Mohon tunggu...
'acha 'Muh Arsad
'acha 'Muh Arsad Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Alumnus FISIPOL dan MM UGM, Kepala BKD Kepulauan Selayar versi Putusan PTUN Makassar dan telah memenangkan perkara TUN melawan Bupati Kepulauan Selayar sampai tingkat kasasi di MA, mencoba menegakkan aturan kepegawaian melawan arogansi kekuasaan Kepala Daerah akibat Pilkada langsung.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Putusan MK No 73/PUU-IX/2011 Harapan Baruku

11 Mei 2013   07:58 Diperbarui: 4 April 2017   18:07 2878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penguasa Daerah atau Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) yang selama ini sangat sulit disentuh oleh Aparat Penegak Hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) karena dilindungi oleh Izin Tertulis dari Presiden sesuai Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ternyata saat ini sudah mulai dipermudah oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor : 73/PUU-IX/2011 tanggal 26 September 2012.

Ringkasan Putusan MK tersebut sebagai berikut “Atas permohonan Feri Amsari, Teten Masduki, Zainal Arifin Mochtar Husein, dan Indonesia Corruption Watch, MK dalam putusannya berpendapat persyaratan persetujuan tertulis presiden dalam proses penyelidikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana berpeluang dimanfaatkan untuk menghapus jejak kejahatan atau penghilangan barang bukti. Penyelidikan yang dirahasiakan malah dengan akan diketahui yang bersangkutan. Selain itu, penyelidikan belum sampai pada pembatasan gerak tersangka kecuali dilakukan tindakan penangkapan ataupun penahanan. Selain itu, seseorang yang diselidiki atau disidik tetap dapat menjalankan tugas dan tiada kekosongan jabatan. Persyaratan persetujuan tertulis presiden ini menghambat proses hukum, yang seharusnya cepat, sederhana, dan berbiaya ringan, dan tidak menghalangi seseorang menjalankankan tugasnya. Izin presiden ini tidak memiliki rasionalitas hukum cukup, dan akan memperlakukan warga negara berbeda di mata hukum. Seringkali juga ada kekhawatiran, pejabat yang terduga terlibat kasus akan berusaha dengan berbagai cara agar permohonan izin pemeriksaan dari Presiden tidak keluar, entah menghadang di tingkat penyidik maupun pada tingkat proses lainnya. Oleh karena itu, mengenai syarat persetujuan tertulis dari presiden dalam penyelidikan dan penyidikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1), dan ayat (2) UU Pemerintahan Daerah dinyatakan inkonstitusional. Sedangkan persetujuan tertulis presiden untuk melakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan dalam Pasal 36 ayat (3) UU Pemda inkonstitusional bersyarat, begitu pula dengan pasal lain sesuai amar putusan MK ini (Putusan Nomor 73/PUU-IX/2011, 26 September 2012)”.

Kejaksaan Agung menyambut baik keluarnya Putusan Nomor 73/PUU-IX/2011, tanggal 26 September 2012 tersebut. InfoPublik edisi Selasa 20 November 2012 menulis berita berjudul “Kejagung Sambut Baik Putusan MK Terkait UU Pemerintahan Daerah”, yang memuat pernyataan Jaksa Agung bahwa "Diputuskan  bahwa pemeriksaan hingga penyidikan kepala daerah tak perlu lagi menunggu izin tertulis dari Presiden perlu kita sambut dengan baik," ujar Jaksa Agung, Basrief saat Raker Kejaksaan RI di Cianjur, Selasa (20/11). Menurut Basrief, Mahkamah Konstitusi berpendapat persetujuan tertulis dari Presiden pada tahap penyelidikan dan penyidikan kepala daerah “tidak memiliki rasionalitas hukum yang cukup.” Di samping itu mahkamah konstitusi juga memangkas batas waktu persetujuan tertulis dari presiden menjadi 30 (tiga puluh) hari dari sebelumnya 60 (enam puluh) hari.

Dikeluarkannya Putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011, 26 September 2012 yang mendapat sambutan hangat dari Aparat Penegak Hukum seperti Kejagung tersebut, secara pribadi juga menjadi seberkas cahaya yang akan menerangi perjuangan saya mencari keadilan di negeri ini. Betapa tidak, Bupati Kepulauan Selayar Drs. H. SYAHRIR WAHAB, MM yang saya laporkan di Polda Sulsel 20 Desember 2010 telah memasuki batas waktu kurang lebih 2(dua) tahun 4(empat) bulan, pihak Penyidik sama sekali belum pernah memanggil Bupati Kepulauan Selayar sebagai “TERLAPOR” dengan alasan bahwa Penyidik kesulitan melakukan pemanggilan terhadap Bupati karena harus mendapat Izin Tertulis Presiden.

Kasus yang saya laporkan tersebut teregistrasi dengan Nomor : LP/334/XII/2010/SPK tanggal 20 Desember 2010 dan terakhir diberikan informasi tentang perkembangan penyelidikan oleh Ditreskrim Polda Sulsel Nomor : B/309/I/2012/Dit. Reskrimum tanggal 31 Januari 2012 setelah sebelumnya diberikan SP2HPNomor : B/309/V/2011/Dit.Reskrim tanggal 20 Mei 2011 perihal Surat pemberitahuan perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang menyatakan bahwa setelah dilakukan penyelidikan belum dapat ditingkatkan ketahap penyidikan dengan pertimbangan hukum dan atau hambatan sebagai berikut :

a.Pasal 263 ayat (2) KUHP, menggunakan surat palsu, salah satu unsurnya tidak terpenuhi, yaitu unsur dapat mendatangkan kerugian, sedangkan gugatan di PTUN, belum ada keputusan tetap, masih proses tahap banding.

b.Pasal 201 KUHP tentang penghinaan, belum terpenuhi, dengan pertimbangan perkara pokoknya sedang dalam proses penyelidikan Penyidik Polres Selayar.

Karena merasa kurang puas dengan hasil penyelidikan tersebut dan tidak ada perkembangan yang menggembirakan terhadap penyelidikan kasus ini, maka tanggal 28 September 2012 saya mengadukannya langsung kepada Kapolri. Realisasi tindak lanjut dari laporan saya kepada Kapolri termuat dalam surat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri (KABARESKRIM) Nomor : B/285/WAS/I/2013/Bareskrim tanggal 17 Januari 2013 perihal Pemberitahuan hasil pengawasan terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/334/XII/2010/SPK tanggal 20 Desember 2010 yang menyampaikan bahwa “penyelidikan kasus ini telah dihentikan perkaranya dikarenakan belum dapat ditingkatkan ketahap penyidikan dengan alasan belum ditemukan bukti permulaan yang cukup dan telah disampaikan kepada pelapor melalui SP2HP A2, dengan Nomor : B/309/I/2012/Dit. Reskrimum tanggal 31 Januari 2012”.

Setelah mempelajari kembali alasan dan hambatan yang dialami oleh Penyidik sebagaimana diuraikan pada SP2HP Nomor : B/309/V/2011/Dit.Reskrim tanggal 20 Mei 2011 dan mempertimbangkan fakta hukum saat ini dimana Putusan PTUN Makassar telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) yaitu dengan putusan Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN. MKS tanggal 10 Januari 2011 jo. Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.MKS tanggal 23 Mei 2011 jo. Nomor : 293 K/TUN/2011 tanggal 22 Nopember 2011, telah diperintahkan untuk dieksekusi melalui Penetapan Eksekusi Ketua PTUN Makassar Nomor : 14/PEN.EKS/ G.TUN/2012/P.TUN.Mks tanggal 20 September 2012, bahkan telah dilaporkan oleh Ketua PTUN Makassar kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR Republik Indonesia, Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar melalui surat Nomor : WA-TUN 1/170/AT.01.06/I/2013 tanggal 14 Januari 2013 perihal Mohon Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar No.58/G.TUN/ P.TUN.Mks yang telah berkekuatan hukum tetap, dan perkara pokok pemalsuan tanda tangan saya di Polrse Kepulauan Selayar telah ditingkatkan dari penyelidikan ketahap penyidikan bahkan info terakhir dari Penyidik bahwa kasus tersebut sudah siap dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Selayar, maka pada tanggal 10 Mei 2013 saya kembali melayangkan surat kepada Kepala Ditreskrim Polda Sulsel sebagai berikut :

Benteng,10 Mei 2013

Kepada

Yth. Kepala Ditreskrim Polda

Sulawesi Selatan

di-

Makassar

Lampiran : 1(satu) bundel berkas

Perihal: Keberatan dan mohon

Perlindungan Hukum atas

Kinerja Penyidik Polda

Sulselbar

Saya yang bertanda tangan di bawah :

Nama Lengkap: Drs. MUH. ARSAD, MM

Tempat/tanggal lahir: Selayar, 5 Agustus 1965

Pekerjaan: Pegawai Negeri Sipil

A l a m a t: Jl. Sunu No. D Komplek Perumahan Pemda Bonehalang

Benteng Selayar, No HP 081354657333

Mendasari surat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Nomor : B/285/WAS/I/2013/Bareskrim tanggal 17 Januari 2013 perihal Pemberitahuan hasil pengawasan terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/334/XII/2010/SPK tanggal 20 Desember 2010 kepada kami sebagai Pelapor, yang antara lain meminta kami untuk menghubungi Direktur Reskrimum Polda Sulsel, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.Bahwa berdasarkan SP2HP yang terakhir kami terima dari Ditreskrim Polda SulselNomor : B/309/V/2011/Dit.Reskrim tanggal 20 Mei 2011 perihal Surat pemberitahuan perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) point 3 “Pertimbangan hukum dan atau hambatan dapat kami sampaikan sebagai berikut :

c.Pasal 263 ayat (2) KUHP, menggunakan surat palsu, salah satu unsurnya tidak terpenuhi, yaitu unsur dapat mendatangkan kerugian, sedangkan gugatan di PTUN, belum ada keputusan tetap, masih proses tahap banding.

d.Pasal 201 KUHP tentang penghinaan, belum terpenuhi, dengan pertimbangan perkara pokoknya sedang dalam proses penyelidikan Penyidik Polres Selayar.

2.Bahwa pertimbangan hukum dan atau hambatan tersebut angka 1 huruf a dan huruf b tersebut di atas saat ini telah terpenuhi sebagai berikut :

a.Gugatan di PTUN Makassar telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) yaitu dengan putusan Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.MKS tanggal 10 Januari 2011 jo. Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.MKS tanggal 23 Mei 2011 jo. Nomor : 293 K/TUN/2011 tanggal 22 Nopember 2011, telah diperintahkan untuk dieksekusi melalui Penetapan Eksekusi Ketua PTUN Makassar Nomor : 14/PEN.EKS/G.TUN/2012/P.TUN.Mks tanggal 20 September 2012, bahkan telah dilaporkan oleh Ketua PTUN Makassar kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR Republik Indonesia, Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar melalui surat Nomor : WA-TUN 1/170/AT.01.06/I/2013 tanggal 14 Januari 2013 perihal Mohon Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar No.58/G.TUN/P.TUN. Mks yang telah berkekuatan hukum tetap (fotocopy dokumen terlampir).

Perlu kami tegaskan bahwa bukti kwitansi palsu (Bukti T.17 No. Urut 96 pada Bukti Tergugat yang tertulis pada halaman 32 Putusan PTUN Makassar, “Foto copy Kwitansi Tanda Terima Suap pada penerimaan CPNS, tanggal 8 Agustus 2010 ) merupakan salah satu pertimbangan yang dijadikan dasar oleh Bupati Kepulauan Selayar untuk memberhentikan kami dari jabatan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar yang telah merugikan kami secara materiil dan immateriil sampai saat ini (2 tahun 8 bulan) dengan hilangnya penghasilan dari tunjangan jabatan dan honor lainnya yang sah sebagai Pejabat Struktural Eselon II-B dan rusak/tercemarnya nama kami bersama keluarga serta hancurnya karir sebagai Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu, unsur kerugian sebagai akibat penggunaan surat palsu sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHP sangat jelas dan tegas.

b.Unsur penghinaan sesuai 201 KUHP bahkan tindak pidana Pemalsuan Tanda Tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) telah terpenuhi dengan meningkatnya status penyelidikan menjadi penyidikan Laporan kami Nomor : TBL/37/II/2012/Sulsel/Res Slyr tanggal 02 Pebruari 2012 dengan terlapor sdr. ROSMERY di Polres Kepulauan Selayar sebagaimana SP2HP Nomor : B/138/X/2012/ Reskrim tanggal 30 Oktober 2012 perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan yang disampaikan kepada kami (fotocopy terlampir). Menurut informasi terakhir tanggal 8 Mei 2013 melalui SMS dari Kasat Reskrim Polres Selayar bahwa berkas kasus tersebut dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Selayar untuk diproses lebih lanjut.

3.Bahwa menurut Penyidik yang menangani kasus ini di Ditreskrim Polda KOMPOL MUH. SYUKRI HASAN, SH menyatakan kepada kami bahwa salah satu hambatan dan kesulitan yang dihadapi untuk memeriksa terlapor Drs. H. SYAHRIR WAHAB, MM Bupati Kepulauan Selayar adalah karena kedudukannya sebagai Bupati yang pemeriksaannya harus mendapat Izin Presiden. Hambatan tersebut saat ini sudah tidak berlaku lagi dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 73/PUU-IX/2011 tanggal 26 September 2012 tentang Pengujian Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menetapkan bahwa pemeriksaan hingga penyidikan Kepala Daerah tidak memerlukan Izin Tertulis dari Presiden.

4.Bahwa berdasarkan fakta dan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut pada angka 2 dan angka 3 di atas, maka sebagai pelapor/korban dari tindakan penggunaan bukti berupa kwitansi palsu tersebut mengharapkan kiranya pihak Penyidik Ditreskrim Polda Sulsel dapat melanjutkan penanganan laporan kami Laporan Nomor : LP/334/XII/2010/SPK tanggal 20 Desember 2010 dapat dilanjutkan kembali dengan memanggil terlapor Drs. H. SYAHRIR WAHAB, MM Bupati Kepulauan Selayar dalam waktu yang tidak lama untuk didengar keterangannya secara langsung oleh pihak Penyidik.

Demikian keberatan ini kami sampaikan dengan harapan kiranya Bapak Kaditreskrim Polda Sulsel berkenan menindaklanjuti dan memberikan perlindungan hukum kepada kami sebagai warga negara yang memiliki hak memperoleh keadilan. Atas perhatian dan bantuannya kami mengucapkan terima kasih.

Yang bermohon,

Drs. MUH. ARSAD, MM

Tembusan disampaikan kepada :

1.Yth. Presiden Republik Indonesia di Jakarta.

2.Yth. Ketua KOMPOLNAS di Jakarta.

3.Yth. KAPOLRI di Jakarta.

4.Yth. IRWASUMPOLRI di Jakarta.

5.Yth. KADIV PROPAM POLRIdi Jakarta.

6.Yth. KABARESKRIM POLRI di Jakarta.

7.Yth. KAPOLDA SULSEL di Makassar.

8.Yth. IRWASDA POLDA di Makassar.

9.Yth. KABID PROPAM POLDA SULSEL di Makassar.

10.Yth. Pengawas Penyidik POLDA SULSEL di Makassar.

11.Yth. Para Pimpinan LSM dan Media Massa Nasional dan Lokal

Dengan tanggapan dalam surat tersebut di atas, saya berharap agar Penyidik Polda dapat menindaklanjutinya dengan memanggil Bupati Kepulauan Selayar Drs. H. SYAHRIR WAHAB, MM sebagai terlapor. Manfaatkan fasilitas Putusan MK Nomor : 73/PUU-IX/2011 yang telah memberikan ruang bagi Penyidik untuk memeriksa Kepala Daerah tanpa harus memperoleh Izin Tertulis dari Presiden terlebih dahulu.

Semoga..

Selayar, 11 Mei 2013

Muh. Arsad

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun