Mohon tunggu...
Abdillah Imron Nasution
Abdillah Imron Nasution Mohon Tunggu... Dosen -

Berdomisili dan bekerja di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'PUNGO' dalam perspektif Neuroscience

6 November 2015   01:35 Diperbarui: 6 November 2015   23:16 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   

    Apa yang akan orang ingat ketika kita menyebutkan kata Aceh? Konflik dan Ganja? Ternyata, saat ini Aceh tidaklah identik lagi dengan dua hal tersebut. Ganja sudah mulai berkurang nilai khas Acehnya. Walau masih terdapat beberapa konflik di Aceh, suasana saat ini masih dapat dikatakan aman.

    Sudah banyak penambahan khas yang ditabalkan pada saat orang ketika mendengar kata Aceh, seperti tsunami, gam inong, syariat, dan terakhir adalah gila alias pungo. Sebenarnya keidentikan pungo ini sudah dimulai ditabalkan oleh Kompeni. Pihak Kompeni Belanda menyebutkan Atjeh Moorden atau het is een typische Atjeh Moord. Mereka menyebutkan ini sebagai bentuk rasa trauma pada semangat juang Pejuang Aceh yang tak mengenal rasa takut pada kematian. 

    Saat ini, kata pungo kembali terkenal untuk Aceh. Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah menilai APBA-P 2015 dengan sebutan APBA–Pungo. Gubernur melihat dari sisa masa kerja tahun anggaran 2015 yang tinggal 45 hari lagi. Namun lupakan pesan politik yang ada di dalam kata pungo tersebut. Saat ini, saya tak ingin membahas perpolitikan yang terjadi pada pembahasan APBA-Pungo tersebut. Saya lebih tertarik membahas pungo ini dari perspektif neuroscience popular.

    Menurut riset yang dilakukan Power et al tahun 2015 yang dimuat dalam National Neuroscience, disebutkan bahwa kegilaan memiliki hubungan dengan kreativitas dan ketakutan. Riset yang dilakukan oleh Harvard University lebih mempertegas lagi hubungan ini dimana dikatakan pungo dapat menjadi kreatif dan takut secara bersamaan. Gampangnya, secara contoh kita akan menemukan orang gila yang kreatif namun tak jarang orang terlalu kreatif menjadi orang gila, begitu juga dengan orang gila yang penakut, dan kita temukan juga orang yang terlalu ketakutan juga menjelma menjadi orang gila.

    Kreatif adalah hasil olah ide manusia  dimana ide ini memiliki kebiasaan berbeda dari orang kebanyakan. Kreativitas selalu identik dengan gagasan atau ide. Dalam kehidupan dunia saat ini, ada tiga pihak yang cenderung berprilaku seperti ini, yaitu ilmuwan, seniman, dan koruptor. Bukan maksud menyamakan ilmuwan  dan seniman dengan koruptor, tapi hanya menggarisbawahi bahwasanya ketiganya memiliki standar kreatifitas yang sama. Ketiganya cenderung memiliki cara yang sama dimana saat satu cara gagal lalu dicoba lagi cara baru hingga mendapatkan hasil yang diharapkan. Tak jarang, ketiganya itu kreatif menggunakan metode up to date dan nyentrik bagaimana caranya supaya sesuai dengan tujuan diharapkan.

    Selanjutnya pungo terkait dengan ketakutan. Sebenarnya, ketakutan ini semacam gangguan kecemasan di mana penderitanya memiliki ketakutan tanpa henti dari sebuah situasi, makhluk hidup, tempat atau lingkungan. Di negara-negara industri, ketakutan adalah jenis yang paling umum dari gangguan kecemasan. Lebih dari 50 juta orang di Amerika Serikat dan 10 juta di Inggris diperkirakan hidup dengan ketakutan. Jeleknya, mereka ini dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.

    Riset terbaru menemukan bahwa, perempuan memiliki persentase menderita ketakutan yang lebih tinggi daripada pria. Ini dipicu oleh hormon yang terdapat pada perempuan dan pria saat menghadapi situasi yang menegangkan. Pembuktian sederhana ini dapat dijumpai dari pola, sekumpulan pria akan menunjukkan pola lebih berani daripada sekumpulan perempuan dengan jumlah yang sama. Namun, belum ada riset yang menyatakan sebaliknya, dimana sekumpulan pria menunjukkan ketakutan yang lebih tinggi dengan sekumpulan perempuan dengan jumlah yang sama. Begitu pula dengan sisipan sejumlah perempuan dalam sekumpulan pria, ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikaan dalam meningkatkan rasa ketakutan pada pria. Tak jarang, dikehidupan sosial seorang pria akan malu disebut sebagai pria penakut, namun sebaliknya perempuan merasa biasa saja saat orang menyebutkannya sebagai perempuan penakut.

    Selama ini rasa takut diterima sebagai kemutlakan yang tidak dapat dihindari atau bahkan diobati. Dalam beberapa riset terkemuka juga ditemukan rasa takut (fear) ini disebut sebagai False Emotion Appearing Real atau emosi palsu yang terkesan nyata. Sebagai makhluk yang memiliki akal, manusia memiliki cara yang terbaik untuk dapat mengelola rasa takutnya mencapai kesuksesan. Dalam science modern dikatakan bahwa rasa takut ini dapat menjadi sumber energi untuk fight or flight -melawan atau melarikan diri. Seseorang ketika menghadapi bahaya, secara spontan rasa takut yang ada di dalam dirinya  terdorong untuk melawan atau melarikan diri. Disini akan tampak perbedaan dimana orang yang sukses mengelola ketakutannya akan berdiri tegak membusungkan dada selama hidup, berbeda dengan yang melarikan diri, akan menunduk malu dalam masyarakat dan tak jarang tetap dihantui oleh rasa takut tersebut seumur hidupnya.

    Terakhir, Secara neuroscience, kegilaan dalam hubungan dengan kreatif dan ketakutan adalah dilakukan secara spontan alias tidak dibuat-buat. Kita tidak akan bisa memaksakan diri agar kreativitas itu terjadi atau ketakutan tampak begitu nyata. Sehingga dari ukuran tingkat spontanitas, dari ketiga jenis yang disebutkan cuma ilmuwan dan seniman yang sudah sangat jarang di temukan yang spontan. Bagaimana dengan Koruptor? anda yang lebih tahu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun