Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kereta MRT Jakarta Lebih Penting dari Swasembada Pangan?

26 Maret 2019   13:52 Diperbarui: 28 Maret 2019   12:11 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawah dengan padi menghijau di Surabaya (Foto: Detikcom)

Pada Minggu, 24 Maret 2019, Jokowi meresmikan operasionalisasi MRT. Peresmian operasionalisasi MRT itu seharusnya menggembirakan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk warga Jakarta saja. Ketika Capres Petahana Jokowi meresmikan untuk dimulainya operasionalisasi kereta MRT di Jakarta, tentu mengundang polemik. Apakah hal itu baik dari segi kebaikan umum (bonum commune)? 

Agaknya MRT hanya buat warga Jakarta. Lalu bagaimana dengan rakyat Indonesia di luar Jakarta? Paradoks dari tanda dimulainya operasionalisasi MRT, saat sekarang adalah bulan menuju musim panen padi, kedelai, dll tahun 2019. Sehingga agaknya mengangkat pembangunan swasembada pangan lebih hangat saat ini. Padahal hal swasembada pangan selama ini agak luput dari perhatian Jokowi. 

Mengapa swasembada pangan luput dari perhatian Jokowi? Karena dalam hal swasembada pangan, agaknya Prabowo lebih bertenaga sedangkan Jokowi kurang menaruh perhatian pada swasembada dan kemandirian.

Dari segi hukum, peresmian KRT oleh Jokowi boleh dinilai wajar karena berdasarkan putusan MA menetapkan bahwa seorang Capres petahana tidak harus cuti. Cuti kampanye merupakan hak sepenuhnya Jokowi. Dalam konstelasi persaingan di Pilpres 2019, peresmian MRT oleh Capres petahanan Jokowi adalah sebuah manuver yang kurang greget. Sebab bola panas yang menyangkut hayat hidup warga Indonesia adalah isu mengenai kemandirian atau swasembada pangan.

Swasembada pangan justeru ada pada jangkauan paslon Prabowo-Sandi. Bola panas Pemilu 2019 ialah isu swasembada beras, gula, kedelai, dll yang digelontorkan oleh saingannya Prabowo-Sandi. Bayangkan kalau tidak ada beras dan tempe, rakyat mau makan apa? Warga Jakarta tentu boleh naik MRT, tapi tidak bisa hidup tanpa pangan.

Boleh-boleh saja, Capres petahana Jokowi tidak mau ambil cuti. Kebijakan poliitis akibat keputusan politis tak ambil cuti bagi Jokowi untuk menyongsong Pilpres 2019 harus berbobot. Capres petahana Jokowi harus menggelontorkan berbagai kebijakan dalam masa sela ini untuk menguntungkan dirinya. Tetap terlihat bahwa kebijakan-kebijakan Jokowi selama masa Kampanye kurang merangkul semua warga.

Lihat saja, selain Jokowi meresmikan MRT, terdapat janji Jokowi untuk meningkatkan gaji PNS, meningkatkan Bansos dan PKH serta Kartu Prakerja Jokowi. Apakah itu itu menarik para pemilih? Pada hakekatnya isu yang paling menarik ialah pemerintah harus menjawabi masalah kebutuhan dasar rakyat: sandang, pangan dan papan.

Situs Pintepolitik.com (25/03/2019) mengatakan bahwa manuver Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI selama masa kampanye Pemilu 2019 menimbulkan kompetisi asimetris politik. Pertanyaan kita ialah asimestri politik untuk kalangan mana?

Warga Indonesia tentu mengukur Jakarta sebagai barometer politik Indonesia. Tapi jangan lupa bahwa lebih banyak warga Indonesia tinggal di desa-desa. Sehingga saya melihatnya sebagai hal yang kurang panas. Prabowo-Sandi sudah lama berkonstrasi pada isu paling panas yakni kemandirian pangan, utamanya beras. Bagaimana rakyat Jakarta bisa makan jika tidak ada beras, gula, kedelai, dll?

Dengan meresmikan MRT, barangkali banyak pemilih Prabowo-Sandi belum bergeming. Soal apakah Jokowi adalah pemimpin yang benar-benar jujur dalam hal ini? Yang jujur akan mengatakan stok beras dan kedelai menipis dan bagaimana kita mau makan?

Cukup sulit mengatakan bahwa substansi kebijakan Jokowi dalam masa kampanye ini benar-benar riil. Sementara tingkat inflasi belum menggembirakan bagi Rupiah. Beban anggaran bagi Jokowi untuk membayar utang akibat impor dan pinjaman semakin menumpuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun