Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Para Wanita Pejuang Fretelin 1970-an

21 September 2017   00:38 Diperbarui: 22 September 2017   02:58 2425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rose 'Muki' Bonaparte berdiri dalam pasukan tentara Fretelin. Ia terselip sebagai pejuang wanita Fretelin dalam jumlah besar tentara lelaki Fretelin pada masa itu (Foto:newmandala.org)

Bunyi tembakan senjata bersahut-sahutan di suatu malam pada tahun 1977. Saat itu umur saya sudah mencapai 4 tahun, jadi saya hanya sedikit tahu bahwa telah terjadi pertempuran di 2 kampung tetangga: Nanaenoe dan Buburlaran. Di rumahku, ayah dan bundaku mengumpulkan kami semua sekeluarga. Karena ada perintah dari tentara dan polisi  untuk segera mengosongkan kota jika pertempuran meluas hingga kota Halilulik, kota tempat kami tinggal. 

Saat itu ayahku bekerja sebagai pembangun misi tamatan Ambachonderwijs Maumere di pembangunan misi katolik di Halilulik. Halilulik terletak sekitar 15 km dari rumah kakek-nenekku. Kulihat ayah dan bunda mulai mengemasi barang-barang dalam rumah. Bundaku ialah penduduk Timor Barat (suku Tetum-NTT) sedangkan ayahku ialah seorang pria dari suku Sikka-NTT.

Kulihat ayah mengasah pedangnya. Seperti pria-pria di daerah ini saat Operasi Seroja mulai, ayah mendapatkan latihan semi militer. Lumayan untuk bertugas sebagai penjaga keamanan malam di kota. Malam yang mencekam itu kami lalui dengan tidur bersama dengan tetangga di rumah tetangga yang jauh lebih luas.

Esok hari saya mendengar ceritera bahwa kampung Nanaenoe dan Buburlaran mendapatkan serangan sepasukan kecil Fretelin. Mereka membakar rumah-rumah dan sekolah di sana. Pasukan TNI/Polri yang tiba membalas serangan itu dengan kekuatan penuh dan terlibat pertempuran beberapa jam sepanjang malam itu. Pasukan Fretelin lari kembali ke dalam hutan karena kalah jumlah dan kalah persenjataan. 

Wilayah Naitimu, tempat tinggal keluarga kami adalah wilayah batas antara Timor-Timur dengan wilayah Indonesia. Kedua penduduk bisa sedikit saling mengerti dalam bahasa tetum, yang satunya berbahasa tetum Portugis dengan kata-kata campuran Portugis yang satunya berbahasa tetum-terik tanpa campuran Portugis. 

Teka-Teki Rafu Letok

Yang saya tahu pada hari-hari dan bulan-bulan berikutnya, wilayah Halilulik mendapatkan banyak pengungsi dari Timor-Timur. Mereka dibawa pasukan TNI/Polri. Tangsi TNI/Polisi, susteran SSpS dan RS Marianum Halilulik jadi tujuan para pengungsi yang selanjutnya dirawat dan diberi obat. 

Saat itu beredar ceritera tentang nama seorang pejuang wanita yang bernama Rafu Letok. Menurut ceritera pasukan-pasukan Hansip saat itu, Rafu Letok ialah salah satu tokoh gerilyawan wanita Fretelin yang kebal peluru dengan ajimat saktinya. Berdasarkan penelusuran saya, Rafu Letok adalah satu dari sedikit pejuang-pejuang wanita Fretelin yang namanya disebut-sebut baik kawan maupun lawan. 

Tetapi nama-nama para pejuang wanita Fretelin seperti Rafu Letok cenderung tenggelam di antara keterkenalan para pejuang pria, seperti Xanana Gusmao, Ramos Horta, Taur Matan Ruak, dll. Agaknya zaman perjuangan itu kaum wanita Fretelin masih dianggap kelas dua, sebagai korban perang baik di pihak Fretelin maupun pasukan TNI/Polri. 

Catatan sejarah menyebutkan bahwa pada tahun 1975, FRETELIN mengakomodasi partisipasi kaum perempuan dalam perjuangan gerilya di hutan-hutan bersama kaum lelakinya dengan mendirikan OPMT (Organizao Popular da Mulher Timorense) pada 28 November 1975. Pendiri, ketua dan sekretarisnya ialah Rose 'Muki' Bonaparte. Organisasi ini memiliki 7000 anggota yang hampir semuanya buta huruf.

Rose 'Muki' Boneparte lahir di Manatuto, sebuah kota kecil di pesisir utara, sekitar 70 kilometer dari ibu kota Dili tanpa catatan tanggal dan tahun lahir. Setelah lulus dari sekolah Canossian, dia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Lisabon-Portugal pada awal tahun 1970an. Di Lisabon-Portugal, ia melengkapi pendidikannya dengan kursus mengenai pengantar perdagangan, namun dia lebih tertarik pada aktivis politik. Di Dili, ia bergabung dengan Reorganisasi Repertoir Portugis Movimento Portugis (MRPP), sebuah kelompok Maois yang dikerdilkan oleh Partai Komunis Portugis yang didukung Uni Soviet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun