Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Malaysia Itu Tetangga, Maafkan Saja

23 Agustus 2017   13:37 Diperbarui: 24 Agustus 2017   08:26 1635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: indosport.com

1

Pondokan Remba selalu ramai. Ada 21 kamar di 3 lantai, tiap lantai masing-masing 7 kamar. Tak ada kamar yang kosong. Penghuninya beragam: ada pemain sepak bola kelas tarkam yang sering ditanggap main futsal; ada pengajar musik di sebuah lembaga kursus gitar; ada pengemudi ojek daring; ada mahasiswa yang terancam dikeluarkan dari kampusnya karena skripsinya tak kelar-kelar; ada pramusaji sebuah restoran

Sang pengajar musik sangat mencintai gitarnya. Saking cintanya, dia sering memetik gitar hingga larut malam lengkap dengan suaranya yang pas-pasan--pas suara tinggi tidak sampai, pas suara rendah tidak memadai. Si pemain sepak bola selalu jingkrak-jingkrak dengan suara menggelegar setiap pemain idolanya mencetak gol--suatu ketika dia keseleo karena salah mendaratkan kaki. Sang pramusaji jarang di kamar, tetapi dia penguasa fasilitas sosial jemuran: handuk kucel, keset kotor, lap kumal, dan benda-benda tak layak jemur dia satukan dengan cucian penghuni lain.

Pada dinihari yang dicemarkan oleh sakit gigi, Remba meradang. Sang musisi tak henti-henti pamer suara, si pramusaji bertengkar dengan suaminya lalu mengacak-acak isi jemuran, si mahasiswa pesta pora setelah dua bab awal skripsinya disetujui dosen pembimbing, dan si pemain tarkam mengaduh-aduh saat kaki keseleonya disentuh juru urut kawakan.

Remba menutup pintu kamarnya rapat-rapat, namun ingar-bingar dari luar selalu menemukan jalan masuk. Gusinya yang bengkak, kepalanya yang berasa hendak meledak. Lalu dia mengurut dada, padahal giginya pangkal sengsara pada dinihari itu. Tetangga harus dimaafkan, katanya. Memaafkan itu menyembuhkan, katanya lagi.

Baginya, tetangga berulah tak akan menyulut emosi.

2

Sakit gigi Remba kian menjadi-jadi. Di televisi, yang sering ditonton bersama oleh penghuni pondokan, tersiar kabar negeri jiran berulah. Bendera negaranya dicetak terbalik di buku panduan pesta olahraga. Dia hanya mengelus dada. Namun, dia yakin bahwa itu kesilapan yang tidak disengaja.

Sam, si pemain tarkam, sontak menggerutu. "Ini penghinaan. Panitia sengaja biar konsentrasi atlet kita terganggu!"

"Tidak mungkin," sanggah Remba. "Mustahil rasanya sebuah kegiatan besar diselenggarakan oleh panitia ecek-ecek, yang tidak tahu posisi bendera negara tetangganya. Mungkin panitia dikejar-kejar waktu sampai-sampai lalai memeriksa buku panduan sebelum dicetak.

Willy, musisi yang jemarinya lebih merdu dibanding suaranya, segera mendebat Remba. "Malaysia memang sering begitu. Rasa Sayange saja mereka anggap hak milik. Belum rendang dan semacamnya. Dulu juga mereka merebut pulau-pulau kita. Ini keterlaluan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun