Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada Sang Gembala-Pemenang (Mengenang Alm. P. Drs. Nikolaus Seran, SVD)

4 Desember 2015   17:28 Diperbarui: 19 April 2016   18:49 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kira-kira 1 bulan yang lalu, mobil Angkutan Kota yang saya kendarai berhenti di depan biara SVD Nenuk-Belu-NTT, seorang penumpang yang wajahnya masih saya kenal, P. Nikolaus Seran, SVD naik Angkot itu. Saat itu, Pater Niko ditemani oleh salah seorang wanita-keponakannya dari Waiwiku-Malaka. Wajah yang saya lihat ketika itu masih tetap yang saya kenal ketika saya hidup sebagai siswa SMA Seminari Lalian antara tahun 1990 hingga 1994. Saat itu, Pater Niko Seran, SVD sebagai imam SVD yang masih mudah, energik dan lincah menjadi Pendidik dan Pembina para siswa SMA Seminari Lalian.

Secara spontan saya menyapa, “Pater Niko, mau ke Atambua?”. Saat itu Pater Niko tidak sempat menjawab, namun memang saat itu kulihat benar kesehatan dan tampilannya mulai berubah menjadi jauh lebih kurus dari tampilannya saat tahun 1990-1994.

Di dalam Mobil, seorang wanita keponakannya menjawabku. “Sejak beberapa bulan terakhir ini, Pater Niko setiap pagi selalu ingin berkunjung ke beberapa familinya di Atambua untuk berbincang-bincang lalu setelah itu dia kembali ke Nenuk. Menyadari kondisi kesehatannya yang semakin menurun, Pater Rector SVD meminta salah seorang anggota keluarga dari kampung halamannya untuk menemani bila Pater Niko pergi keluar untuk mengawasinya”.

Akhir ceritera, kemarin siang lonceng Gereja paroki Roh Kudus Halilulik bertalu-talu pertanda bahwa salah seorang biarawan/i SSpS atau SVD meninggal dunia. Dan lonceng Gereja yang terletak beberapa meter dari rumahku itu akhirnya memberikan khabar bahwa sang imam, guru dan pembimbingku semasa SMA Seminari Lalian itu telah dipanggil pulang oleh penciptanya. Sejenak kuterdiam dan termenung mengenangkan sang guruku, Pater Drs. Nikolaus Seran, SVD.

                                    ***

Kamis, 3 Desember 2015, Pater Drs Nikolaus Seran, SVD, pastor SVD kelahiran Waiwiku-Wehali itu mengembuskan nafas terakhir di RS Marianum Halilulik. Sang imam SVD, guru dan pendidikku semasa SMA Seminari Lalian 1990-1994 telah berpulang ke haribaan Tuhan. Ia seorang imam yang sederhana, ramah, tak pernah marah dan penuh pengertian. Ia mengajar dengan penuh pengabdian untuk Mapel Agama. Pandangan dan khothbahnya luas dengan bahasa yang disusun secara teratur dan dapat dimengerti para siswa/inya. Minat dan perhatiannya yang utama ialah pada pastoral kaum muda dan pasangan suami isteri. Dia menekankan betapa pentingnya dialog, cinta dan saling pengertian antara orang muda dan para Pasutri untuk langgengnya kehidupan keluarga.

Seingat saya, saat itu, pada tahun-tahun sebagai siswa di SMA Seminari adalah tahun-tahun saya mengembangkan minat kepenulisanku sebagai anggota dan kemudian Ketua Redaksi Buletin Sekolah Sol Oriens yang memungkinkan saya bekerja hingga larut malam untuk mengetik Prospectus dan mengetik di kertas Sit lalu memperbanyak di mesin cetak. Sesekali beliau datang di ruangan untuk mengawasi kami dengan canda dan hiburan yang membuat kami para awak Sol Oriens terhibur.

Ketika saya tamat SMA Seminari Lalian dan masuk frater SVD, Pater Niko Seran mengambil kesempatan untuk study dan kursus di Eropa. Tahun 1999, saat saya sudah di luar biara, iseng-iseng saya memonitor Radio Trilolok-Suara Verbum Kupang, terdengarlah  suara Pater Niko SVD yang saat itu sudah dikenal para pendengar Radio Trilolok Suara Verbum dengan renungan rohani dan pengasuh berbagai acara yang bersemangat dan menerik animo para pendengar khususnya para pendengar orang-orang muda. Tahun 1999 itulah, saya mendengar beliau berkarya di Radio Trilolok dan selanjutnya saya kurang memperhatikan Radio itu lagi hingga pertemuan terakhir yang tanpa sengaja sekitar 1 bulan sebelum berita meninggalnya sang imam yang rendah hati, sederhana, bersemangat muda, disiplin dan setiawan ini.

Dari seseorang dalam mobil Angkot itu saya mendengar, bahwa kecelakaan sepeda motor hebat telah dialami oleh sang imam ini di Kupang hingga membuat otaknya geger. Seorang kerabatnya dari Waiwiku-Wehali membonceng Pater Niko lalu motor mereka terkena celaka hebat. Akibat kecelakaan itu nyawa sang imam ini hampir saja tamat. Setelah sembuh, gangguan syaraf hebat akibat kecelakaan itu membuatnya tak mampu berkonsentrasi dengan normal. Ini membuat Dewan Provinsi SVD dan Dewan General SVD memutuskan untuk memberikan pensiun dini kepada Pater Niko Seran, SVD untuk masuk ke rumah jompo di Nenuk lebih awal dari umur pensiun.

                                         ***

Hingga saat tulisan ini kubuat, jenasah Pater Nikolau Seran SVD masih terbaring di aula biara SVD St. Yoseph Nenuk. Hidup Pater Niko Seran, SVD bagaikan sebuah Balada sang gembala-pemenang. Ya, dia adalah seorang imam, pendidik dan gembala umat Katolik yang menjadi pemenang hingga batas akhir kehidupannya dalam pergulatannya sebagai pastor pensiun dan penderita sakit. Alm. Pater Niko tetap menunjukkan citra kuat sebagai seorang imam gembala yang penuh semangat hidup higga saat akhir. Ia selalu berjuang menjalin relasi yang harmonis dan menyelamatkan dengan semua yang dikenalnya atau datang menemuinya untuk mengibur di tengah sakit dan pergulatan hidup. Hidupnya bagikan Balada Sang Gembala yang setiawan dan pemenang. Seorang gembala pemenang harus berjuang bahkan harus “berkelahi bila perlu” dengan musuh-musuh dari gembalaannya. Dan tampaknya benar bahwa Pater Niko sebagai seorang gembala telah berhasil melindungi dan menghalau musuh umat Tuhan dengan cara bersetia dan berkanjang dalam panggilannya hingga ajal menjemputnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun