Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melampiaskan Agresivitas di Tengah Kerumunan Massa

26 September 2019   01:33 Diperbarui: 26 September 2019   06:41 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana perasaan Anda sebagai orangtua saat dipamiti anak yang akan berangkat melakukan demonstrasi?

Kita bisa menyampaikan sejumlah jawaban. Namun, situasinya akan sangat berbeda apabila yang berpamitan itu anak kita sendiri.

Di status Facebook, saya membaca sikap orangtua yang anaknya pamit akan ikut demonstrasi. Jawabannya beragam, mulai jawaban guyon hingga serius.

"Bukan hanya boleh, kamu bahkan wajib ikut demo. Selamat berjuang. Salam untuk Mbah Wiranto!"

Ada pula yang menyampaikan pesan secara tegas. "Orang tua yang tidak paham perjuangan mahasiswa, tidak usah ikut-ikut. Urus saja kolesterol, asam urat, diabetes, biar gak kambuh!"

Bagaimanapun mereka adalah anak-anak kita. Perasaan cemas, khawatir, was-was akan dirasakan setiap orangtua. Hati nurani rasanya ingin sekali mengizinkan mereka berangkat menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Namun, hati siapa yang tidak miris menyaksikan adegan brutal yang melibatkan aparat keamanan dan demonstran. Terlepas siapa yang memprovokasi dan terprovokasi, adegan brutal pengeroyokan terhadap seorang demonstran yang sudah tidak berdaya, sungguh merobek nurani.

Saat berada di dalam kerumunan massa, seseorang gampang menjadi "gila". Lepas kendali dan hilang rasionalitas. Pada titik inilah seseorang gampang terprovokasi.

Rasa kesetiakawanan kelompok menjadi ikatan yang cukup kuat. Ia bisa mendadak agresif, keberanian yang belum tentu dimiliki saat ia sendiri.

Apakah sulit mengharapkan kewarasan saat ribuan massa berkumpul? Beberapa kali kita menyaksikan aksi damai, misalnya aksi 212, berlangsung tanpa kericuhan. Hal ini membuktikan ribuan atau bahkan jutaan manusia yang berkumpul tidak selalu berakhir anarkis.

Sayangnya, ketika kerumunan massa sudah terprovokasi, justifikasi moral justru membuat keadaan semakin memburuk. Kelompok yang terpancing oleh provokasi sehingga mereka berbuat agresif, bisa semakin parah ketika memperoleh dukungan moral yang membenarkan tindakan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun