Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Polemik Perda tentang Sopi dan Perdebatan Lucu di Medsos

24 Juni 2019   00:47 Diperbarui: 24 Juni 2019   07:25 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tahuribabunyi.com


Polemik soal Peraturan Daerah(Perda) kini membumin khususnya pada dataran pengguna medsos di Maluku. Demikian terjadi setelah Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno, mengatakan Sopi harus di Perdakan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengontrol produksi.

Namun ucapan itu kian menuai polemik dari dua sudut pandang yang berbeda. Pandangan pertama, mengatakan, Sopi adalah minuman beralkohol, yang jatuhnya haram. Sedangkan pandangan Kedua, Sopi, harus diperdakan biar terkontrol peredarannya.

Kedua pandangan tersebut, yang menjadi argumentasi hangat dalam debat medsos, mungkin juga di ruang publik alias tongkrongan rumah kopi atau kampus. Bisa jadi. Oleh sebabnya, menurut pandangan saya, mengalirnya argumentasi perdebatan soal Sopi terlihat lucu.

Hal lain yang didebatkan adalah, Sopi dapat menaiki tingkat taraf ekonomi masyarakat desa. Karena sebagian besar Masyarakat Maluku cenderung berdagang Sopi. Bukan sebagai peningkatan taraf pendapat ekonomi desa saja, sebagian masyarakat juga memamfaatkan Sopi sebagai obat penyembuhan bila badan terasa pegelinu atau kecapean.

Pada faktualnya, Sopi sering menjadi objek tolak ukur masyarakat bila di komsumsi secara berlebihan. Banyak konflik, pemerkosan, diasumsikan bermula dari penggunaan Sopi yang berlebihan. Asumsi ini yang terus terkonstruk pada level akar rumput. Seakan-akan agresifitas manusian dan patriarki tak dipikirkan. Sehingga analoginya terlihat sederhana dan takberdasar.

Senyata, konteks keimanan seorang manusia diserang dengan dalil agama bila kedapatan mengkomsumsi Sopi. Logika diatas saya kategorikan sebagai manusia yang malas berfikir, menggunakan ruang privat sebagai sandaran penyadaran diruang publik. Lucu kayanya deh.

Hal lain adalah ketika antara makruh(boleh) dan haram. Disinggun begitu ketatnya dalam dialog amburadul. Seperti yang saya lihat di medsos, kebanyakan argumentasi perbandingan Sopi sama rokok, yang katanya haram juga karena bisa mengganggu kesehatan.

Padahal, menurut pendukung Perda, inti dari Perda tentang Sopi, untuk mengontrol peredaran secara bebas, dan biaya mahal. Tetapi, kerap kali diserang pakai dalil kontroversi seperti tingkat keimanan yang rendah, dan mengundagan bencana kemaksiatan yang merajalela.

Ada juga yang beranggapan, yang harusnya dibentuk ialah Perda pelarangan Sopi, bukan Perda pelegalan Sopi. Pertanyaannya? Apa jaminan bila Perda pelarangan Sopi diadakan, bisa hilang begitu saja Sopi-nya? kan tidak juga.

Perda bisa saja ada, tapi dikemas sedemikian ketat mungkin. Dan pada proses eksekusi pun harus benar-benar maksimal. Soal pengemasan Perda, saya bukan ahlinya, mungkin bisa mengundang pakar ademisi, budayawan, tokoh adat dan tokoh agama yang egaliter. Ada tidak tokoh agama muslim di Maluku berkelakukan Egaliter untuk menerima Perda Sopi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun