Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Politik

Empat Fakta Krisis Bagi Anak Bangsa

13 Maret 2013   19:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:50 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata-kata krisis, reformasi, zaman edan, demonstrasi, atau kata-kata bersayap lainnya jujur harus kita akui telah mendominasi atmosfir bangsa ini. Ini menunjukkan bahwa bangsa ini tengah menuju titik nadir terendah dalam kehidupan berbangsa. Setiap situasi baru yang muncul, khususnya dalam peta perpolitikan dan penyelenggaraan negara semuanya dipenuhi ambisi-ambisi pribadi maupun golongan. Situasi ini tercermin dalam situasi sekarang ini, yang mana, politik yang di dengung-dengungkan santun ini, pun berlaku pada pelaku korupsi yang ‘santun’ pula.

Dampak dari semua ini pada akhirnya menjadikan fakta atau kebenaran yang harus ditanggung seluruh anak bangsa.

Fakta atau kebenaran yang pertama yaitu, tentang adanya penderitaan yang tengah melanda hampir seluruh anak bangsa. Penderitaan inilah yang disebut krisis. Krisis dalam artian semuanya.

Tanpa adanya kesadaran tentang krisis ini, seseorang tidak akan mungkin mempunyai niat untuk mengakhirinya. Ambil contoh orang yang hidup di pedalaman dan sehari-harinya hidup secara alami dan tidak membutuhkan sesuatu dari luar kebutuhan pokoknya. Apakah mereka berkeinginan untuk mengakhiri krisis? mungkin mereka malah tidak atahu apa arti krisis itu sesungguhya. Yang peling menyadari arti kata ini adalah mereka yang menjadi korban langsung seperti PHK dls.

Fakta yang kedua yaitu tentunya krisis ini mempunyai sebab. Dan sebab yang paling masuk akal bukanlah masalah nilai tukar rupiah yang melemah, campur tangan asing, maupun dampak dari politik global. Semua hal itu bukanlah penyebab langsung melainkan hanya sebagai pupuk dan pematang dari kondisi bibit krisis yang memang mesti terjadi. Penyebab yang paling radikal atau mengakar dari krisis adalah kondisi moral bangsa yang buruk, yang telah menanam karma buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kondisi moral inilah yang membutakan kita sehingga tidak menyadari bahwa hukum alam (karma) pasti akan berlaku cepat atau lambat. Kebobrokan moral inilah yang menjadi picu meyebarnya virus KKN mulai dari kepala, leher, dada, tangan, perut, hingga keujung jari kaki struktur tubuh masyarakat. Dulu, waktu Orba, mereka yang dihinggapi virus ini justru malah dianggap sebagai para moralis pembangun bangsa, namun saat kondisi Yin bangsa indonesia berganti Yang, terbukalah semuanya, kebobrokan yang telah memasyarakat hingga membuat orang-orang lugu mengelus dada. Dalam konteks kekinian hal itu pun tercermin, saat wajah-wajah lugu, orang yang santer mengatakan tidak pada korupsi, apa yang terjadi? Korupsi juga!

Fakta yang ketiga yaitu, bahwa krisis dapat dilenyapkan. Krisis bukanlah sesuatu yang kekal, karena tidak suatu apapun yang kekal di atas dunia ini, dan tiada kondisi terus menerus tanpa akhir. Menilik fakta ini setidaknya akan menumbuhkan harapan pada kita. Krisis akan berakhir. Namun tentu saja tidak akan berakhir dengan sendirinya. Mesti, seluruh komponen bangsa harus bergerak bersama dan menyudahi debat kusir yang ujung-ujungnya buang waktu. Bergerak bersama menuju pengakhiran krisis dan bukannya mengeluh dan menunggu mitos Satria Piningit atau Ratu Adil yang keberadaannya hanya sebuah konon saja. Biarlah kalangan elite busuk berjalan di jalan mereka sendiri yang penuh kekotoran dan intrik itu. Sebagai salah satu komponen bangsa kita mempunyai kewajiban yang sama dengan kapasitas masing-masing untuk berusaha, bergarak menuju kondisi lenyapnya krisis.

Fakta yang terakhir, yaitu tentang adanya cara atau jalan untuk melenyapkan krisis. Tanpa adanya fakta jalan ini, kita akan berpandangan pesismis terhadap kenyataan, bahkan dapat mengarah pada nihilisme, yang pada akhirnya bisa membawa kita paham-paham yang bernuansa atheis. Bila fakta terakhir ini atau yang keempat ini tentang jalan untuk mengakhiri krisis dilakukan dengan penuh kesadaran oleh segenap komponen bangsa, bukan mustahil kata ‘krisis’ akan tidak terdengar lagi gaungnya di negeri ini.

Terlalu optimiskah? Terserah jawaban pembaca. Ada sebagian yang barangkali menjawab tidak juga. Bila jalan ini mendapat prioritas yang diakhirkan, sebuah keniscayaan moral bangsa ini akan semakin merosot. Kenyataan ini bisa kita dapati sekarang ini, perekonomian bisa dikatakan semakin membaik, namun pada kenyataannya moral para penyelenggara negara bobrok. Semu belaka. Apa yang terjadi jika semua ini tidak segera diakhiri? Karma buruk bangsa ini akan tertimbun lagi tanpa disadari hingga akhirnya nanti akan meledakkan krisis yang model baru lagi dan tentunya akan lebih dahsyat dari krisis yang sekarang ini. karena yang menjadi akar dari krisis adalah kondisi keburukan moral, maka kebangkitan ekonomi dan politik tanpa memperhitungkan faktor-faktor batin bagsa hanya akan melahirkan lingkaran setan krisis-krisis baru, yang bisa jadi berbeda atau pun sama bentuknya..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun