Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Super Dolar Makin Angker, Waspadai Krismon Jilid Dua!

29 Agustus 2015   00:46 Diperbarui: 29 Agustus 2015   04:49 5545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.hedgeye.com/media_assets/0065/1433/currency_cartoon_04.13.2015_normal.png

Merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS tak berkesudahan tampaknya menjadi barometer sekaligus signal betapa daya tahan ekonomi kita sangat rentan diguncang oleh tekanan global terutama menguatnya mata uang AS (Super Dollar) di seluruh dunia. Super dolar atau disebut juga dengan "Superbill" untuk pecahan 100 dolar telah merajai uang dunia sejak 3 dekade terakhir.

Para pakar ekonomi dan pelaku yang berkompeten yang membidangi tugas ekonomi, moneter dan perdagangan boleh saja memberi analisis dengan sejumlah alasan dan logika-logika yang membuat suasana aman, nyaman, teduh dan sikap optimis tentang nasib rupiah yang membuat kita sejenak terlena pada janji-janji  menguatnya kembali mata uang kita, akan tetapi dalam kenyataan dari waktu ke waktu menguatnya rupiah tak kunjung nyata setelah mencatat nilai terendah terhadap dolar AS pada Juni 1998 dengan nilai Rp.16.800 per dolar AS menguat kembali ke Rp.6.900 per dolar AS.

Pelan tapi pasti rupiah terus merosot hampir tak terbendung. Meski pemerintah dan pihak berkompeten di bidang tersebut telah mati-matian membendung dan membentengi pertahanan rupiah tapi tak kuasa menghadapi super dolar yang telah membuat perang mata uang dengan kemenangan besar tumbuhnya ekonomi pesat AS. Super dolar meraup keuntungan luar biasa akibat selisih kurs terhadap mata uang seluruh dunia terutama di negara yang lemah sistim ekonominya termasuk Indonesia.

Pemerintah, pakar dan ahli yang berkompeten dibidang ekonomi dan moneter telah memberi analisa dan pernyataan yang menyejukkan sebagian kita, pemerintah (negara) optimis bahwa badai tekanan global kali ini tidak seburuk yang dibayangkan. Beberapa pernyataan yang masih hangat terlontar dari pakar dan ahli yang ditunjuk pemerintah untuk membidangi ekonomi dan keuangan serta pedagangan antara lain adalah :

  • Rasio - rasio ekonomi dan keuangan -katanya- sekarang lebih baik dari kondisi krisis ekonomi dan moneter 1997-1998
  • Kiris kali ini berbeda dengan krisis yang terjadi pada 1997-1998
  • Memburuknya mata uang kita terhadap super dolar jauh lebih kuat dibandingkan negara tetangga
  • Pertumbuhan ekonomi masih bagus dan laju inflasinya pada kisaran normal sekitar 2%
  • Cadangan devisa masih kuat menopang ekonomi sekitar 2 miliar dolar AS
  • Sejumlah lontaran kalimat lainnya terasa amat menyejukkan, membuat kita yakin dan optimis bahwa negara kita akan mampu menghadapi tekanan kali ini yang sesungguhnya tergolong hampir mirip kisah krisis ekonomi 1997-1998 khususnya pada pergerakan mata uang yang turun hampir tak terbendung pada masa itu.

Tapi apa yang terjadi di seberang sana?

  • Importir menjerit tak kuasa membayar akibat selisih kurs yang luar biasa tingginya
  • Pelaku pasar elektronik menjerit akibat dagangan elektronik mereka lesu pembeli khususnya enam bulan terakhir
  • Produsen atau pabrik yang bahan bakunya tergantung pada impor tersengal-sengal nafasnya akibat dilema memilih bertahan dengan sejumlah karyawan atau menutup usahanaya.
  • Bahan kebutuhan pokok semakin mahal.
  • Pergantian suku cadang dan perawatan yang bahannya buatan luar negeri akan semakin besar biayanya
  • Nilai hutang yang dikenakan dalam mata uang dolar AS membengkak membuat pembayar hutang termasuk hutang negara bikin semaput untuk melunasi atau mencicilnya.

Meski pada umumnya melemahnya Rupiah membuat kita gusar, diseberang sana, banyak juga pelaku ekonomi yang mendapat limpahan rezeki nomplok atas menguatnya dolar AS, akan tetapi seseungguhnya lebih banyak yang gusar ketimbang berbinar-binar atas peristiwa melemahnya mata uang rupiah.

Mengapa Rupiah bernasib malang?

Menurut Gubernur BI, Agus Martowardoyo, ekonomi AS diperkirakan akan terus membaik dalam 3 tahun mendatang. Super Dolar akan terus menguat, apalagi diprediksi ekonomi China belum tentu membaik tahun ini, katanya kepada pers (Jumat 28/8). Dapatkah kita bayangkan akan bernasib seperti apa rupiah kita kita tiga tahun ke depan jika prediksi Gubernur BI tersebut jadi kenyataan?

Apakah kita terus menerus hanya mampu menghibur diri tanpa mampu melakukan sesuatu yang mampu melepaskan belengu yang menyebabkan rupiah bernasib malang?.

Fenomena menguatnya Super Dolar yang secara langsung berimplikasi terhadap melemahnya Rupiah telah dianalisis dan dibahas dimanapun dan oleh siapapun termasuk oleh berbagai penulis di Kompasiana. Oleh karenanya pencetus melemahnya Rupiah secara teknis tidak diuraikan lagi satu per satu pada tulisan ini.

Dalam pandangan penulis  penyebab terus menerus melemahnya Rupiah diakibatkan oleh dua hal umum, yaitu :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun