Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peringati 210 Tahun Gereja Katolik di Jakarta, Uskup Agung Ajak Umat Kembali ke Pancasila

25 Mei 2017   23:01 Diperbarui: 26 Mei 2017   13:02 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pada saat perayaan Ekaristi 210 Tahun KAJ di Paroki Hati Kudus Yesus, Kramat Jakarta Pusat, Kamis, 25 Mei 2017, para pembawa persembahan menggunakan baju adat bangsa Indonesia. Bahkan ada persembahan berupa roti buaya yang menjadi ciri khas budaya Betawi.

Tahun ini, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) memperingati hari jadinya ke-210 tahun. Hal ini menjadi tonggak dan momentum bagi seluruh umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta untuk memikul tanggung jawab sejarah, yakni turut berperan aktif dalam meneguhkan dan mengembangkan KAJ.

“Kita berusaha untuk merumuskan apa hakikatnya Keuskupan Agung Jakarta di tengah zaman ini,” kata Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta dalam homilinya di Perayaan Syukur 210 Tahun KAJ di Gereja Hati Kudus Kramat, Kamis, 25 Mei 2017.

Perayaan yang menghadirkan perwakilan Dewan Paroki Se-KAJ ini, Suharyo mengajak semua umat Katolik untuk kembali ke jati dirinya. Gereja pada dirinya sendiri adalah gerakan. “Seperti Yesus yang hatinya selalu tergerak oleh berbagai penderitaan umat manusia, maka kita sebagai bagian dari Gereja dipanggil untuk turut bergerak atas dasar cinta belas kasih Yesus kepada dunia.”

Contoh konkretnya adalah memasukkan Pancasila dalam arah dasar KAJ. Artinya, Pancasila menjadi dasar pada setiap kebijakan dan pewartaan atau dakwah yang disampaikan KAJ kepada seluruh umat Katolik, khususnya di wilayah KAJ. Menurut Suharyo, inilah cara kita menjawab tanggung jawab sejarah dalam rangka 210 tahun KAJ dan cara konkret menjadi saksi-saksi Injil.

Kenapa Pancasila? Suharyo menyadari bahwa nilai-nilai Pancasila sudah mulai disepelekan. Ada banyak indikasi memperlihatkan bagaimana Pancasila ditinggalkan. Bahkan, dengan nada serius, Suharyo meyakini bahwa pada kasus tertentu bahkan Pancasila dengan sengaja dibuang. “Di sisi lain, muncul gerakan fundamentalisme, radikalisme, dan lainnya yang mau mengganti Pancasila.”

Pesan moral dan pengajaran yang diserukan Suharyo terasa sangat relevan dengan peristiwa serangan bom bunuh diri kemarin, Rabu malam, 24 Mei 2017. Bom yang meledak di Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur itu, mengakibatkan tiga orang anggota Polri gugur dan dua orang yang diduga pelaku tewas, serta ada 10 orang luka-luka.

Pelaku bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama dan Tuhan itu justru mengangkangi nilai-nilai keagamaan dan mengkianati kemanusiaan yang Tuhan sendiri memuliakannya. Inilah mengapa, dalam perayaan 210 tahun KAJ, Suharyo kembali mendorong seluruh umat Katolik untuk mengamalkan Pancasila.

Pada tahun 2016 lalu, KAJ mulai dengan pengamalan Pancasila Sila Pertama, yakni “Kerahiman Allah Memerdekakan,” yang sekaligus menjadi tema Pra-Paskah dan Paskah. Gereja menekankan bahwa Tuhan yang Mahaesa itu adalah Tuhan yang Maharahim, Tuhan yang Mahapengampun. Sebesar apapun dosa manusia, kalau dia menyatakan ketidakberdayaannya, maka orang tersebut akan diangkat-Nya. Manusia yang merdeka karena kerahiman Allah, menjadi semakin serupa dengan Allah dalam hal berbagi kehidupan, khususnya dalam mengampuni sesama yang berbuat salah kepadanya. Pengampunan dan kebesaran hati adalah salah satu wujud dari pengalaman sila pertama dalam hidup berbangsa dan bernegara yang majemuk ini.

Setelah sila pertama, tahun ini KAJ mengusung tema “Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab” dalam pekan suci Perayaan Paskah 2017. Setelah pada tahun 2016 menyadari diri sebagai pribadi yang merdeka berkat Kerahiman Allah, tahun ini kita diajak menjadi pribadi yang memiliki rasa adil dan beradab. Dasar ajakan itu adalah Allah telah lebih dulu dan selalu menunjukkan sikap adil dan beradab terhadap kita.

Adil di sini adalah berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran. Sedangkan beradab berarti berbudi bahasa baik dan maju hidup lahir batinnya. Orang yang beradab adalah pribadi yang menjunjung tinggi moralitas. Perjuangan untuk menjadi makin beradab wujudnya adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk hidup bersama.

Gambaran sempurna bersikap adil dan beradab adalah Pribadi Yesus sendiri yang karena sikapnya berpegang teguh pada keadilan, kebenaran dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusian membuat dirinya dimusuhi banyak orang. Tidak mudah bukan dalam mengamalkan sila kedua ini? Cobalah tengok apa yang diperjuangkan Ahok dan apa yang akhirnya dia terima dari komitmennya memperjuangan keadilan dan kemanusiaan warga Jakarta supaya lebih beradab?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun