Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta, Potret Terbaik Kesenjangan ala Film "Parasite"

14 Februari 2020   09:42 Diperbarui: 14 Februari 2020   18:17 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ingin melihat potret terbaik sebuah kesenjangan maka datangilah Jakarta. Di satu sisi terdapat kawasan elit seperti Pondok Indah, Menteng, atau yang viral beberapa waktu lalu perumahan di atas mall Thamin city dan Mall of Indonesia (MOI) yang menyuguhkan kemewahan serta privasi bagi pemiliknya.

Di sisi lain, jika kita mendatangi gang-gang sempit dan menelusurinya, akan ada gubug-gubuk reyot di bantaran kali, atau menyempil di antara jejeran rumah yang juga tak begitu besar.

Siapa bilang Jakarta tak punya gubug? Masih banyak tempat di Jakarta yang tak layak huni. Bahkan dekat dengan tempat saya bermukin, ada kontrakan murah meriah seharga 100 ribu. Bisa dibayangkan sendiri kondisinya. Di Jakarta, tempat di mana harga kos-kosan berkisar antara 3- 10 jutaan, ada tempat tinggal seharga 100 ribu, pastilah kurang layak dinamai hunian. Tempat tersebut ditinggali para perantau yang bekerja sebagai pengganti batu jam, sol sepatu dan kawan-kawannya.

Si empunya kontrakan pernah bercerita, ia memang sengaja tak ingin memperbaiki kontrakannya. "kalau saya perbaiki maka harganya jadi mahal, kalau mahal, di mana orang-orang itu akan tinggal?"  Begitu katanya.

Itu terjadi di gang-gang sempit di daerah Jakarta Selatan. Iya, Jaksel yang terkenal elit itu pun menyimpan kondisi pahit. Belum lagi jika kita tengok daerah lain seperti Jaktim, Jakbar, Jakpus dan Jakut yang tentu juga menyimpan kepahitan yang sama.

Kondisi tadi tentu bertolak belakang dengan mereka yang mengenyam privasi. Kalau ada yang bilang properti di Jakarta itu mahal, menurut saya privasi jauh yang lebih mahal. Semakin privat suatu hunian semakin mahal harganya. Itulah yang dimiliki para artis, pejabat, pengusaha dan para miliarder.

Jakarta pandai menggambarkan perbandingan antara langit dengan bumi, buruh dengan priayi, serta metromini dengan Lamborghini. Di tempat seperti itu kecemburuan mudah sekali muncul dan keegoisan seolah menjadi sebuah tuntutan hidup.

Jakarta adalah wajah "Parasite"nya Indonesia.

Sebetulnya dibanding film, saya lebih sering menonton drama korea. Kemiskinan di drama korea terlihat jauh lebih indah ketimbang yang tergambar di film Parasite. Namun, bagi orang yang pernah melihat kondisi negeri ini, mungkin tak merasa terlalu iba melihat kondisi keluarga Kim Ki Taek dalam film garapan Bong Joon ho tersebut. Mereka sehat, memiliki Hp dengan layar besar, dan meski tinggal di tempat sederhana tapi terlihat bersih.

Kondisi di negeri ini jauh lebih parah, banyak berjuta kisah yang lebih menyayat hati. Tengok saja media berita yang banyak memuat potret kemiskinan  dan keterbatasan.

November tahun lalu  kompas.com beritakan tentang nenek Rukiyah yang tinggal di rumah dengan kondisi hampir roboh. Cerita nenek Rukiyah bukan hanya satu-satunya di negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun