Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Belitung: Sejujurnya, Keindahan Alamnya Biasa Saja

26 Juli 2017   17:06 Diperbarui: 8 Maret 2020   01:40 2998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Popularitas Pulau Belitung melejit pasca film Laskar Pelangi (2008) dan Sail Wakatobi - Belitong (2011). Banyak wisatawan, dalam dan luar negeri, berbondong menikmati bentang alam yang indah di provinsi Bangka Belitung ini. Satu yang khas dari Belitong, begitu masyarakat setempat menyebutnya, adalah geowisatanya (geotourism).

Di Indonesia, geowisata belum sepopuler ekowisata (ecotourism) atau agrowisata (agrotourism). Namun demikian, potensi geowisata di Indonesia sangat besar. Satu di antaranya adalah Belitung, di sinilah potensi sumber daya alam seperti bentuk bentang alam, batuan, struktur geologi dan sejarah kebumianya sangat unik. Obyeknya tidak lain adalah gugusan batu granit yang tersebar di banyak pulau dan pantainya.

Berdasarkan catatan Budi Brahmantyo, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, kumpulan batu granit raksasa di Belitung senyatanya bagian dari suatu tubuh batuan beku yang menjadi batuan dasar Indonesia bagian barat yang disebut sebagai batolit. Sebaran batu granit tersebut tidak hanya muncul di Belitung saja, tetapi juga ada di Bangka, Kepulauan Riau, Singapura, Semenanjung Malaysia, di bawah Selatan Karimata dan Laut Cina Selatan, Pulau Natuna dan sebagian Kalimantan Barat.

Batolit menjadi bagian unik geowisata, khususnya di Belitung karena memiliki bentuk yang khas. Apalagi gugusan batunya tersusun sedemikian rupa menyatu dengan keindahan pulau, pantai, dan pemandangan dasar lautnya. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Belitung dari Baharuddin dan Sidarto (1995), umur batuan granit tersebut berbeda-beda. Ia lalu mengelompokkannya berdasarkan umur dan lokasinya. Saya berkesempatan mengunjungi beberapa situs geologi tersebut pada 8-10 Juli 2017. Tentu tidak sendiri, ada Sari dan Maminya serta satu teman mami.

Zaman Trias
Kelompok pertama adalah granit tertua yang masuk dalam zaman Trias (Triassic), atau sekitar 208 -- 245 juta tahun yang lalu. Cirinya adalah batu berwarna abu-abu terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit primer, merupakan salah satu mineral pembentuk timah. Jenis batu ini tersebar di Belitung bagian barat laut, yang meliputi Pulau Lengkuas, Pulau Kepayang, dan Pantai Tanjungtinggi. Kami berkesempatan mengunjungi semua destiniasi ini.

Tujuan utama kami adalah Pulau Lengkuas. Di sinilah salah satu ikon wisata Belitung berada, yakni mercusuar. Selain itu, di sekitar pulau ini juga para wisatawan melakukan snorkeling. Perjalanan menuju Pulau Lengkuas melewati beberapa pulau yang sangat menarik. Satu pulau yang tampak berbeda dari yang lainnya adalah Pulau Garuda yang berdampingan dengan Pulau Kelayang. Kedua pulau ini hanya dipisahkan oleh laut dangkal.

Disebut Pulau Garuda, karena tumpukan batu granit tampak seperti sosok burung Garuda. Apalagi kalau melihat tumpuhak batu bagian atas yang sangat menyerupai kepala burung. Berbeda dengan Pulau Garuda, Pulau Kelayang bercirikan daratan luas dengan rerimbun pepohonan. Dari kejauhan tampak pulau ini hijau menyegarkan mata, berpadu dengan birunya air laut. 

Tidak jauh dari kedua pulau tersebut, kami membuang jangkar di Pulau Pasir. Pulau ini merupakan gosong pasir, atau gosong, atau juga orang menyebutnya pulau gosong. Gosong adalah bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir, geluh dan atau kerikil.

Bermain di gosongnya Pulau Pasir memang menyenangkan sekali. Kami seperti sedang berada di tengah lautan luas, tapi berdisi di daratan kering dengan hamparan pasir putih yang halus. Tidak hanya itu, gosong yang tenggelam saat pasang menyajikan pemandangan bintang laut. Bentuknya yang unik dengan warna merah cerah membuat kami tertarik untuk mendekatinya. "Boleh dipegang tetapi jangan sampai terangkat ke luar air, bisa mati bintang lautnya," kata pendamping wisata kami.

Sekitar 15 menit kami bermain di Pulau Pasir. Tujuan berikutnya adalah Pulau Lengkuas. Inilah pulau utama yang ingin kami kunjungi. Dari kejauhan kami sudah melihat menara mercusuar, berdiri gagah, menjulang dengan warna putihnya menjangkau birunya langit.

Mercusuar setinggi 62 meter tersebut adalah peninggalan Belanda sejak 135 tahun yang lalu. Walau sudah sangat tua, mercusuar masih berfungsi sampai sekarang untuk memantau lalu lintas kapal laut. Bagi wisatawan, adalah sebuah keistimewaan bisa menaiki mercusuar sampai ke puncak untuk bisa menikmati pemandangan alam Belitung yang sangat indah. Namun, hari itu mercusuar sedang diperbaiki maka kami hanya bisa baik sampai ke lantai 3 saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun