Mohon tunggu...
Ade Rahmat
Ade Rahmat Mohon Tunggu... Administrasi - Ekonomi & Politik

Berikan saya sesuatu yang paling sulit, saya akan belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Musik Paling Merdu yang Pernah Didengarkan

24 Agustus 2019   20:00 Diperbarui: 24 Agustus 2019   20:55 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : www.riau1.com

Patid, lelaki gila yang menantang dunia dengan mendaftarkan diri menjadi mahasiswa bermodalkan nekad. Banyak sekali kegilaan yang dilakukan Patid guna bisa tetap bertahan kuliah.

Patid tahu keputusannya tidak mudah apalagi kuliahnya bukan kelas karyawan. Dia harus mengorbankan banyak hal terutama terkait masa-masa yang orang sering ceritakan menyenangkan ketika duduk di bangku kuliah. 

Di saat teman-temannya kumpul dan ngobrol sana-sini selepas jam kuliah dia memilih untuk pulang lebih cepat, di saat teman-temannya saling berkunjung antar rumah maupun kosan dia memilih untuk mengunjungi jalanan kota mencari lowongan kerja dan di saat teman-temannya menghabiskan malam minggu hingga dini hari dia memilih tidur karena subuh sudah harus pergi ke pasar kaget untuk berjualan. Apalagi waktu itu berjualan d pasar kaget adalah satu-satunya sumber penghasilan Patid.

Patid sebenarnya tidak punya bakat berjualan, semenjak kecil dia menjalani kehidupan seperti layaknya anak seusianya pada umumnya. Patid tahu dia tidak akan excellent dalam berjualan. Tapi baginya tak perlu harus excellent jika tujuannya hanya untuk bertahan hidup dan membiayai kuliah. Ala bisa karena biasa adalah keyakinannya.

Benar saja, tidak perlu waktu lama bagi Patid beradaptasi. Dia sudah cukup cakap berjualan dalam waktu yang relatif singkat. Kata-kata persuasif yang keluar dari mulutnya cukup menarik perhatian pengunjung. Sampai tibalah pada suatu Minggu yang akan terus dikenangnya.

Minggu itu ada sebuah event di lokasi berjualnnya yaitu balapan motor. Pengunjungnya amat ramai, harapan Patid cukup tinggi. Tapi sayang Patid tidak cukup berpengalaman menghadapi situasi seperti ini. Dia lupa bahwa ramainya pengunjung didominasi oleh anak muda yang hendak menyaksikan balapan. Sedangkan dia berjualan pakaian muslimah yang cenderung segmentasinya adalah ibu-ibu.

Ajakan bahkan teriaknya seolah tidak ada yang mendengar. Semua terkesan acuh padanya. Tapi itulah pembelajaran pertama untuk Parid. Patid terlihat sangat kelelahan, dia duduk bersandar di bawah pohon dengan earphone terpasang di telinganya dengan harapan musik dapat sedikit mengurangi rasa lelahnya. Tiba-tiba lewat dihadapannya seorang ibu dengan diiringi tangisan anaknya. Sambil melepas salah satu earphonenya Patid berdiri hendak bertanya pada ibu tersebut.

Patid : "Kenapa Bu?"

Ibu : "Ibu kecopetan nak (sambil memperlihatkan tasnya yang sobek bekas sayaran pisau)"

Patid : " Kecopetan dimana?"
Ibu : "Ibu tidak tahu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun