Mohon tunggu...
Adi Bayu
Adi Bayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Saya Humoris

Saya Humoris

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Melawan Lupa Jurnalisme Online

20 Februari 2017   19:49 Diperbarui: 20 Februari 2017   22:10 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Apakah anda lupa dengan sejarah jurnalisme online ? Bila anda lupa, jangan khawatir, tulisan ini akan membahas secara ringkas sejarah jurnalisme online. Semoga bermanfaat bagi anda, selamat membaca !

Penemuan internet membuat munculnya revolusi besar di bidang  jurnalisme dengan munculnya jurnalisme online (Nurudin, 2009:16) dalam (Aprita. D, 2015 :9). Perkembangan jurnalisme online menurut Jim Hall (2001, p.4) tidak dipungkiri akan menggeser media tradisional. Ia mengatakan terdapat hubungan erat antara media tradisional dengan internet, hingga pada pertengahan 1990-an hampir semua media nasional di seluruh dunia mulai membuat versi online.  Hal itu terbukti telah terjadi di Indonesia dimana saat ini bisa dibilang semua media tradisional besar di Indonesia sudah memiliki versi online (Hasfi N, 2010 :4). Online news site yang cukup besar diantaranya kompas.com, liputan6.com, media indonesia.com, suaramerdeka.com, tvone.com, dll. Sementara portal atau situs informasi, hiburan dan berita yang tidak ada kaitannya dengan media tradisional juga bisa eksis di Indonesia diantaranya detik.com, okezone.com, inilah.com dan vivanews.com (Hasfi N, 2010 : 4)

Di Amerika tempat kelahiran media online, memperlihatkan indikasi jelas keruntuhan media tradisional dalam hal ini media cetak akibat adanya media baru itu. Berdasarkan sumber dari Majalah mingguan Tempo  edisi  5 April 2009, media cetak besar di AS diantaranya Chicago tribune, Philadelphia Inquirer dan Post-intelligencer memutuskan untuk menerbitkan versi onlinenya saja. Hal ini disebabkan karena 40 persen warga AS sudah menggunakan media online untuk mengakses berita (Hasfi N, 2010 : 4-5). Online journalism atau lebih dikenal dengan nama jurnalisme online lahir pada tanggal 19 Januari 1998, ketika Mark Drugde membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut “monicagate”. Ketika itu, Drugde berbekal sebuah laptop dan modem, menyiarkan berita tentang “monicagate” melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita “monicagate” Itulah awal mula munculnya jurnalisme online (Widodo Y, 2011 : 5-6 )

Di Indonesia sendiri internet awal bermula  pada tahun 1990-an. Awalnya adalah proyek hobi dari sejumlah orang yang tertarik membangun jaringan komputer. Rahmat M. Samik-Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu Surya, Firman Siregar, Adi Indrayanto,  Onno W. Purbo adalah nama-nama yang kerap disebut di awal sejarah internet di negeri ini dalam  (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :15). Wabah internet mulai mengemuka di publik saat jasa layanan internet komersil pertama yaitu Indonet berdiri pada 1994. dalam (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :15). Selanjutnya, tidak ada catatan yang akurat sejauh ini  mengenai situs pertama Indonesia yang tayang di dunia maya (J Heru Margianto & Asep Syaefullah : 15).

Catatan tentang media pertama yang hadir di internet jauh lebih pasti yaitu Republika Online (J Heru Margianto & Asep Syaefullah, n.d. 15). Tayang perdana pada 17 Agustus 1995, dua tahun setelah  Harian Republika terbit. Berikutnya, pada 1996 awak tempo yang “menganggur” karena majalah mereka dibredel rezim orde baru pada 1994 mendirikan tempointeraktif. com (sekarang www.tempo.co). Bisnis Indonesia juga meluncurkan situsnya pada 2 September 1996. Selanjutnya, jauh dari Jakarta, pada 11 Juli 1997, Harian Waspada di Sumatera Utara meluncurkan Waspada Online (www.waspada.co.id). 

Tak lama setelah Waspada Online, muncul Kompas Online (www. kompas.com) pada 22 Agustus 1997. Merekalah generasi pertama media online di Indonesia. Kontennya hanya memindahkan halaman edisi cetak ke internet,  kecuali tempo interaktif yang tidak lagi memiliki edisi cetak.  Pada tahun-tahun ini berita-berita yang tayang di situs-situs media online itu bersifat statis. Internet pun belum begitu populer di tanah air. Selain itu, situs-situs berita itu belum berorientasi bisnis (J Heru Margianto & Asep Syaefullah : 16).

Khasanah media online yang statis berubah sejak detik.com muncul.  Digagas oleh empat sekawan yaitu  Budiono Darsono, Yayan Sopyan, Abdul Rahman dan Didi Nugrahadi, www.detik.com diunggah pertama kali  pada 9 Juli 1998. Tidak ada media cetak yang mengindukinya (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :17). Tanpa dukungan media cetak, seperti  media online generasi pertama, www.detik.com mengenalkan langgam berita baru: ringkas to the point. Kerap, atas nama kecepatan, berita detik.com tidak selalu lengkap dengan unsur 5W + 1H layaknya pakem baku jurnalistik (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :18).

Akhir 1990-an, dunia dilanda booming dotcom. Indonesia tak lepas dari pengaruh gelombang baru ini. Situs-situs lokal bermunculan satu per satu, termasuk situs-situ berita. Beberapa situs berita yang lahir pada era ini antara lain astaga.com, satunet.com, lippostar.com, kopitime.com dan berpolitik.com. Mereka yang terjun ke situs-situs berita ini adalah para pemodal berkantong tebal. Prahara di sepanjang 2002 dan 2003 tak mengikis semangat juang para pemilik modal. Awal 2003, muncul kapanlagi.com (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :18-19).

Menjelang tahun 2004, prahara yang nyaris meluluhlantakkan bisnis dotcom di tanah air seperti terlupakan. Memasuki tahun 2006, grup PT Media Nusantara Citra (MNC) yang memiliki tiga stasiun televisi yaitu RCTI, Global TV, dan TPI yang kemudian berubah menjadi MNC menyiapkan situs okezone.com.  Tak lama setelah okezone. com, Grup Bakrie yang sedang mengonsolidasikan dua stasiun televisinya dalam anak grup Visi Media Asia (VIVA) juga tertarik ikut bermain di media online (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :20). Melihat persaingan yang makin ketat, kompas. com pun melakukan perubahan besar pada situsnya. Edi Taslim menyebut, Grup Kompas Gramedia menggelontorkan Rp 11 miliar untuk “reborn” kompas. com pada 2008. Situs yang dulu hadir dengan nama Kompas Cyber Media atau KCM lahir baru dengan branding Kompas.com (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :21).

Grup Tempo yang memiliki tempointeraktif.com juga melihat kegairahan baru ini. Sejak 2008, Tempointeraktif mulai digarap serius: staf ditambah, format baru dicari. Widiarsi menyebut, salah satu kendalanya ternyata persoalan teknis: nama situs. Tempo.com sudah ada yang punya. Di sinilah ihwal munculnya peralihan dari www.tempointeraktif.com menjadi tempo.co. Selepas 2003, situs-situs berita yang mewarnai jagad maya tanah air tampil lebih atraktif. Seiring perkembangan teknologi internet yang hadir dengan web 2.0-nya, situs-situs itu mulai membuka ruang terjadinya interaksi antar pembaca di situs mereka.  Pembaca dapat memberikan komentar pada berita. Disediakan pula ruang diskusi dalam forum (J Heru Margianto & Asep Syaefullah :21-22).

Ringkasan sejarah jurnalisme online sudah diceritakan, lalu apakah yang dimaksud jurnalisme online ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun