msyarakat dan mampu menyimpulkan dan memberikan jalan keluar.

Hakikat dari pendidikan itu mencerdaskan, menyadarkan dan membebaskan. Sejauh ini pendidikan diyakini sebagai tempat atau wadah yang (seharusnya) menumbuhkan rasa kemanusiaan, identitas dan karakter bagi setiap individu dalam dalam mengekspresikan kehidupan berbangsa. Namun apa jadinya kalau pendidikan yang diagungkan itu tidak lagi menjadi alat perjuangan tetapi malah menjadi alat penghacur serta alat penindas yang baru?

Keotoriteran Kampus

Pada masa pemerintahan orde baru (ORBA) yang sangat otoriter, kreativitas mahasiswa ditumbuhkan dengan cara-cara yang membuat mereka menjadi homogen sehingga pendidikan yang seharusnya menjadi alat untuk membebaskan sebaliknya digunakan sebagai kendaraan politik kekuasaan untuk melakukan indokrinasi.

Keseragaman dalam bertindak dan berpikir pada mahasiswa merupakan ciri utama indoktrinasi itu, oleh karena itu tidak ada tempat untuk pebedaan pendapat, mengemukakan pendapat dan kritik terhadap pemerintahan maupun kampus, kalaupun ada itu hanya sebagaian kecil.

Dalam konteks sekarang, pola yang sama masih juga ditunjukkan dan tidak jauh berbeda dengan zaman orde baru. Kampus yang merupakan lembaga perguruan tinggi yang memiliki misi untuk menjalankan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat) malah berubah fungsi menjadi pabrik yang menciptakan mahasiswa homogen (memiliki cara pikir dan tindak yang sama), tidak peka terhadap persoalan sosial yang terjadi.

Pelarangan terhadap kegiatan mahasiswa yang sangat berhubungan dengan masyarakat dan yang dibuat atas inisitif mahasiswa, terakhir yang terjadi di beberapa kampus adalah melarangan mahasiswa untuk berorganisai di lingkungan kampus, yang paling parahnya lagi adalah menskors mahasiswa, bahkan diancam akan di keluarkan atau di drop out (DO).

(Ket Foto: BerdikariBook. Ilustrasi Mahasiswa Tingkat Akhir)
(Ket Foto: BerdikariBook. Ilustrasi Mahasiswa Tingkat Akhir)
Ketika mahasiswa tersebut memprotes kebijakan kampus yang tidak menguntungkan mahasiswa, baik melaui mimbar bebas ataupun melaui demonstrasi, semunya merupakan wujud gambaran polarisasi kampus untuk membungkam kreativitas mahasiswa. Ini yang disebut sebagai keotoriteran kampus.

Padahal kalau kita menilik pada satu poin penting dari konsep tridarma perguruan tinggi yaitu pengabdian pada masyarakat, disebutkan bahwa salah satu tugas mahasiswa adalah melakukan pengabdian kepada masyarakat.

Kegiatan tersebut diperlukan untuk mengetahui situasi dan kondisi sosial yang terjadi di masyarakat dan semua elemen kampus harus melakukan pengabdian kepada masyarakat termasuk juga mahasiswa, mengabdikan diri pada masyarakat memang hal mutlak yang harus dilaukan oleh mahasiswa.

Budaya Tunduk Mahasiswa 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun