Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sumbar Programkan TNI Bimbing Petani untuk Capai Hidup Sejahtera

21 Maret 2017   17:51 Diperbarui: 22 Maret 2017   05:01 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BABINSA mendampingi petani melakukan penananam padi di areal persawahan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. (DOK. PENREM 032/WBR)

BANGGALAH Indonesia punya tentara yang kuat untuk menjaga negeri dan bangsa yang besar ini. Negeri ini terjaga keamanannya. Semua gangguan bisa diatasi.

Hanya saja yang perlu dimaklumi, anak bangsa ini secara umum belum sejahtera. Kemiskinan dengan beragam probolemanya masih butuh penanganan maksimal.

Miskin dan menderitanya anak bangsa ini bukan kesalahan siapa-siapa. Tapi, kita harus koreksi diri bahwa kemiskinan itu punya kaitan erat dengan belum maksimalnya upaya memanfaatkan anugerah yang diberikan Allah SWT. Kita punya tanah pertanian yang luas tapi belum diolah maksimal. Kita punya kolam ikan yang banyak namun banyak yang terlantar.

Kita bisa saja turun ke sawah lima kali panen dalam dua tahun. Nyatanya, hal itu belum jadi kenyataan. Kita punya kolam ikan yang bisa panen 2-3 kali setahun, nyatanya jangankan dua kali, satu kali pun tidak banyak yang jadi kenyataan.

Memprihatinkan sebenarnya rata-rata kehidupan petani kita di banyak kampung, desa, dan nagari. Kehidupan petani sawah dari tahun ke tahun tetap saja 'tidak lepas lenggang dari ketiak'. Tradisi kerja mengolah sawah dari tahun ke tahun tidak pernah diubah.

Tidak perlu alam disalahkan. Jangan dituduh tanah tidak subur. Jangan dituding cuaca tidak bersahabat. Semuanya punya kaitan dengan tradisi yang tidak berubah juga. Kita terlena. Dulu, jumlah keluarga sedikit. Sekarang, jangan disebut lagi, sudah banyak rumah penuh sesak.

Keluarga banyak sawah tidak pula luas. Mirisnya, untuk turun ke sawah punya ‘tradisi’ tersendiri, habis persiapan dulu, baru sawah diolah lagi. Beras habis, lumbung kosong, sawah baru ditanami, tentu pikiran jadi bercabang. Memprihatinkan memang.

Sudah bertahun-tahun tradisi turun ke sawah tidak maksimal. Bahkan, areal persawahan subur cendrung terlantar. Tidak diolah. Dibiarkan semak belukar merajalela.

BABINSA Koramil 01/Pancung Soal, Kodim 0311/Pessel, Korem 032 Wirabraja, melakukan komunikasi sosial (komsos) dengan masyarakat terkait pertanian. (DOK. PENREM 032/WBR)
BABINSA Koramil 01/Pancung Soal, Kodim 0311/Pessel, Korem 032 Wirabraja, melakukan komunikasi sosial (komsos) dengan masyarakat terkait pertanian. (DOK. PENREM 032/WBR)
Jangan biarkan petani terus melarat. Rezekinya dapat pagi, habis siang. Anak jadi terlantar. Dana perkuliahan tidak mencukupi. Meski keringat mengucur deras, tapi hasilnya hanya cukup untuk makan dari waktu ke waktu saja. Tidak mampu membeli banyak keperluan.

Cara demikian harus diubah. Kerja petani harus direformasi. Yang lama harus dibuang. Siapa tidak arif, ketinggalan dan akan tetap miskin dari waktu ke waktu.

Kini, TNI siap membimbing. Mereka hidup bersama petani. Bukan sifatnya administrasi, bukan sifatnya perintah atau surat jalan. Bersama, TNI masuk sawah. Mendukung petani agar maksimal bekerja mengolah lahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun