Demonstrasi massa menolak tambang masih tetap menarik perhatian warga dunia maya. Kemarin (Kamis, 06 Pebruari 2020), seperti dirilis Kompas.com (07/02/2020), tiga warga asal Mojokerto, Jawa Timur yakni Ahmad Yani, Sugiantoro, dan Heru Prasetiyo ingin bertemu Presiden Joko Widodo mewakili warga desanya. Ktiga orang itu melakukan aksi demo di depan istana negara Jakarta untuk menolak tambang batu pasir dan sirtu di desa Lebakjabung, kec. Jatirejo.Â
Jalan Jauh
Perjalanan ketiga warga ini bukan main-main. Ketiganya melakukan perjalanan kaki dari Mojokerto mulai pada 26 Januari 2020 lalu tiba di Jakarta pada 1 Pebruari 2020. Tujuan ketiganya hanya satu meminta Presiden Jokowi menutup tambang batu pasir dan sirtu di desanya. Dua perusahaan yakni CV Sumber Rezeki dan dan CV Rizki Abadi telah melakukan pertambangan batu Andesit yakng konon merampas ruang hidup warga desa.Â
Dua Perusahaan itu memberikan uang kompesasi namun dirasa tidak adil bagi warga di sana. Bagi warga, daya kreasi dan daya inovasi dimatikan atas nama uang kompetsasi yang tidak seberapa. Warga merolak tambang karena areal pertambangan berada di hulu sungai dan kawasan hutan lindung yang dapat merusak lingkungan mata air. Â
Pengalaman di NTT
Saya sudah 2 kali meliput dan menyaksikan langsung areal lokasi tambang di Timor yakni di Kapan-TTS dan Nibniba-desa Teba-TTU. Lingkungan menjadi sangat rusak oleh bekas galian tambang. Bukan saja warga namun para karyawan tambang merasa tidak puas karena diberi gaji di bawah UMP dan bahkan kekayaannya dirampas di depan mata.
Investasi modal untuk tambang biasanya bernilai Miliyaran Rupiah. Modal itu adalah  hanya dimiliki oleh pemilik modal besar. Sedangkan pemerintah daerah, yang berkepentingan memberikan HGU atau ijin tambang biasanya tak punya saham sepeserpun dalam  perusahaan-perusahaan penambang.Â
Jadi karena tak punya saham di perusahaan, pemerintah tak bisa menarik keuntungan. Di bagian manapun di Indonesia, pemilik modal tatap berada di atas angin. Mereka memiliki Platform tambang yang mampu menghasilkan banyak keuntungan. Uangnya menjadi milik sendiri.Â
Tidak seharusnya memang begitu. Mungkin agar berguna bagi warga, pemerintah daerah mungkin harus ikut nimbrung menjadi pemilik saham agar keuntungannya juga dibagi sama rakyat atau pemerintah.
Kelengahan  Warga Desa?
Calon perusahaan tambang telah  penelitian yang saksama dan cermat.  Tapi dari mana dan kapan penelitian itu dibuat, tak seorangpun tahu. Pemerintah dan warga setempat seharusnya tahu, siapa-siapa atau tim manakah  sering melakukan penelitian di desa mereka. Apakah mereka telah mengantungi ijin penelitian? Warga dan pemerintah daerah mestinya tidak lengah.Â