Mohon tunggu...
'acha 'Muh Arsad
'acha 'Muh Arsad Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Alumnus FISIPOL dan MM UGM, Kepala BKD Kepulauan Selayar versi Putusan PTUN Makassar dan telah memenangkan perkara TUN melawan Bupati Kepulauan Selayar sampai tingkat kasasi di MA, mencoba menegakkan aturan kepegawaian melawan arogansi kekuasaan Kepala Daerah akibat Pilkada langsung.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pejabat Selayar Kehilangan “Rasa Malu”

26 Maret 2013   05:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:13 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,"Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu." (HR. Bukhari dan Muslim). Selanjutnya, Rasulullah Shallalhu Alaihi Wasallam bersabda, “Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR.Ibnu Majah).

Rasa malu tak lain merupakan refleksi keimanan, laksana perisai yang dapat mencegah seseorang dari melakukan kemungkaran dan kemaksiatan. Bahkan mulia atau hinanya akhlak seseorang dapat diukur dari rasa malu yang ia miliki. Karena itulah, malu tak dapat dipisahkan dari keimanan. Keduanya selalu hadir bersama-sama. Makin kuat iman seseorang, makin tebal pula rasa malunya. Begitu juga sebaliknya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Iman itu memiliki 60 sampai 70 cabang, yang paling utama ialah pernyataan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari iman.” (Muttafaq ‘alaih).

Tanpa rasa malu, seseorang akan leluasa melakukan apa pun yang ia inginkan, meski hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Jika engkau tidak lagi memiliki rasa malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.” (HR. Bukhari).

Rasa Malu” yaitu merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya)”.Begitu pentingnya “rasa malu” ini dimiliki oleh seseorang, maka leluhur orang Selayar mewasiatkan petuah kepada keturunannya yang berbunyi “siri’ja ri pammariang ri lino, ampa tide’mo siri’ ri kalenta bajikangan mamo pa mate” yang artinya “hanya dengan rasa malu kita hidup di dunia ini, kalau rasa malu kita sudah tidak ada dalam diri kita lebih baik kita mati saja”.

Kehilangan “rasa malu” dalam diri seseorang dapat terjadi karena kecintaan terhadap kenikmatan duniawi yang berlebihan. Fitnah dunia telah sedemikian hebatnya mengganas, menyerang dan menguasai pikiran mayoritas umat manusia. Fitnah itu mengkristal menjadi ideologi yang banyak dianut manusia, yaitu “materialism”. Rasulullah saw., pada 14 abad lalu telah memprediksinya dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits Wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu ? Rasul saw. bersabda,” Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat,” Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw ? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).

Tiga fitnah dunia wanita, tahta dan harta telah menjadi momok yang telah membutakan hati dan penyebab utama hilangnya rasa malu seseorang. Dunia dengan segala isinya adalah fitnah yang banyak menipu manusia. Dan Rasulullah saw., telah memberikan peringatan kepada umatnya dalam berbagai kesempatan, beliau bersabda dalam haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita”(HR Muslim) (At-Taghaabun 14-15).

Fakta yang terjadi dewasa ini dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Selayar membuktikan bahwa “oknum” Pejabat Pemerintahan di Selayar sudah mulai terkikis bahkan kehilangan rasa malu, sehingga perbuatan buruk dan tercelah dengan mudah dilakukan tanpa merasa bersalah sama sekali. Pejabat Pemerintahan dengan gampang dan seenaknya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, padahal dirinya mengetahui persis bahwa apa yang dilakukannya merupakan pelanggaran. Contoh paling nyata dan telah menjadi pembicaraan masyarakat Selayar adalah pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Pengangkatan pejabat yang tidak memenuhi syarat jabatan karena keluarga dan kroni Penguasa, pemindahan dan pemberhentian pejabat tanpa melalui mekanisme dan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hanya berdasarkan iri hati, dendam dan kebencian secara pribadi akibat tidak mendukung dalam Pilkada merupakan pemandangan sehari-hari bagi masyarakat. Kekalahan telak Bupati Kepulauan Selayar 4-0 di PTUN dalam perkara TUN melawan Muh. Arsad Kepala BKD yang diberhentikan dari jabatannya karena dendam Pilkada merupakan fakta hukum yang tidak bisa dibantah dan telah menjadi bukti betapa buruknya manajemen pemerintahan di Selayar.

Pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah yang amburadul dengan predikat “disclaimer” sebagai opini populer yang selalu diberikan oleh Tim Audit BPK setiap kali melakukan pemeriksaan tahunan terhadap pelaksanaan APBD Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan hal yang dianggap biasa. Akibat pelanggaran dalam pengelolaan keuangan ini telah menyeret sejumlah pejabat pemerintah daerah menjadi “tersangka” dalam pemeriksaan Aparat Penegak Hukum. Berita-berita korupsi pejabat Pemerintah Daerah Kepulauan Selayar yang dimuat oleh media massa cetak seperti kasus tiang listrik, kasus pengadaan kapal cepat, kasus pengadaan jolloro, kasus bibit kayu hitam fiktit, kasus dugaan korupsi dan pencucian uang, dan yang paling hangat dan ramai diberitakan adalah pemeriksaan Bupati Kepulauan Selayar oleh Tim Penyidik Kejati Sulawesi Selatan pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2013 dalam kasus trace dan pra-desain Jalan Lingkar Timur Pulau Selayar yang diduga jiplakan dari Gorontalo.

Berita pemeriksaan Bupati Kepulauan Selayar oleh Tim Penyidik Kejati Sulawesi Selatan sebagai saksi dalam kasus trace dan pra-desain Jalan Lingkar Timur Pulau Selayar pada tanggal 15 Maret 2013 tersebut dimuat oleh seluruh media massa cetak (koran/surat kabar) di Makassar. Berita Kota Makassar (BKM) edisi Sabtu 16 Maret 2013 menulis judul berita “Kejat Periksa Bupati Selayar”; Tribunnews.com edisi Sabtu 16 Maret 2013 merilisnya deangan judul “Kejati Sulsel Periksa Bupati Selayar, Walikota Palopo Mangkir”; Tribun Timur.com edisi yang sama juga menulis judul “Bupati Selayar Diperiksa Kejaksaan”; sementara itu Sindonews.com edisi 15 Maret 2013 menulis judul yang lebih keras “Korupsi Trase Jalan, Kejati Periksa Bupati Selayar”; dan Koran Tempo Makassar edisi Sabtu 16 Maret 2013 dengan uraianyang lebih jelas dan tegas menulisnya dengan judul “Bupati Akui Tak Usulkan Anggaran Pra-Desain Jalan Lingkar Timur”.

Hilangnya “rasa malu” yang menjangkiti “oknum” Pajabat Selayar ini sesuai dengan sinyalemen dan pernyataan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono sebagaimana diberitakan Republika Online (ROL) Selasa, 19 Februari 2013, 20:06 WIB merilis berita berjudul “SBY : Korupsi ? Itu Tanda Merosotnya Rasa Malu”. Kompas.com dalam waktu yang sama Selasa, 19 Februari 2013 | 17:41 WIBmenulis judul“Presiden: Rasa Malu Masyarakat Terus Merosot”.Presiden menilai rasa malu di tengah masyarakat semakin merosot. Hal itu, menurut Presiden, terlihat dari masih terjadinya korupsi, kongkalikong, kekerasan, fitnah, caci maki, dan berbagai keburukan lainnya.Itu adalah tanda-tanda merosotnya rasa malu dalam kehidupan masyarakat kita. Situasi ini sungguh memprihatinkan kita," kata Presiden ketika memberikan sambutan dalam perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2564 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (18/2/2013).

Hal itu dikatakan Presiden merespons tema Perayaan Imlek Nasional tahun ini, yakni "Rasa Malu Besar Artinya bagi Manusia." Perayaan juga diikuti para anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, Shinta Nuriyah Wahid (istri Abdurrahman Wahid), Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, tokoh lain, serta ribuan tamu undangan.

Kehilangan “rasa malu” ini telah membuat Pejabat Selayar berlaku sewenang-wenang dan sekehndak hatinya, persis dengan apa yang telah dipesankan oleh Rasulullah SAW “Jika engkau tidak lagi memiliki rasa malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.” (HR. Bukhari).

Wassalam

Selayar, 26 Maret 2013

Muh. Arsad

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun