Mohon tunggu...
Abdurachman FJ
Abdurachman FJ Mohon Tunggu... jurnalis -

Bekerja sebagai pewarta foto di salah satu media. Menyukai petualangan di hutan hingga belantara beton kota.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia Tak Lagi Ramah Anak

5 Juni 2017   15:13 Diperbarui: 5 Juni 2017   15:26 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak di kampung Apung

Jelang ramadhan sudah menjadi tradisi masyarakat indonesia bersilturahmi dengan sanak saudara, tidak terkecuali dengan saya. Memanfaatkan hari libur, saya sekeluarga mengunjungi rumah orang tua di Kota Hujan. Melihat wajah mereka dengan gurat-gurat kehidupan yang mulai tampak jelas, selalu menjadi penyemangat. Apalagi saat Syifa dan Aghni berlari menyambut kedatangan kami. Senyum dan keceriaan dua keponakan itu, merontokkan lelah selama perjalanan. Bahkan selalu berhasil membuat saya ingin segera kembali. Melihat mereka tumbuh dan menjalani masa kanak-kanaknya menjadi kebahagian tersendiri buat saya. 

Satu kejadian menarik saat kami berkunjung kali ini. Waktu itu mereka sedang asik bercanda dengan anak dan istri saya.

“Teteh Tante (sebutan mereka ke istri saya), kan Si Siti nikah” kata Aghni. 

“Siti itu siapa?” Istri saya balik bertanya. Bingung dengan pertanyaannya yang mendadak.

“Itu loh Si Siti, masa Teteh Tante gak tahu?” jawab Agni kesal.

“Ya kan Teteh Tante gak tau” istri saya masih bingung dengan pertanyaan bocah bulat dan berpipi tembam itu.

“Siti yang di Tukang Ojek Pengkolan” Syifa menjelaskan. Istri saya hanya tersenyum mendengar jawaban dari keponakan saya itu. 

“Teteh Tante kan jarang nonton tv, paling nonton Upin Ipin aja”jawabnya.

“Ih Teteh Tante kaya anak kecil aja nontonnya Upin Ipin” Aghni bersungut kesal.

Percakapan mereka terus teriang dipikiran saya. Sebegitu parahkah hiburan di televisi, hingga mereka “dipaksa” melihat tayangan orang dewasa. Atau mungkin orang tuanya tidak memberikan pengawasan yang benar untuk mereka. Memberi tahu mana yang baik mereka tonton dan tidak. 

Saya pun teringat istri saya yang sering menggerutu tentang si kecil Ara. Pasalnya Ara sering mendadak terbangun saat mendengar lagu salah satu partai politik (Parpol) yang diputar ditelevisi. Awalnya saya berpikir itu cuma candaan istri saya, maklumlah lagu itu sabanhari diputar terus. Si empunya stasiun televisi itu mendirikan parpolbaru. Saya baru percaya saat sedang asik bermain dengan Ara dan lagu tersebut dilantunkan ditelevisi. Seketika dia berlari kearah tv dan berjoget sambil menirukan lagu tersebut. Meski saya goda  dan berusaha mengalihkannya, Ara tidak bergeming. “Ya tuhan, sebegitu parahkah televisi saat ini” saya bergumam dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun