Mohon tunggu...
Saepul Rohman
Saepul Rohman Mohon Tunggu... wiraswasta -

Personifikasi manusia yang selalu ingin tahu dan terus belajar, karena dengan belajar akan terbangun kerangka pikir (mind frame) yang baik dan benar. Dengannya, kita akan mengetahui benar dan salah, masalah dan peluang, kelemahan dan kekuatan, kegagalan dan kesuksesan. Dan daripadanya pula, kita akan diarahkan kemana dan menjadi apa. Karena itu, saya sangat suka kalimat,"Jangan pernah berpikir gagal, karena sejatinya diri kita sudah gagal. Berpikirlah sukses karena kesejatian sukses akan pasti kita dapatkan. Gunakan otak kanan untuk berinspirasi dan motivasi, fungsikan otak kiri untuk berkalkulasi".

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tidak Semua Tenaga Migran di Arab Saudi Buta Huruf, Gaptek, dan Bodoh

10 Juni 2012   10:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:09 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13393310931258724732

[caption id="attachment_193817" align="aligncenter" width="320" caption="TKI (Kompas Images)"][/caption] Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah tulisan dari seorang kompasianer yang mengillustrasikan tenaga kerja Migran di Arab Saudi itu buta huruf, gaptek dan bodoh sehingga image TKW khususnya cenderung sebagai potret kebodohan dan ketidakberdayaan. Karena itu, aku tergelitik untuk menulis sisi lain yang sama sekali tidak tersentuh oleh penulis itu sebagai penyeimbang dalam mengungkap realitas para tenaga kerja Migran di Arab Saudi. Bang thoyyib yang hanya 2 kali lebaran tidak pulang-pulang, aku sudah tiga kali lebaran gak pulang. Sebutan apa yang cocok buatku sebagai perantau yang melebihi bang thoyyib yah... Masa yang begitu panjang itu diwarnai berbagai kejadian hidup; suka dan duka, menangis dan tertawa, kegalauan dan ketenangan. Semuanya dijalaniku seperti air mengalir; bergerak dan melaju perhalan melewati titik-titik waktu yang membentuk garis sejarah kehidupanku di Perantauan. Berbagi pengalaman dan bernostalgia dengan teman-teman se-bangsa menjadi salah satu media mengurangi kerinduanku kepada negeri tercinta, Indonesia. Sering muncul disela-sela laju imaginasiku, aku berbisik untuk negeriku," Walaupun wajahmu, Indonesiaku, mengerikan karena penuh jerawat KORUPSI dan KOLUSI, meskipun gayamu memuakkan dengan KONSPIRASI dan MANIPULASI dan Berhiaskan bedak kemiskinan Rakyat agar bisa berhutang ke luar negeri, tapi tetap aku bangsa Indonesia yang selamanya akan merindukanmu wahai Indonesia... apa dan bagaimanapun keadaannya aku pasti kembali tapi bukan untuk Garuda-Mu melainkan untuk generasi yang akan merubah wajahmu agar terlihat gagah, tampan dan berwibawa". Dalam berbagi pengalaman dengan teman-temanku, aku mengetahui bahwa mereka yang bekerja ke negeri onta ini bukan orang-orang yang buta huruf dan tidak berpendidikan saja, sebagaimana gambaran yang ditulis oleh seorang penulis di Kompasiana beberapa waktu lalu, melainkan banyak dari tenaga kerja migran disini yang berlatarbelakang pendidikan tinggi dan sebelumnya di Indonesia, menjadi orang sukses di profesinya masing-masing. Kesuksesan yang diraih dengan berbekal kerja keras dan kejujuran. Namun karena prilaku ketidakjujuran dan iri hati rekan kerja dan mitra usahanya, mereka hancur. Aku teringat satu kalimat yang menggambarkan realitas hidup disana," Kalau kita JUJUR pasti HANCUR". Benarkah begitu ? Pastinya, kenyataan dari kalimat itu sudah dialami teman-temanku disini. Aku bertemu dengan beberapa teman yang dulunya sebagai pengusaha sukses di Jakarta namun karena ditipu oleh teman kepercayaannya, mereka menjadi bangkrut dan pilihan untuk kembali bangkit dari keterpurukannya, memilih bekerja ke Arab Saudi. Kasus serupa dialami beberapa teman lainnya dengan latar belakang yang persis sama. Namun ada juga, sebab kehancuran usaha mereka yang dikarenakan oleh kesalahan managemen dan godaan perempuan. Disaat lain, aku bertemu dengan mantan pejabat, dia pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi di salah satu propinsi di Sumatera. Dia kehabisan segalanya saat dia mencalonkan kembali menjadi Anggota Dewan di Propinsi yang sama. Karena tipuan tim suksesnya dan oknum rakyat yang bermuka seribu, biaya kampanye dan bantuan yang diberikannya tidak berguna bagi perjuangan dirinya dalam pencalonannya sebagai Anggota DPRD periode selanjutnya. Maka tak pelak lagi kekalahan dalam perhelatan demokrasi harus diterima dengan lapang dada dalam kondisi keterpurukan mental dan material. Lagi-lagi, kasus seperti itu bukan dialami oleh dia saja, ada teman lain yang pernah menjabat sebagai Anggota DPRD tingkat kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat dan Lampung dengan latar belakang yang persis sama. Kedua kasus diatas hanya sebagian kecil yang dapat aku gambarkan, masih banyak beberapa kasus yang menjadi latarbelakang para tenaga kerja migran di sini. Maka wajar bila kita temui banyak tenaga kerja migran yang berpola pikir dan berprilaku baik, memiliki keterampilan dan mampu berbahasa Inggris dan tentunya tidak buta huruf. Pertanyaannya ? Kenapa mereka memilih bekerja ke luar negeri dan Arab Saudi sebagai pilihan prioritasnya ?... Alasan pertama, karena Arab saudi memiliki dua kota suci Ummat Islam, Makkah dan Madinah. Dengan bekerja disini, mereka bisa melaksanakan Umroh dan Ibadah haji. "Sekali mendayung dua atau tiga pulau terlampaui, sambil bekerja kita bisa menyempurnakan Rukun Islam kelima dan bertaubat kepada Allah di depan Ka'bah" katanya. Alasan kedua, karena iklim yang diciptakan adalah iklim formalisme Islam. Disini bila berada diluar rumah akan tampak pemandangan para wanita bercadar dan ber-abaya hitam, sulit menemukan laki-laki dan perempuan walaupun dengan muhrimnya bergandengan tangan dan ber-romantisme di tempat umum apalagi mojok berdua-duaan di depan mall atau sudut-sudut kegelapan; marroh tidak ada, termasuk di pantai-pantai. Bila waktu sholat tiba, semua toko, pekerja bangunan, pekerja pembangunan jalan tol dan kegiatan lainnya berhenti. Semuanya bersama-sama melaksanakan sholat berjama'ah di mesjid atau di pelataran mall dan toko-toko. Iklim seperti ini, sangat mempengaruhi kepada pekerja migran terutama yang bekerja di luar rumah. Mereka bisa termotivasi untuk beribadah dan menahan pandangan syahwatnya. Alasan ketiga, karena penghasilan yang didapatkan lebih besar. Bagi pemula saja bisa mendapatkan minimal 2,7 juta Rupiah per-bulan dan tempat tinggal sudah sediakan. Alasan keempat, kepastian penghasilan sudah jelas dan bisa terukur. Berapa untuk kebutuhan hidup disini dan keluarga yang ditinggalkan di Indonesia dan berapa untuk saving buat modal. Itulah gambaran sisi lain para tenaga kerja migran di Arab Saudi yang bisa aku tuangkan dalam tulisan sederhana ini. Banyak deskripsi-deskripsi lain yang bisa kita ungkap secara sosial, budaya, politik dan hukum. Insya Allah dalam tulisan berikutnya. Wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun