Mohon tunggu...
Tsalitsa Masud
Tsalitsa Masud Mohon Tunggu... Freelancer - Lisa

Kalau tidak bisa melakukan semua, jangan tinggalkan semua, yang bisa kita lakukan Do it your best.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Moral Pelajar di Zaman Modern

20 Maret 2020   15:05 Diperbarui: 20 Maret 2020   19:08 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Sebenarnya ada apa dengan anak- anak Indonesia? ataukah perlindungan anak Indonesia semakin minim?"

Tepat dua tahun yang lalu (2/2/2018), sebuah kejadian tragis kembali muncul dari dunia pendidikan di Indonesia, yaitu seorang siswa telah menganiaya gurunya hingga tewas, korban bernama Ahmad Budi Cahyono, guru honorer SMAN 1 Torjun, Sampang, Jawa Timur. 

Karena, pada saat proses pembelajaran senirupa, guru tersebut menegur muridnya dan sang murid tidak terima yang akhirnya menimbulkan cek-cok hingga siswa menganiaya guru hingga tewas. 

Hal ini sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan di Indonesia, karena seperti itu termasuk kekerasan yang tinggi, baik itu dilakukan anak itu sendiri atau anak yang menjadi korban. Memang dikatakan bahwa sejak tahun 2014 kekerasan semakin meningkat, tetapi pada tahun 2017 kekerasan mulai menurun, meskipun kekerasan jika mengalami penurunan bukan berarti kejadian-kejadian berkurang. Tetapi berkaitan dengan hal ini, memang apa yang dilkukan oleh anak sebenarnya pasti ada sebab penyebabnya.

Salah satu yang utama tentunya kita harus melihat bagaimana pola pengasuhan anak tersebut dirumah yang artinya disekolah sikap dan perilakunya tidak terbentuk begitu saja, dimana dia disekolah baik-baik saja dan tiba-tiba dia melakukan hal  yang diluar dugaan. Nah, ada kaitannya dengan guru di kelas, jadi, bagaiman aguru menghadapi anak tertentu yang seperti ini. 

Pasti ada di setiap sekolah walaupun tidak banyak jumlahnya, karena masing-masing anak berbeda kepribadiannya. 

Tapi bila mengingat anak itu kan termasuk manusia yng belum dewasa, yang belum berpikir layaknya orang dewasa, yang belum memikirkan resiko setelah apa yang dia berbuat dan yang dilakukan setelahnya adalah dia tidak menyangka dengan apa yang baru saja dia perbuat,misalnya kakak mendorong adeknya hingga dia terjatuh dan menangis karena kakinya berdarah, Nah awalnya kakak tidak memikirkan resikonya dan setelah tahu kaki adeknya berdarah dan dia ditegur oleh mamanya, dia berfikir "kenapa aku tadi mendorongnya ya? kan kalau sudah gini aku dimarahin mama dan adek tidak bisa main karena kakinya sakit". Dan akhirnya dia ketakutan dan ikut menangis.

Tentunya cara menghadapi anak dulu dan sekarang sangat berbeda, dan pasti lebih susah. Apalagi zaman sekarang anak suka main gadget yang menghambat dia untuk belajar. Ibu Itje Khodijah (Praktisi Pendidika ) mengatakan bahwa,"Sebenarnya menjadi guru harus mempunyai kelengkapan, kelengkapan paling utama adalah kelengkapan pada dirinya sebagai sosok pribadi dan sebenarnya itu sudah diatur dalam Undang-Undang bahwa " Seorang guru mempunyai 4 standart kompetensi utama yaitu kompetensi kepribadian, kepribadian sosial, kepribadian profesional, dan kompetensi pedagogik ( kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran )". 

Sebelum memasuki tahapan, untuk menjadi seorang guru mestinya perlu dilakukan skrining psikologi , dimana guru harus benar-benar siap menjadi seorang pendidik, dikenalkan tentang ragam sekolah tersebut, seperti anak-anaknya bagaimana menangani anak dalam perilaku berbedadalam satu kelas karena pembekalan memang tidak cukup seperti saat ini dilakukan yaitu pembekalan knowledge/pengetahuan saja. Misalnya, guru MTK tidak boleh hanya jago MTK, tetapi harus bisa semuanya.

Apasih yang melatar belakangi anak melakukan tindakan kekerasan? anak tumbuh dengan tingkat kognisi/kemampuan menalar atau berfikir tetapi anak tidak dapat mengelola emosi ketika dia marah/benci. 

Karena pada waktu marah itu muncul rangsangan yang mendorong untuk bereaksi seketika karena dia sudah tidak berfikir apa konsekuensinya karena dia emosi tanoa berfikir, jadi langsung dilampiaskan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun