Mohon tunggu...
Ketut Syahruwardi Abbas
Ketut Syahruwardi Abbas Mohon Tunggu... -

hanya orang biasa yang kebetulan suka "ngelamun" dan suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembagian Warisan (Faraidl) yang lebih Adil

16 Maret 2011   08:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:45 5050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ibu Dewi, seorang janda tua harus rela “makan hati” menumpang di rumah anak lelakinya yang telah menikah dan memiliki tiga anak. Janda berumur 72 tahun itu ditinggal suaminya setelah hidup bersama selama 50 tahun. Ketika menikah dulu, mereka tidak memiliki apa-apa. Sedikit demi sedikit suami-istri itu mengumpulkan harta sehingga memiliki sebuah rumah cukup besar beserta harta-benda lain.

Sepeninggal suaminya, seluruh harta dibagi dengan empat anaknya (1 lelaki dan 3 perempuan). Ibu Dewi mendapatkan pembagian 1/8 sesuai hukum faraidl (hukum pembagian warisan dalam Islam). Agar mudah dalam menghitung pembagian, rumah keluarga dijual dan hasil penjualannya itulah yang dibagi. Walhasil, di masa tuanya Ibu Dewi tidak lagi memiliki rumah sendiri. Dia harus mneumpang di rumah anak lelakinya dan hidup bersama menantunya yang (sangat kebetulan) tidak terlalu suka diikuti sang mertua.

Cerita Ibu Dewi dan sangat mungkin dialami juga oleh jutaan janda lainnya membuat saya sering mengerutkan kening: Betapa tak adilnya cara pembagian ini. Ibu Dewi yang ikut mengumpulkan harta sama sekali tidak memiliki hak kepemilikan atas harta itu ketika sang suami meninggal. Harta yang mereka kumpulkan berdua itu sepenuhnya dianggap milik sang suami dan serta-merta dibagi oleh ahli warisnya.

Apakah pembagian waris dalam Islam tidak adil terhadap janda yang ikut bersusah payah mengumpulkan harta warisan itu? Mungkin ada baiknya memikirkan masalah ini.

Pertanyaan yang harus dijawab: Apakah istri tidak berhak atas harta gono-gini (setengah dari harta yang diperoleh selama pernikahan) dalam kasus cerai meninggal? Kenapa dalam kasus cerai akibat pertengkaran sang istri berhak atas gono-gini dan dalam kasus cerai mati tidak?

Kata kunci dalam hal ini adalah: harta mana yang harus diwariskan? Apakah jika seorang suami meninggal, maka semua harta yang diperoleh selama menikah itu seluruhnya milik sang suami dan harus dibagi semua untuk ahli warisnya begitu saja?

Al Qur’an hanya merinci pembagian warisan kepada ahli waris. Sedangkan harta yang akan dibagi sama sekali tidak dijelaskan. Al Quran hanya memberi batasan tentang wasiat dan utang-utang yang harus dibayarkan terlebih dahulu sebelum harta peninggalan dibagi untuk ahli waris.

Jadi, jika hukum gono-gini diterapkan pada kasus cerai mati (dan seharusnya memang diterapkan), maka harta yang dibagi sebagai harta warisan adalah harta pembawaan sebelum menikah, plus setengah dari harta yang diperoleh setelah menikah (karena setengahnya lagi merupakan milik istri/janda yang ditinggalkan) setelah dipotong wasiat dan utang-utang.

Contoh:

Jika seorang suami meninggal, memiliki harta senilai 1 miliar yang diperoleh saat pernikaha berlangsung, dan 500 juta dibawa sebelum menikah, sedangkan yang bersangkutan memiliki dua anak (laki dan perempuan), maka seharusnya pembagaiannya adalah sebagai berikut: harta 1 miliar (yang diperoleh setelah menikah) dibagi dua, 500 juta untuk istri sebagai harta gono-gini,sedangkan 500 juta sisa gono-gini ditambah harta pembawaan 500 juta dibagi sebagai harta warisan. Barulah diberlakukan hukum faraidl, di mana istri memperoleh 1/8 (125 juta). Sisanya (ashabah) 875 juta dibagi tiga. Anak laki mendapat dua bagian dan anak perempuan mendapatkan satu bagian. Dengan demikian, sang janda tua yang ditinggalkan suaminya itu mendapatkan cukup jaminan untuk hidup di masa tuanya. Nanti, jika dia meninggal, barulah harta itu dibagi kembali sesuai dengan hukum faraidl.

Allahu A’lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun